Jenuh Belajar Daring, Siswa SD di Garut 'Hijrah' Jadi Pengamen Boneka

Ketiadaan aktivitas sekolah tatap muda dan tidak meratanya fasilitas belajar seperti smartphone menjadi salah satu alasan kenapa pelajar SD-SMP akhirnya terjun menjadi pengamen boneka.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 25 Jan 2021, 09:06 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2021, 09:00 WIB
Para pengamen boneka yang masih duduk di bangku sekolah SD-SMP tersebut, nampak tengah beristirahat sambil menunggu lampu merah menyala di pertigaan lampu merah Toserta Asia, Garut, Jawa Barat.
Para pengamen boneka yang masih duduk di bangku sekolah SD-SMP tersebut, nampak tengah beristirahat sambil menunggu lampu merah menyala di pertigaan lampu merah Toserta Asia, Garut, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Gagalnya pelaksanaan belajar secara tatap muka bagi pelajar kota Intan Garut, Jawa Barat, yang sedianya digelar mulai awal tahun ini, menimbulkan persoalan baru selama pelaksanaan sekolah daring alias online di rumah.

Para pelajar Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang jenuh dengan keadaan, akhirnya hijrah menjadi pengamen boneka di pertigaan lampu merah, jalanan perkotaan, hingga perkampungan penduduk untuk mengais rezeki.

“Kalau saya alasannya karena tidak punya HP (handphone) Android, sehingga menjadi pengamen karena sekolah libur (Daring),” ujar Hardiansyah (13), dalam curhatannya kepada Liputan6.com, Ahad (24/1/2021).

Pelajar kelas satu (VII), salah satu sekolah swasta di wilayah Garut Kota itu, rela berjalan kiloan meter hanya untuk meraih rezeki, dari setiap recehan yang diberikan penduduk, hingga pengguna jalan, sebagai ‘upah’ dari aksi lucu mereka saat beratraksi dengan boneka.

“Seluruh peralatan yang kami gunakan merupakan sewaan,” ujarnya.

Dengan nada malu-malu, Hardi mengaku profesi pengamen boneka musiman yang ia jalani, sengaja ditempuh untuk mengusir rasa bosan, pengaruh dari lamanya masa sekolah daring akibat Covid-19.

“Di rumah juga tidak ada aktivitas lain selain bermain, makanya diisi dengan mengamen (boneka) ini,” kata dia.

Hal senada disampaikan, Muhammad Reza dan Sigit, dua rekan dari Hardi yang masih duduk di Sekolah Dasar (SD). Menurut Reza, profesi menjadi pengamen boneka dilakukan untuk membantu perekonomian keluarga, akibat dampak Covid-19.

“Sebanarnya tidak minta orang tua, tapi kasihan juga melihat orang tua,” ujar pelajar kelas V salah satu sekolah negeri di sekitar Sukanegla, Kecamatan Garut Kota tersebut.

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Ragam Alasan

Seorang pengamen boneka tengah menanti belas kasian pengguna jalan di perempatan lampu merah Toserba Asia, Garut, Jawa Barat.
Seorang pengamen boneka tengah menanti belas kasian pengguna jalan di perempatan lampu merah Toserba Asia, Garut, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Selain itu, keperluan sekolah daring yang wajib dilengkapi smartphone, menjadi faktor lain Reza akhirnya ngemper di jalan, memungut setiap recehan yang diberikan pejalan kaki.

“Saya paling tiap hari bisa mendapatkan Rp20-30 ribu bersih setelah dipotong sewa boneka,” kata dia.

Sementara Sigit tidak banyak memberikan penjelasan. Pelajar kelas 2 SD tersebut lebih banyak memungut uang recehan menggunakan ember kecil yang sengaja ia tenteng.

Beberapa kali saat lampu merah menyala di perempatan Toserta Asia di Jalan Ahmad Yani, sambil sesekali menggoyangkan paha, ia menyorongkan tangan plus ember kecil yang ia bawa untuk meminta belas kasihan pengguna jalan.

Terlihat beberapa lembar dan recehan uang koin ia peroleh, dari setiap pengguna jalan yang melintas. “Sebenarnya uang yang kami peroleh digunakan juga untuk jajan, sebab orang tua tidak memberikan uang jajan,” ujar Reza.

Dalam catatan Liputan6.com, fenomena menjamurnya pengamen boneka mulai terlihat sejak masa pandemi Covid-19 mewabah di Tanah Air pada Maret tahun lalu.

Hampir di setiap pertigaan, perempatan jalan raya, hingga perkampungan di sekitar perkotaan Garut, penuh dengan atraksi pengamen boneka.

Biasanya mereka berkelompok dengan jumlah minimal dua orang. Ini untuk berbagi peran antara yang membawa alat musik dan mengambil uang, serta satu pemain lain bertugas berjoget menghibur warga.

Bahkan seiring lamanya masa pendidikan tanpa tatap muka alias daring, mulai ditemukan pengamen boneka anak-anak. Aksi kocak dan menggemaskan mereka membuat masyarakat iba dan memberikan sejumlah uang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya