Liputan6.com, Surabaya - Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya meminta semua pihak berkolaborasi mendukung penyekatan Jembatan Suramadu sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
"Ikhwal kekurangan atau ketidaksempurnaan dalam pelaksanaan penyekatan Suramadu harus terus dievaluasi dan dicarikan jalan keluar terbaik," kata Ketua PCNU Surabaya Acmad Muhibbin Zuhri di Surabaya, Jumat, 18 Juni 2021.
Menurut dia, jangan sampai kekurangan tersebut ada pihak-pihak tak bertanggung jawab yang memanfaatkannya untuk melakukan provokasi atau mengaitkannya dengan isu SARA, dilansir dari Antara.
Advertisement
Baca Juga
"Saya harap semua menahan diri untuk tidak memperkeruh suasana dan tetap fokus kepada penanganan pandemi," ujarnya.
Ia meyakini semua pihak baik itu Pemprov Jatim, Pemkot Surabaya, Pemkab Bangkalan, TNI, Polri serta tenaga kesehatan memiliki kepentingan yang sama terhadap keselamatan dan kesehatan warga di Surabaya, Bangkalan dan Madura pada umumnya.
"Semoga COVID-19 dapat ditangani dengan baik," katanya.
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, pihaknya terus melakukan evaluasi terkait penyekatan di akses Suramadu. Bahkan, evaluasi ini juga melibatkan Pemerintah Kabupaten Bangkalan serta Pemerintah Provinsi Jatim.
"Kami juga sudah melakukan beberapa kali evaluasi. Jadi masa waktunya (hasil swab) itu bukan kami yang menentukan, tapi sesuai petunjuk pedoman dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan)," ujarnya.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini
Isu Diskriminasi
Meski demikian, kata dia, sudah ada percepatan yang sudah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Surabaya seperti halnya tes cepat antigen cukup menunggu 15 menit dan tes usap PCR tidak menunggu hari lagi, tapi jam.
Saat melakukan pertemuan dengan tokoh dan romas dari Madura di Surabaya pada Kamis (17/6), Irvan juga meluruskan adanya soal isu diskriminasi yang muncul karena penerapan penyekatan di akses Suramadu.
"Salah satunya adalah terkait diskriminasi, tapi bukan menyangkut ras (golongan). Diskriminasi yang dianggap oleh mereka (ormas) adalah diskriminasi kebijakan yang dilakukan pemerintah kota," kata Irvan.
Menurut dia, salah satu ormas menilai bahwa kebijakan penyekatan di akses Suramadu sisi Surabaya ini merupakan bentuk diskriminasi kebijakan. Namun demikian, lanjut dia, setelah diberikan pemahaman, akhirnya mereka menyadari bahwasanya kebijakan tersebut bukanlah sebuah diskriminasi.
"Mereka menyadari bahwa ini bukan sebuah diskriminasi. Tapi memang sebuah upaya untuk memutus mata rantai dan mereka memahami. Karena kan tidak bisa keluar dari 3T (Testing, Tracing dan Treatment)," ujarnya.
Advertisement