Tanggapan Dokter UGM soal Viral Kuku Penyintas Covid-19 Bersinar Usai Minum Favipiravir

Dokter UGM berbicara soal informasi yang diterima masyarakat bahwa kuku bisa bersinar usai minum Favipiravir bagi penyintas Covid-19. Dosen UGM ini meminta masyarakat agar lebih berhati-hati dengan informasi tersebut.

oleh Yanuar H diperbarui 10 Mar 2022, 16:00 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2022, 16:00 WIB
FOTO: Kimia Farma Produksi Obat COVID-19
Aktivitas pekerja di pabrik produksi obat Kimia Farma di Banjaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (29/7/2021). Menurut Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Kimia Farma telah memproduksi obat COVID-19 Favipiravir berkapasitas produksi 2 juta tablet per hari. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Yogyakarta - Anton Sony Wibowo Dokter spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan, dan Kepala Leher (THT-KL) Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM menanggapi viralnya informasi yang diterima masyarakat melalui media sosial bahwa kuku penyintas Covid-19 yang mengonsumsi Favipiravir menyala saat disinari Ultraviolet (UV).

Ia meminta masyarakat  tidak langsung percaya dengan unggahan maupun pesan yang beredar terkait fluoresensi pada kuku maupun rambut manusia karena mengonsumsi favipiravir.  

Anton menyatakan secara klinis di rumah sakit belum pernah menemukan fenomena fluoresensi atau terpancarnya sinar oleh suatu zat yang telah menyerap sinar atau radiasi elektromagnetik lain pada kuku atau rambut manusia akibat mengonsumsi obat favipiravir.

Dari hasil literatur review yang dilakukan, ia menemukan ada laporan satu kali oleh Ozunal dan Guder (2021), di salah satu jurnal dalam bentuk laporan kasus (case report).

"Belum tentu semua informasi tersebut bisa diaplikasikan pada semua penderita Covid-19 karena perlu penelitian lebih lanjut dan tidak menggeneralisasi. Masyarakat sebaiknya tetap fokus pada terapi dan diagnosis resmi dari Kementerian Kesehatan," katanya, Rabu (9/3/2022).

Anton mengatakan terkait kasus ini secara ilmiah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode yang lebih baik. Selain itu, juga perlu dilakukan meta analisis untuk mengetahui level of evidence dari laporan kasus tersebut.

Anton menjelaskan favipiravir merupakan salah satu antivirus yang digunakan pada pengobatan Covid-19. Obat Favipiravir ini merupakan salah satu obat dengan mekanisme kerja sebagai ribonucleotide analog dan menghambat RNA polimerase pada virus sehingga akan menghambat replikasi virus.

"Jadi konsumsi favipiravir akan menghambat perkembangbiakan virus Covid-19 dalam tubuh pasien sedangkan adanya fluoresensi pada tubuh manusia karena penggunaan favipiravir masih perlu penelitian lebih mendalam lagi," terang dosen FKKMK UGM ini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya