Liputan6.com, Wajo - Proyek pembangunan Pasar Tempe di Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan mendapat sorotan dari banyak pihak. Betapa tidak, penggunaan material alam dalam proses pembangunan Pasar Tempe diduga merupakan material yang ilegal.
Pembangunan proyek strategis nasional itu sebelumnya dimenangkan oleh PT Delima Agung Utama dengan total anggaran mencapai Rp45,3 miliar yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pembangunan Pasar Tempe sendiri sudah harus rampung sebelum 31 Desember 2021.
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun Liputan6.com, penggunaan material alam mulai dari kerikil, pasir hingga tanah timbunan dalam proyek pembangunan Pasar Tempe berasal dari tambang galian C ilegal yang berada di Kabupaten Wajo. Apalagi memang tidak ada satupun tambang galian C yang di Kabupaten Wajo yang memiliki Izin Usaha Pembangunan (IUP).
Salah satu yang menyoroti dugaan penggunan tanah timbunan ilegal dalam proses pembangunan Pasar Tempe adalah Andi Sumitro yang merupakan ketua Lembaga Badan Pemantau Kebijakan Publik Kabupaten Wajo. Sumitro menuturkan bahwa pembangunan Pasar Tempe itu menggunakan tanah timbunan yang berasal dari tambang yang tidak memiliki Izin Usaha Pembangunan (IUP).
"Apabila perusahaan konstruksi yang menerima berbagai jenis material dari penambang ilegal untuk pembangunan proyek itu bisa dipidana sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," jelas Sumitro beberapa waktu lalu.
Simak juga video pilihan berikut:
Klarifikasi Pihak Kontraktor
Terpisah, Manajer Proyek Pembangunan Pasar Tempe, Guntur Kusnadi pun tidak memungkiri ihwal dugaan material alam ilegal yang digunakan dalam proyek pembangunan Pasar Tempe. Namun Guntur mengatakan penimimbunannya dilakukan oleh manajer yang menjabat sebelum dirinya.
"Ini pekerjaan sudah dari tahun lalu, bulan Oktober kontraknya. Jadi kan teman-teman di Wajo itu berani nimbun karena sudah ada kontrak. Tapi masalahnya PCM (Pre-Construction Meeting) belum mulai. Dan terjadi pergantian manajer, saya ini manajer pengganti," kata Guntur kepada Liputan6.com, Jumat (25/6/2021).
Guntur kemudian menjelaskan bahwa material alam yang digunakan bahwa seluruh amterila timbunan yang digunanan untuk proses pembangunan pasar tempe kemudian tidak terhitung lantaran ditimbun sebelum MC-0.
"Timbunan yang ada di lapangan itu tidak dihitung. Jadi yang terhitung itu setelah kita MC-0 pada bulan maret. Jadi PU tidak menghitung itu (timbunan sebelum MC-0)," jelasnya.
Pihak kontraktor pun mengaku mengalami kerugian karena hal tersebut. Kusnadi menuturkan bahwa anggaran yang digunakan untuk membayar timbunan tersebut pun tidak akan dibayar oleh negara.
"Jadi terjadi kerugian dari pihak kontraktor. Agunan yang ada tidak dibayar oleh negara. Kontraktor ini rugi sendiri karena menimbun sebelum MC-0, ini sama saja kontraktor yang nyumbang kepada negara. Saya sebagai manajer baru ini stres juga," keluhnya.
Kusnadi sendiri mengaku telah mendapatkan panggilan dari pihak kepolisian untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan material alam ilegal yang digunakan dalam proyek pembangunan Pasar Tempe.
"Iya sudah (ada panggilan pemeriksaan dari pihak kepolisian). Tapi saya belum hadir, kalaupun saya hadir saya juga tidak memberikan apa-apa karena saya ini manajer pengganti," ucap dia.
Kusnadi mengaku hingga kini pembangunan pasar tempe baru rampung sekitar 10 persen saja. Padahal proyek ini sudah harus rampung sebelum 31 Desember 2021.
"Sejauh ini sudah rampung 10 persen, gara-gara lockdown sebelum lebaran, belum lagi banyak kendala lain termasuk persoalan administrasi. Padahal kami sudah harus rampung di bulan Desember 2021. Makanya sekarang ini kita aslinya mati-matian untuk menyelesaikan ini," dia memungkasi.
Advertisement