Liputan6.com, Jakarta - Kekalahan Golkar di Pilkada Indramayu menjadi pukulan telak bagi partai berlogo pohon beringin itu. Pasalnya baru kali ini Golkar tersandung setelah puluhan tahun berjaya di Indramayu.
Menurut data KPU hasil hitung cepat (quick count) pemilihan bupati Indramayu, pasangan calon nomor 4 Nina Agustina Dai Bachtiar-Lucky Hakim berhasil jadi jawara. Pasangan yang didukung PDI Perjuangan, Gerindra, dan NasDem ini meraih suara 36,8 persen atau 314.111 suara.
Sementara pasangan yang diusung Partai Golkar, Daniel Mutaqien Syafiuddin-Taufik Hidayat (Mantap) meraih 28,4 persen atau 242.558 suara pemilih.
Advertisement
Kemudian menguntit di bawahnya adalah pasangan nomor urut 1 Muhamad Sholihin-Ratnawati. Paslon yang diusung PKB, PKS, Demokrat, dan Hanura ini meraih 26,1 persen atau 222.975 suara. Dan terakhir, pasangan nomor urut 2 Toto Sucartono-Deis Handika yang maju dari jalur independen (perseorangan) meraih 8,6 persen atau 73.495 suara.
Baca Juga
Terkait fenomena ini, pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Muhammad Iqbal Syafrudin mengatakan, kekalahan Partai Golkar di Pilkada Indramayu bukan tanpa alasan. Setidaknya ada dua faktor yang menjadi penyebabnya, pertama, adalah faktor internal Golkar. Faktor internal ini ditandai dengan adanya gesekan dan konflik internal di kubu Partai Golkar.
"Saya kira internal Golkar di Kabupaten Indramayu dalam Pilkada kemarin enggak selesai, sehingga soliditas kader dalam memenangkan Pak Daniel yang sudah resmi diusung DPP sangat lemah, dan itu yang menjadi alasan utama kenapa Partai Golkar di sana bisa kalah meskipun sudah berjaya puluhan tahun," katanya, Selasa (15/12/2020).
Akibat konflik itu, kata dia, kader-kader Partai Golkar tidak satu suara dalam memenangkan calon yang diusung secara resmi. Mereka tidak loyal dan banyak yang 'mbalelo' dan bahkan menyeberang memilih calon dari partai lain.
"Nah, yang jadi ironis saya kira, membelotnya para kader ini karena manuver politik elit pimpinan DPRD Indramayu yang berasal dari Golkar. Sehingga terjadi banyak pengkhianatan. Loyalitas kader kepada partai menjadi lemah," katanya.
Iqbal mengatakan, mereka secara institusi merupakan kader Golkar tetapi dalam pilihan politik mereka tidak hanya membangkang perintah pimpinan partai untuk memenangkan calon yang diusung secara resmi oleh Golkar, tetapi malah menyeberang memilih calon lain.
"Jika masalah loyalitas ini diabaikan, maka sangat buruk terhadap demokrasi itu sendiri. Tidak hanya di Partai Golkar, tapi juga partai-partai lainnya. Kesetiaan itu sangat penting. Dan karenanya, saya kira DPP Golkar perlu memberikan punishment dan sanksi tegas terhadap kader-kader jika memang sudah melakukan pengkhianatan terhadap arah kebijakan partai," kata Iqbal.
"Begitu pun jika Golkar Indramayu ingin berjaya kembali, maka saya kira konflik harus sudah diakhiri. Mahkamah partai harus menolak gugatan yang diajukan Saefudin cs terhadap Musda X yang telah digelarnya," katanya menambahkan.
Kedua, adalah faktor masih kuatnya politik uang (money politics). Menurut Iqbal, faktor ini tidak bisa dipandang sebelah mata, karena praktik ini sangat masif terjadi dalam pilkada di mana pun.
Politik uang, kata Iqbal, jika terus dibiarkan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pemimpin yang dipilih, selain juga dampaknya membuat kualitas demokrasi di Indonesia menjadi semakin memburuk.
Â
**Ingat #PesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.