Liputan6.com, Palembang - Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Sumatera Selatan (Sumsel), turut mendampingi kasus penganiayaan yang dialami perawat Rumah Sakit (RS) Siloam Sriwijaya Palembang.
Christina Ramauli Simatupang (28), merupakan perawat RS Siloam Sriwijaya Palembang, yang dianiaya JT, orangtua pasien rumah sakit, pada hari Kamis (15/4/2021).
Advertisement
Baca Juga
JT sendiri sudah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan dan perusakan, oleh Polrestabes Palembang pada hari Sabtu (17/4/2021).
Tersangka sendiri sudah mengakui perbuatannya dan menyampaikan permintaan maaf kepada korban, keluarga korban dan pihak terkait.
Namun banyak beredar di media sosial (medsos), para warganet yang mempertanyakan kinerja korban, saat menangani anak tersangka.
Ketua DPW PPNI Sumsel Subhan akhirnya angkat bicara. Saat mengetahui adanya kasus penganiayaan terhadap korban, DPW PPNI Sumsel dan Komite Keperawatan RS Siloam Sriwijaya Palembang langsung melakukan investigasi kinerja korban sebelum penganiayaan.
“Setelah dilakukan investigasi, korban sudah bekerja sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO),” ucapnya kepada Liputan6.com, Minggu (18/4/2021).
Dia pun menjelaskan tentang penanganan pencabutan selang infus dari pasien, yang sudah dilakukan korban sesuai SPO.
Menurutnya, tindakan pemasangan infus di tangan pasien, yaitu memasukkan selang berukuran kecil ke dalam pembuluh darah balik atau vena.
“Ketika terpasang, jarumnya tidak ada lagi (di pembuluh vena). Yang ada tinggal selang kecil. Ketika dicabut dan ditekan, harus segera diplester. Untuk memastikan tidak terjadi lagi pendarahan,” katanya yang menanggapi kekerasan terhadap perawat RS Siloam Sriwijaya Palembang.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini :
Bekerja Sesuai SPO
Setelah plester di bekas pemasangan selang dipasang, lanjut Subhan, pasien tidak boleh bergerak. Namun karena pasien adalah anak-anak, pascaselang infus dilepas, pasien tersebut bergerak dan digendong oleh orangtuanya.
“Ketika dia bergerak, ada tekanan dari pembuluh vena. Ketika tertekuk, plester jadi longgar dan terjadi pendarahan. Tapi korban sudah bekerja sesuai SPO,” ujarnya.
Apapun yang terjadi, Subhan menyayangkan adanya kekerasan terlebih penganiayaan yang dilakukan orangtua pasien. Jika merasa dirugikan atau tidak puas, Subhan menilai jika bisa orangtua pasien bisa melayangkan komplain ke pihak rumah sakit.
“Bisa juga melapor polisi atau ke Ombudsman, jika merasa dirugikan atau tidak puas dengan pelayanan itu. Tidak boleh melakukan kekerasan, apalagi penganiayaan,” ungkapnya.
Pascakejadian tersebut, DPW PPNI Sumsel terus mengimbau kepada perawat di Sumsel, agar tetap bekerja sesuai SPO yang disepakati oleh rumah sakit.
Advertisement
Pesan ke Perawat
Dia juga meminta agar para perawat bekerja dengan kehati-hatian, ilmu yang tinggi, kemampuan yang mumpuni, serta cara bertutur dan berkomunikasi yang sopan saat melayani pasien.
“Yang paling penting, jangan sampai karena kejadian ini, para perawat tidak mau bekerja. Tetap laksanakan tugas sesuai SPO yang aman,” katanya.
Subhan juga mengingatkan kepada pihak rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, untuk melindungi seluruh tenaga kesehatan (nakes) ketika berdinas.
Tidak ada celah pihak rumah sakit tidak mau bertanggungjawab berkaitan dengan komplain dan penganiayaan. Perawat jangan pernah takut. PPNI akan terus mendampingi sesuai dengan SPO masing-masing,” katanya.