Baku Pukul Sapu di Maluku, Tradisi Ekstrem Hari ke-7 Lebaran

radisi pukul sapu ini awalnya dilaksanakan untuk mengenang keberhasilan warga desa setempat saat membangun masjid tanpa menggunakan 'ping' atau paku.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 15 Apr 2023, 12:00 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2023, 12:00 WIB
PUKUL SAPU - Liputan6 Petang
(Liputan6 TV)

Liputan6.com, Maluku - Pukul manyapu atau pukul sapu merupakan salah satu tradisi yang masih dilestarikan di Negeri Mamala dan Morella, Maluku Tengah. Tradisi turun-temurun ini erat kaitannya dengan perayaan Lebaran di wilayah tersebut.

Tradisi pukul sapu ini awalnya dilaksanakan untuk mengenang keberhasilan warga desa setempat saat membangun masjid tanpa menggunakan 'ping' atau paku. Peristiwa tersebut terjadi sekitar abad ke-17.

Mengutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, menurut cerita mantan Raja Negeri Mamala, rakyat diperintahkan oleh Belanda untuk turun dari gunung dan mendirikan kampung serta masjid di pesisir agar mudah diawasi. Hal tersebut terjadi usai perang Kapahaha pada 1637-1646.

Pembangunan masjid sempat terhenti dan terbengkalai karena warga kesulitan menyambung kayu-kayunya. Akhirnya seorang tokoh agama saat itu, Imam Tuni, berpuasa selama beberapa hari untuk memperoleh petunjuk yang diberikan melalui mimpinya.

Dalam mimpinya, Imam Tuni diminta untuk menyambung kayu-kayu tersebut dengan menggunakan minyak 'nyualaing matetu' atau yang lebih dikenal dengan minyak tasala. Minyak ini digunakan untuk membasahi potongan kain putih yang dipakai untuk menyambung kayu-kayu tersebut.

Kebenaran cerita ini dapat dibuktikan saat pembongkaran masjid tua di desa tersebut. Pada setiap sambungan kayu maupun tiangnya ditemukan potongan kain putih yang tidak menggunakan 'ping'. Satu-satunya kayu yang menggunakan paku adalah tiang alif pada masjid tua itu.

Sementara itu, masyarakat Ambon atau Maluku lebih sering menyebut minyak tersebut dengan nama minyak Mamala. Minyak ini ternyata memiliki kasiat yang terbukti ampuh untuk mengobati penyakit patah tulang dan keseleo.

 

Buktikan Keampuhan Minyak

Dari sinilah lahir tradisi pukul manyapu. Untuk membuktikan keampuhan minyak Mamala, maka dilakukan uji coba pemukulan dengan menggunakan batang lidi mentah dari pohon enau.

Ternyata luka yang ditimbulkan akibat sabetan lidi pun sembuh setelah dioles minyak Mamala. Dalam tempo dua atau tiga hari, luka akibat pukulan sapu lidi tersebut akan mengering dan tidak berbekas.

Keberhasilan ini kemudian dirayakan dengan melaksanakan tradisi pukul manyapu dengan memilih waktu tepat berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW. Akhirnya, dipilihlah hari raya ke-7 atau 7 Syawal setelah Lebaran dengan melaksanakan tradisi adat ini.

Mengutip dari jadesta.kemenparekraf.go.id, dalam bahasa daerah Morella, masyarakat menyebut tradisi ini dengan nama 'palasa' atau 'baku pukul manyapu'. Artinya, para peserta akan saling memukul dengan menggunakan sapu lidi.

Pada pelaksanaannya, peserta dibagi dalam dua kelompok atau regu dengan jumlah minimal 10 orang. Mereka mengenakan celana pendek, bertelanjang dada, dan memakai pengikat kepala merah atau yang biasa disebut 'kain berang'. Sebelum memulai tradisi perang sapu ini, para peserta harus menjalani ritual adat di baileo (rumah adat) oleh para tetua adat.

(Resla Aknaita Chak)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya