Liputan6.com, Bangkalan - Dalam beberapa waktu ini, banyak warga Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur yang tengah menjalani karantina di bekas kantor BPWS mengeluhkan fasilitas buruk di tempat karantina tersebut.
Keluhan itu umumnya disampaikan lewat rekaman video, mulai dari soal air yang mampet, musala tak bisa dipakai untuk ibadah, hingga ada yang terpaksa tidur di lantai beralas kardus.
Advertisement
Baca Juga
Aneka keluhan yang kemudian banyak muncul di lini media sosial itu, direspon para anggota DPRD Jawa Timur asal Bangkalan dengan mengecek langsung tempat karantina yang terletak di kawasan kaki Suramadu sisi Madura itu.
Mereka antara lain Mahfud dari PDIP, Mathur Husyairi dari PBB, dan Muhammad Aziz politikus PAN.
Setelah blusukan ke seluruh area gedung, Mahfud memastikan sejumlah keluhan itu telah ditangani oleh satgas.
Air misalnya, sudah lancar mengalir dan musala bisa dipakai untuk beribadah. Penyejuk udara dalam ruangan pun menyala.
"Soal ada yang tidur di lantai juga sudah kami tanyakan langsung, ternyata atas kemauan sendiri," kata politikus PDIP itu.
Simak video pilihan berikut ini:
Tim Edukasi dan Rumah Sakit Darurat
Kendati fasilitas ada perbaikan, Mahfud melihat perlunya satgas membentuk tim edukasi agar pasien merasa aman dan nyaman selama menjalani masa karantina.
"Dalam pikiran mereka karantina itu menakutkan, makanya saya pikir perlu ada tim edukasi," ujar dia.
Adapun politikus PBB Matur Husyairi menyarankan agar gedung bekas kantor BPWS itu diluaskan fungsinya dari tempat karantina menjadi rumah sakit darurat.
Sebab, kata dia, pasien kategori Orang Tanpa Gejala (OTG) terus bertambah sementara kondisi RSUD Syamrabu tak kuat menampung alias nyaris penuh.
"Per hari ini pasien OTG bertambah 21 orang, yang sudah ada di karantina 351 orang, sementara kapasitas bed 360. Harapan saya gedung BPWS ini selain untuk karantina juga bisa buat RS lapangan (darurat)," kata dia.
Sementara soal penyekatan di Suramadu yang juga banyak dikeluhkan, para wakil rakyat ini sepakat meminta satgas memasifkan proses tracing atau penelusuran kontak erat para pasien positif.
Hasil tracing itu kemudian digunakan untuk melokalisasi agar tidak menyebar. Jika ini berjalan, maka tidak perlu lagi ada penyekatan dan swab antigen di Suramadu yang kerap memicu kerumunan.
Advertisement