Pagi-Pagi Menelusuri Jejak Belanda di Pulau Boyan Batam

Pulau Boyan menyimpan sekelumit sejarah di era pendudukan Belanda pada masa silam.

oleh Ajang Nurdin diperbarui 01 Jun 2021, 06:00 WIB
Diterbitkan 01 Jun 2021, 06:00 WIB
Pulau Boyan Batam
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam kembali menelusuri pulau-pulau bersejarah di Kota Batam dan sekitarnya. Kali ini, penelusuran tim dari Disbudpar dilakukan di Pulau Boyan, Pulau Buluh, Bulang, Batam. (Liputan6.com/ Ajang Nurdin).

Liputan6.com, Batam - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam kembali menelusuri pulau-pulau bersejarah di Kota Batam dan sekitarnya. Kali ini, penelusuran tim dari Disbudpar dilakukan di Pulau Boyan, Kelurahan Pulau Buluh, Kecamatan Bulang. Pulau Boyan menyimpan sekelumit sejarah di era pendudukan Belanda pada masa silam.

Perjalanan dimulai menggunakan speedboat dari Pelabuhan Rakyat Sagulung, dengan menempuh waktu sekitar 15 menit perjalanan. Setibanya di lokasi, pengunjung bakal melihat jejeran rumah warga di Pulau Boyan.

Warga dan sesepuh Pulau Boyan, Ena, kepada Liputan6.com akhir pekan kemarin menuturkan, pada 1960, ia mulai menetap di Pulau Boyan bersama suaminya. Pada tahun itu pula, dirinya mengaku masih melihat bekas-bekas bangunan peninggalan Belanda yang ada di Pulau Boyan. Seperti terowongan, penjara, tempat meriam, dan bekas rumah.

"Dulu jalan semen masih bisa dilewati mobil," katanya, Sabtu (29/5/2021).

Pulau ini, sambung dia, dulunya menjadi markas Belanda dan terdapat lubang tempat persembunyian. Kemudian, terdapat juga bekas bangunan yang difungsikan seperti kolam renang dan berada persis di tepi laut. Sehingga, saat air laut surut, bangunan itu berisi air dan dijadikan kolam renang.

"Saya memang tidak menjumpai orang Belanda, saya hanya diceritakan oleh orang tua sini dan almarhum suami," ucap wanita berusia 70 tahun itu. "Sayang sekarang makin sedikit dinding batunya karena diroboh dan dijual batu batanya oleh masyarakat," katanya lagi.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Cagar Budaya

Pulau Boyan Batam
Pulau Boyan yang masuk dalam wilayah Kelurahan Pulau Buluh, Kecamatan Bulang, menyimpan sekelumit sejarah di era pendudukan Belanda di Indonesia. (Liputan6.com/ Ajang Nurdin)

Kepala Disbudpar Kota Batam Ardiwinata, yang ikut dalam rombongan ekspedisi bersama Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Disbudpar Kota Batam, Muhammad Zen, mengungkap sejarah peninggalan Belanda di Pulau Boyan tersebut. Ia mengatakan, berdasarkan cerita turun temurun, Pulau Boyan diperkirakan menjadi tempat bagi Belanda melakukan pemantauan wilayah perbatasan di daerah yang diduduki sesuai Traktat London.

Dalam penelusuran tersebut, Ardi menemukan tiga situs atau bekas bangunan yang diperkirakan menjadi tapak pos pemantauan, ada bekas kantor, dan tapak meriam.

"Sejarah-sejarah semacam ini yang akan terus kami gali," katanya.

Ia menjelaskan, kumpulan jejak sejarah Belanda di Pulau Boyan akan diceritakan dan menjadi koleksi Museum Batam Raja Ali Haji, tepatnya di Khazanah masa Belanda. Bagi pengunjung yang ingin melihat langsung bekas bangunan, juga dapat langsung datang ke Pulau Boyan.

Tak berhenti di situ, Disbudpar juga berencana menelusuri jejak sejarah peninggalan Belanda di Pulau Sambu, Kecamatan Belakangpadang. Pulau ini dulunya dikontrak dan digunakan oleh Belanda sejak Kesultanan Riau Lingga dan berakhir tahun 1976.

Sementara Anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Batam, Anasrudin, mengatakan, Pulau Boyan memang mempunyai jejak sejarah yang berkaitan dengan masa penjajahan Belanda di Tanah Air. Karena itu, TACB siap menerima laporan dari organisasi atau masyarakat, tentang potensi cagar budaya lain yang mungkin belum ditemukan.

"TACB Kota Batam siap bekerja untuk mengkaji bukti-bukti yang ada," ucapnya.

Anas menyampaikan, saat ini Kota Batam sudah mempunyai TACB. Sehingga, masyarakat yang menjumpai benda-benda yang kemungkinan merupakan peninggalan sejarah atau benda cagar budaya, dapat melaporkanya atau mendaftarkannya melalui Disbudpar Kota Batam.

"Dari data tersebut, TACB akan mengkaji dan menggelar rapat. Kategori cagar budaya sendiri, nantinya dinilai berdasarkan lama tahun suatu barang, nilai pentingnya, dan juga bentuknya," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya