Liputan6.com, Jakarta - Gempa bumi mengguncang Indonesia. Secara beruntun ada 4 gempa bumi dalam sehari. Apa yang sebenarnya terjadi?
Gempa bumi terjadi pada Selasa 7 Juli 2020. BMKG mencatat gempa bumi terjadi di Jepara, Jawa Tengah; Rangkasbitung, Banten; Pangandaran, Jawa Barat; dan Enggano, Bengkulu.
Awalnya gempa Jepara, Jawa Tengah. Terjadi pukul 05.54 WIB dengan Magnitudo 6,1. Pusat gempa di 6.12 Lintang Selatan dan 110.55 Bujur Timur, atau 53 kilometer barat laut Jepara, Jawa Tengah, dengan kedalaman 578 km. Gempa tidak berpotensi tsunami.
Advertisement
Kemudian gempa Rangkasbitung, Banten. Terjadi pukul 11.44.14 WIB dengan Magnitudo 5,4. Pusat gempa di 6.69 Lintang Selatan dan 106.14 Bujur Timur, atau 18 km barat daya Rangkasbitung, 95 km barat daya Jakarta, dengan kedalaman 82 km. Gempa tidak berpotensi tsunami.
Selanjutnya gempa Pangandaran, Jawa Barat. Terjadi pukul 12.17.52 WIB dengan Magnitudo 5. Pusat gempa di 9.42 Lintang Selatan dan 107.27 Bujur Timur, atau 234 km barat daya Kabupaten Pangandaran, dengan kedalaman 10 km. Tidak berpotensi tsunami.
Berikutnya gempa Enggano, Bengkulu. Terjadi pukul 13.16.22 WIB dengan Magnitudo 5,2. Pusat gempa di 7.47 Lintang Selatan LS dan 103.02 Bujur Timur, atau 250 km tenggara Enggano, Bengkulu, dengan kedalaman 10 km. Tidak berpotensi tsunami.
Video Pilihan
Ada Kaitan?
Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono mengungkapkan fakta-fakta terkait rentetan gempa yang terjadi. Menurut dia, gempa beruntun tersebut tidak memiliki keterkaitan antara satu peristiwa dengan yang lainnya.
"Gempa yang terjadi secara beruntun pada Selasa 7 Juli 2020 tidak memiliki kaitan dengan gempa yang terjadi sebelumnya. Gempa berada pada sumber yang berbeda, kedalaman yang berbeda, dan juga berbeda mekanismenya," jelas Daryono.
Dia menerangkan, sebenarnya apa yang terjadi di beberapa wilayah gempa itu adalah manifestasi pelepasan medan tegangan pada sumber gempa masing-masing. Masing-masing sumber gempa mengalami akumulasi medan tegangan sendiri-sendiri, mencapai stres maksimum sendiri-sendiri, hingga selanjutnya mengalami rilis energi sebagai gempa juga sendiri-sendiri.
"Ini konsekuensi logis daerah dengan sumber gempa sangat aktif dan kompleks. Kita memang memiliki banyak sumber gempa. Sehingga jika terjadi gempa di tempat yang relatif berdekatan lokasinya dan terjadi dalam waktunya yang relatif berdekatan, maka itu hanya kebetulan saja," ujar dia.
Advertisement
Pertanda Apa?
"Apakah rentetan gempa ini sebagai pertanda akan terjadi gempa besar? Hal ini sulit diprediksi. Tetapi dengan adanya rentetan aktivitas gempa ini, tentu patut kita waspadai," ucap Daryono.
Karena dalam ilmu gempa atau seismologi, kata dia, khususnya pada teori tipe gempa, ada tipe gempa besar yang kejadiannya diawali dengan gempa pendahuluan atau gempa pembuka. Setiap gempa besar hampir dipastikan didahului dengan rentetan aktivitas gempa pembuka.
"Tetapi rentetan gempa bumi yang terjadi di suatu wilayah juga belum tentu berakhir dengan munculnya gempa besar. Inilah karakteristik ilmu gempa yang memiliki ketidakpastian atau uncertainty yang tinggi, yang penting juga untuk kita pahami," ujar Daryono.
Efek Tanah Lunak
Daryono menjelaskan, gempa Rangkasbitung, Banten yang sangat dirasakan di Jakarta karena adanya fenomena efek tapak atau local site effect. Di mana efek soft sedimen atau tanah lunak yang tebal di Kota Jakarta memicu terjadinya resonansi gelombang gempa. Sehingga guncangan gempa diamplifikasi diperbesar guncangannya, sehingga wilayah Jakarta sangat merasakan gempa tersebut.
"Dalam teori gempa disebutkan, dampak gempa tidak saja akibat magnitudo gempa dan jaraknya dari sumber gempa, tetapi kondisi geologi setempat sangat menentukan dampak gempa," kata dia.
Daryono mengungkapkan, banyak pertanyaan masyarakat yang menayakan apakah gempa Rangkasbitung, Banten dan gempa Pangandaran, Jawa Barat bersumber dari sumber gempa yang sama.
"Kedua gempa ini sumber gempanya berbeda," tegas dia.
Dia menuturkan, gempa Rangkasbitung, Banten terjadi akibat adanya deformasi batuan pada irisan atau slab Lempeng Indo-Australia di Zona Benioff di kedalaman 87 kilometer. Sedangkan gempa Pangandaran, Jawa Barat dipicu adanya deformasi batuan pada slab Lempeng Indo-Australia di Zona Megathrust.
(Reporter: Muhammad Ali)
Advertisement