Liputan6.com, Enrekang - Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) dikabarkan fokus mendalami dugaan keterlibatan MF, anak Bupati, dalam kasus dugaan korupsi proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang.
"Itu kan yang sementara didalami dari dulu. Penyidikan kasus ini sedang berjalan," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Firdaus Dewilmar saat ditemui di Kantor Kejati Sulsel, Rabu (3/6/2020).
Penyidikan kasus proyek DAK Enrekang, kata dia, hingga saat ini statusnya sama dengan kasus proyek DAK yang ada di Kabupaten Bulukumba.
Advertisement
"Sama yang di Bulukumba itu, penyidikannya sedang berlangsung. Nantilah mendekat ini kita akan ekspose hasil dari penyidikannya," tutur Firdaus.
Ia menyebutkan dalam kasus dugaan korupsi proyek DAK Enrekang, terdapat beberapa unsur yang masuk dalam fokus penyidikan. Di antaranya, unsur dugaan mark up harga material pipa, kesalahan spesifikasi, hingga adanya pekerjaan-pekerjaan yang tidak terselesaikan.
"Penyidikan terkait itu sementara berjalan," ujar Firdaus.
Baca Juga
Terpisah, Direktur Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Kadir Wokanubun mendukung upaya Kejati Sulsel untuk segera merampungkan proses penyidikan kasus dugaan korupsi penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang.
"Penyidikan kasus ini cukup lama. Kami sangat menyayangkan kalau jawaban dari Kejati itu-itu melulu. Harusnya kasus ini sudah rampung dan sudah ada tersangka. Ini malah mandek dan semakin tidak jelas penanganannya," tegas Kadir, Rabu (3/6/2020).
Ia berharap penyidik dalam kasus ini, turut mengusut keberadaan makelar yang berperan menciptakan dugaan mark-up harga pipa dalam proyek yang menggunakan anggaran DAK tersebut.
"Saya kira itu penting didalami agar semua menjadi terang dan kita harap penyidik tegas jika nantinya menemukan bukti terkait itu," ucap Kadir.
Sebelumnya, Ketua Forum Masyarakat Anti Korupsi (FAKAR) Hendrianto juga membeberkan hasil temuan lembaganya di lapangan. Mereka menemukan adanya indikasi keterlibatan seseorang yang boleh dikatakan sebagai makelar sehingga menciptakan kemahalan harga pipa yang digunakan dalam proyek yang menggunakan anggaran DAK itu.
Gery Yasid yang saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan juga pernah menegaskan kepada penyidik agar memaksimalkan penyidikan terhadap adanya indikasi mark-up harga pipa yang digunakan dalam proyek DAK senilai Rp39 miliar tersebut.
"Soal DAK Itu saya sudah tekankan ke Aspidsus agar mendalami adanya indikasi kemahalan harga pipa yang digunakan dalam kegiatan proyek yang dimaksud. Saya tekankan fokus kesitu," kata Gery di Kantor Kejati Sulsel saat itu.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kronologi Dugaan Korupsi DAK Rp39 Miliar
Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) resmi meningkatkan status kasus dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang ke tahap penyidikan, Selasa 27 Agustus 2019.
Peningkatan status penanganan kasus DAK Enrekang tersebut, setelah melalui proses ekspose yang berlangsung selama tiga jam.
"Naik ke penyidikan kan tidak serta merta. Tapi ditemukan alat bukti yang cukup dan telah lalui proses ekspose yang alot," ucap Kepala Seksi Penerangan Hukum yang saat itu dijabat oleh Salahuddin.
Tahap selanjutnya, kata Salahuddin, tim penyidik kembali menyusun agenda pemeriksaan saksi-saksi yang sebelumnya telah diperiksa di tahap penyelidikan.
"Penyidik lakukan pendalaman kembali keterangan saksi-saksi dalam tahap penyidikan ini untuk mengetahui kedepannya siapa nantinya yang patut bertanggungjawab atas kegiatan yang diduga merugikan negara tersebut," beber Salahuddin.
Diketahui, Dana Alokasi Khusus (DAK) bantuan Pemerintah Pusat senilai Rp39 miliar tersebut, diperuntukkan untuk membiayai proyek pembangunan bendung jaringan air baku Sungai Tabang yang berlokasi di Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulsel.
Anggaran DAK tersebut kemudian dimasukkan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Enrekang di tahun anggaran 2015.
Namun dalam pelaksanaannya, Pemerintah Kabupaten Enrekang (Pemkab Enrekang) melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPR) Kabupaten Enrekang memanfaatkan anggaran tersebut dengan kegiatan yang berbeda. Yakni anggaran yang dimaksud digunakan membiayai kegiatan irigasi pipanisasi tertutup dan anggarannya pun dipecah menjadi 126 paket pengerjaan.
Pemkab Enrekang diduga telah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 tahun 2015 yang mengatur tentang peruntukan anggaran DAK yang dimaksud.
Selain itu, 126 paket pengerjaan yang dibiayai menggunakan anggaran DAK tersebut juga diduga fiktif. Dimana ditemukan beberapa kejanggalan. Diantaranya proses pelelangan, penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) hingga Surat Perintah Pencairan Anggaran (SP2D) dari kas daerah ke rekening rekanan, lebih awal dilakukan sebelum tahap pembahasan anggaran.
Proses lelang hingga penerbitan surat perintah pencairan anggaran dilakukan pada 18 September 2015. Sementara pembahasan anggaran untuk pengerjaan proyek hingga pengesahannya nanti dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2015.
Laporan kegiatan anggaran DAK tersebut diduga dimanipulasi atau laporan fiktif yang dilakukan oleh rekanan bekerjasama dengan panitia pelaksana dalam hal ini Dinas PUPR Kabupaten Enrekang guna mengejar pencairan anggaran sebelum tanggal 31 Desember 2015.
Progres pekerjaan dilapangan baru mencapai sekitar 15%-45%. Bahkan, ada yang masih sementara berlangsung hingga awal tahun 2016. Tak hanya itu, hampir 126 paket pengerjaan yang menggunakan DAK tersebut, diketahui tidak berfungsi. Sehingga tak dapat diambil azas manfaatnya oleh masyarakat Enrekang secara luas.
Hingga saat ini, terdapat 9 paket pengerjaan pipa yang bahan meterilnya masih terdapat di lokasi dan tak ada proses pengerjaan. Bahkan 6 paket pengerjaan pemasangan pipa lainnya pun diketahui anggarannya telah dicairkan namun pengerjaan tak dilakukan.
Advertisement