Misteri Toko Merah di Kota Tua Jakarta, Akibat Tragedi Kelam Masa Lampau

Toko Merah dibangun pada 1730 oleh Gustaaf Willem Baron van Imhoff, Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 19 Mei 2023, 03:00 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2023, 03:00 WIB
Covid-19 di Indonesia
Warga sedang berkunjung ke Kota Tua, Jakarta Barat sambil mengenakan masker karena masih di tengah pandemi COVID-19. (28/8/2022) Foto: Liputan6.com/ Ade Nasihudin).

Liputan6.com, Jakarta - Toko Merah merupakan bangunan kuno yang berada di kawasan Kota Tua Jakarta, tepatnya di Jalan Kali Besar Barat Nomor 11, Tambora, Jakarta Barat. Salah satu destinasi wisata ini ternyata juga menyimpan kisah misteri dan peristiwa kelam masa lampau.

Beberapa sumber menulis, pernah terjadi peristiwa kelam yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban. Toko Merah dibangun pada 1730 oleh Gustaaf Willem Baron van Imhoff, Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu.

Bangunan ini pernah menjadi kediaman beberapa Jenderal Gubernur yang saat itu menjabat. Bahkan, bangunan ini juga pernah difungsikan sebagai hotel.

Dilihat dari arsitekturnya, bangunan ini sangat kental dengan sentuhan arsitektur Tionghoa. Dominasi warna merah membuat bangunan ini sangat identik dengan nuansa oriental.

Adapun nama Toko Merah diberikan saat hak milik bangunan ini jatuh ke salah seorang pejabat Tionghoa sekaligus kapten Cina di Batavia, Oey Liauw Kong, pada abad ke-19. Namun, sumber lain menyebut nama Toko Merah terinspirasi dari warna bangunan yang didominasi warna merah.

Fungsi bangunan ini tak hanya berakhir sebagai toko. Bangunan ini terus beralih fungsi pada beberapa tahun setelahnya.

Adapun beberapa sumber juga menyebut nama Toko Merah diambil pasca-peristiwa Geger Pecinan (Tragedi Angke) yang menyebabkan banyak orang Tionghoa menjadi korban. Peristiwa inilah yang menjadi kisah kelam bangunan ini.

Mayat mereka berserakan di Kali Besar. Bukan itu saja, darah mayat-mayat itu membuat permukaan air Kali Besar menjadi berwarna merah.

Tragedi yang terjadi pada 1740 ini merupakan peristiwa pembantaian bengis dan mengerikan bagi warga Tionghoa. Pembantaian itu dilakukan oleh prajurit VOC atas perintah Gubernur Jenderal Adrian Valckenier.

 

Pembantaian 13 Hari

Pembantaian yang dimulai pada 9 Oktober itu berlangsung selama 13 hari. Sekitar 24 ribu orang Tionghoa menjadi korban dalam tragedi tersebut. Tak hanya pembantaian, tragedi penyiksaan, pemerkosaan, hingga penjarahan juga terjadi selama peristiwa tersebut terjadi.

Kisah tersebut tampaknya meninggalkan nuansa misteri pada bangunan Toko Merah. Banyak pengunjung yang datang bukan hanya karena tertarik dengan bangunan kunonya, tetapi juga karena cerita mistisnya.

Warga sekitar mengaku pernah menemui hal mistis di sekitar area bangunan tersebut, seperti langkah kaki prajurit hingga teriakan dan tangisan wanita di malam hari. Ada juga yang mengaku pernah melihat sosok wanita bergaun putih dari jendela bangunan.

Sang penjaga gedung juga menyebut pernah ada peristiwa kerasukan yang dialami salah satu pengunjung yang sedang memotret bangunan. Saat kerasukan, orang tersebut tidak berkomunikasi dengan bahasa Indonesia.

Saat sadar, ia bercerita bahwa dirinya melihat sosok hitam masuk ke bingkai kameranya ketika sedang mengambil gambar sudut bangunan toko. Setelah itu, ia kehilangan kesadaran.

Meski ada beberapa cerita mistis yang dialami warga maupun wisatawan, tetapi tak membuat kawasan ini sepi pengunjung. Masih banyak wisatawan yang hadir untuk sekadar berfoto atau mempelajari lebih jauh tentang sejarah bangunan Toko Merah ini. Sejak 2012, bangunan ini juga direstorasi ulang dan digunakan sebagai tempat pameran dan konferensi hingga saat ini.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya