Liputan6.com, Bandung -- Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat, Dani Ramdan menyebut, semua daerah di Jawa Barat memiliki risiko bencana. Dari 27 daerah, 16 daerah di antaranya berkategori risiko tinggi, 11 lainnya tergolong sedang.
Daerah yang dinilai paling berisiko bencana antara lain Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Sukabumi. Sementara di wilayah Bandung Raya, daerah yang masuk dalam kategori risiko tinggi antara lain, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang. Adapun, Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi dinilai masuk kategori sedang.
Advertisement
Baca Juga
Secara lengkap, daerah rawan bencana di Jawa Barat yang masuk kategori tinggi lainnya antara lain, Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Kuningan, dan Kota Banjar.
Daerah risiko sedang lainnya adalah Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Tasikmalaya, Kota Sukabumi, Kota Depok, dan Kota Bogor.
"Dari rencana dan peta rawan bencana itu, pemerintah desa bisa menyusun, misalnya jalur evakuasi manakala akan berpotensi bencana, tempat evakuasi atau pengungsian. Kalau itu sudah ditambah kesiapan personel dan peralatan bencana, maka bencana itu bisa kita hadapi," ungkap Dani, saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (20/1/2021).
"Hal yang sama bisa dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Jika tinggi muka air sungai sudah mencapai level yang membahayakan, segera lakukan evakuasi ke tempat yang lebih tinggi," imbuh Dani.
**Ingat #PesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Potensi Bencana Masih Ada
Dani Ramdan menyatakan, kajian risiko serta penyusunan peta rawan bencana menjadi penting. Selain sebagai langkah antisipasi dan perencanaan penanggulangan, hal itu juga dapat menjadi referensi kewaspadaan bagi masyarakat.
Dani menegaskan, semua jenis kebencanaan, mulai dari banjir, longsor, gempa bumi, sampai tsunami, berpotensi terjadi di Jawa Barat.
"Hanya gempa yang tidak bisa diprediksi kapan dan di mana terjadi. Tapi kalau banjir, kita lihat dari kondisi alam termasuk banjir rob karena air laut yang naik. Sedangkan, tsunami dan gempa tidak bisa diprediksi," ungkapnya.
Di samping itu, Dani menyatakan, dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) pun tengah disiapkan. RPB, katanya, merupakan turunan dari Pergub Nomor 1 tahun 2020 tetang Kesiagaan Bencana di Jawa Barat, yang berupa blue print kesiagaan bencana Jabar.
Kewaspadaan dan kesadaran masyarakat akan potensi bencana menjadi mutlak. Selain untuk mencegah terjadi bencana, dua hal tersebut dapat meminimalisasi potensi korban meninggal dunia dan kerugian harta benda.
Di samping kesiapan penanggulangan, lanjut Dani, mitigasi mandiri dari masyarakat terhadap potensi bencana di lingkungannya juga penting disadari. Contohnya, masyarakat diimbau rutin memeriksa dan membersihkan saluran-saluran air, memeriksa tebing-tebing untuk mengetahui kualitas vegetasi juga tembok penahan tanah.
Jika terjadi retakan di tanah atau di tembok penahan tersebut apalagi ada aliran air yang merembes, hal itu merupakan tanda bahwa bisa terjadi potensi longsoran yang berbahaya.
"Dalam kondisi demikian khususnya ketika terjadi hujan lebat, sebaiknya masyarakat yang bermukim di sekitar tebing seperti itu melakukan evakuasi ke tempat yang lebih aman," ucapnya.
Advertisement
Jangan Salahkan Hujan
Sementara terkait penyebab bencana, Pakar hidrologi Unpad, Prof Chay Asdak mengungkapkan, curah hujan bukanlah satu-satunya faktor tunggal. Ia lebih menyoroti persoalan bencana berkaitan dengan kerusakan alam dan masalah tata ruang.
Persoalan ini, misalnya, terjadi dalam bencana banjir yang kerap terjadi di tiga kecamatan, yakni di Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang dan Kecamatan Cicalengka dan Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Chay menilai, banjir yang terjadi tak lepas dari rusaknya Gunung Geulis di kawasan tersebut.
"Sisi timur Gunung Geulis itu kan sudah terjadi alih fungsi lahan secara masif, tanaman menyerupai hutan sekarang sudah berubah menjadi permukiman," ungkapnya.
Kondisi itu diperparah dengan penyusutan area pesawahan di Jatinangor yang kian tergerus perluasan permukiman dan kawasan industri. Padahal, kata Chay, persawahan setidaknya menjadi area parkir air saat hujan turun, sehingga tak langsung luber ke wilayah yang rendah.
Ketika kawasan Jatinangor dan Rancaekek mendapatkan limpahan air, sayangnya, di sisi lain sarana drainase dinilai tidak memadai. Chai menyebut, seluruh jalan di kawasan tersebut banyak yang tidak disertai dengan sarana drainase di bahu jalan.
"Jadi mudah dimengerti ketika gelontoran air yang besar dari atas timur tadi, kalau drainasenya tidak baik, jalan akan menjadi sungai," katanya.
Persoalan berikutnya, pendangkalan dan penyempitan sungai di kawasan tersebut. Chay menuturkan, sungai di Jatinangor dan Rancaekek mengalami pendangkalan akibat sedimentasi erosi, lumpur, serta sampah.
"Jangankan di Jatinangor, Kota Bandung saja yang infrastruktur dan monitoring sampahnya lebih baik, tetap masih jadi persoalan saat hujan," ujarnya.
Tetap Waspada
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memperingati agar semua pihak waspada setidaknya hingga Maret 2021. Dalam prakiraan mereka, puncak musim hujan akan terjadi pada Januari hingga Februari mendatang.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyampaikan, dalam periode puncak musim hujan ini, masyarakat diimbau untuk tetap terus mewaspadai potensi multi-bencana hidrometeorologi, gempabumi dan tsunami.
"Sampai Maret masih ada potensi multirisiko, tapi untuk hidrometeorologi puncaknya pada Januari-Februari. Tapi seiring dengan itu, potensi kegempaan juga meningkat, mohon kewaspadaan masyarakat," katanya.
BMKG memprakirakan pada periode 16-21 Januari 2021 potensi hujan lebat dengan intensitas sedang-lebat terdapat di wilayah, Aceh, Sumatera Utara, Jami, Sumatera Selatan, anten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Malukua, Papua Barat dan Papua.
Advertisement