Kalau Lahir Zaman Dulu Belum Tentu Bisa Naik Andong, Ini Alasannya

Andong menjadi kendaraan tradisional yang masih dapat dijumpai di Yogyakarta dan sekitarnya

oleh Tifani diperbarui 03 Feb 2022, 11:03 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2022, 08:00 WIB
20160514-Ulang Tahun Sleman ke-100, Warga Yogyakarta Kirab dengan Andong
Sejumlah peserta mengikuti kirab dengan menaiki andong melintasi kawasan Tugu ,Yogyakarta,(14/5/2016).Kirab di laksanakan untuk menyambut peringatan ulang tahun satu abad kabupaten sleman.(Boy Harjanto)

Liputan6.com, Yogyakarta - Andong menjadi kendaraan tradisional yang masih dapat dijumpai di Yogyakarta dan sekitarnya. Andong menjadi salah satu ciri khas kota budaya ini.

Dikutip dari berbagai sumber, andong arau kereta kencana pertama kali diciptakan oleh seorang insinyur Belanda yang bernama Charles Theodore Deelman.

Spesifikasi andong memiliki empat roda, dua roda di bagian depan dan dua roda di bagian belakang. Ukuran roda depan lebih kecil jika dibandingkan dengan dua roda di bagian belakang.

Masing-masing roda memiliki jeruji yang berjumlah 12 batang untuk roda depan, dan 14 jeruji di bagian belakang. Penumpang duduk di belakang kusir dengan tempat duduk dibuat saling berhadap-hadapan , depan dan belakang.

Penumpang dapat menaiki andong dari sisi sebelah kanan atau kiri. Jumlah roda inilah yang membedakan bendi, dokar, atau delman yang hanya memiliki 2 roda. 

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Transportasi Mewah

Pada zaman penjajahan, andong menjadi transportasi yang mewah dan penting. Sebab, hanya kalangan bangsawan dan tuan tanah yang mampu memilikinya.

Di Yogyakarta, keberadaan andong tak lepas dari pengaruh Kerajaan Mataram Islam. Kala itu raja-raja Mataram menggunakan andong sebagai kendaraan pribadinya. Mulai awal abad ke-19 hingga abad-20, andong menjadi salah satu penanda sebagai status sosial priyayi keraton yang dimulai ketika keraton dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono VII.

Saat itu, rakyat biasa tidak boleh menggunakan andong dan hanya bisa menggunakan gerobak sapi atau dokar yang hanya terdiri dari dua roda saja. Kemudian, pada masa kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono VIII, andong mulai digunakan oleh masyarakat umum, meskipun masih terbatas dan diperuntukkan bagi para pedagang saja.

Seiring dengan perkembangan zaman, andong kini semakin jarang digunakan sebagai moda transportasi. Fungsinya sebagai alat transportasi telah bergeser menjadi sarana rekreasi di beberapa lokasi wisata, salah satunya di kota Yogyakarta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya