Perlon Unggahan, Cara Masyarakat Adat Bonokeling di Banyumas Menyambut Ramadan

Mereka melintasi perbukitan yang memisahkan Banyumas dan Cilacap sambil menjinjing 'ambeng'.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 16 Mar 2023, 03:00 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2023, 03:00 WIB
Ilustrasi ramadan
Ilustrasi ramadan. (Photo Copyright by Freepik)

Liputan6.com, Banyumas - Satu minggu menjelang bulan Ramadan, masyarakat Banyumas biasanya akan melakukan tradisi perlon unggahan. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh masyarakat di Desa Pekuncen, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah.

Dalam tradisi ini, para anak-cucu trah Bonokeling melakukan ziarah kubur ke makam leluhur, yaitu makam Bonokeling. Menariknya, saat ziarah kubur, masyarakat adat Bonokeling harus berjalan secara rombongan tanpa alas kaki.

Mereka akan berjalan hingga puluhan kilometer dari Cilacap. Mereka melintasi perbukitan yang memisahkan Banyumas dan Cilacap sambil menjinjing 'ambeng'.

Mengutip dari budaya-indonesia.org, perlon unggahan telah berlangsung sejak beberapa abad silam. Ketika sampai di makam Bonokeling, enam Kasepuhan akan berdoa, yaitu Kasepuhan Kyai Mejasari, Kyai Padawirja, Kyai Wiryatpada, Kyai Padawitama, Kyai Wangsapada, dan Kyai Naya Leksana.

Usai berdoa, kegiatan dilanjutkan dengan menyantap bersama makanan yang telah dibawa oleh masyarakat. Tersedia berbagai macam makanan tradisional, tetapi yang harus ada adalah nasi bungkus, serundeng sapi, dan sayur becek atau sayur berkuah.

Serundeng sapi dan sayur becek tersebut harus disajikan oleh 12 laki-laki dewasa. Namun, jumlah tersebut juga bisa disesuaikan dengan jumlah sapi yang disembelih.

Selanjutnya, masyarakat akan saling berebut untuk mendapatkan makanan. Masyarakat percaya hal tersebut dapat menambah keberkahan di bulan Ramadan.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya