Jalan-Jalan ke Magelang Saat Musim Kemarau Mirip Pergi ke Jepang, Ini Alasannya

Penanaman pohon tabebuya dimulai sejak tahun 2010 sejak masa kepemimpinan Wali Kota Sigit Widyonindito.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 02 Nov 2023, 06:00 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2023, 06:00 WIB
Tabebuya ungu
Tabebuya ungu (dishut.jatimprov.go.id)

Liputan6.com, Magelang - Jalan-jalan ke Magelang, Jawa Tengah pada musim kemarau akan disuguhkan dengan suasana yang mirip dengan Jepang. Pada musim itu, masyarakat akan melihat bunga tabebuya bermekaran bak pohon sakura.

Bunga dengan warna merah muda dan putih itu mempercantik pemandang jalanan di sejumlah kawasan Kota Magelang. Misalnya, di Jalan Tentara Pelajar, kawasan PJKA Kebonpolo, Jalan Daha, Jalan Soekarno Hatta, Jalan Kapten Suparman, Jalan Sriwijaya, Taman Shoppin, hingga Desa Payaman.

Tak sedikit, masyarakat yang melintas di kawasan itu berhenti untuk sekadar berswafoto atau mengabadikan momen bunga tabebuya saat mekar di musim kemarau. Belakangan pemandangan bunga tabebuya yang bermekaran viral di media sosial maupun mainstream. Ini membuat banyak konten kreator yang sengaja datang untuk membuat konten dengan latar belakang bunga tabebuya yang bermekaran.

Berikut ini beberapa fakta bunga tabebuya yang mekar di Kota Magelang:

1. Mulai Ditanam pada 2011

Melansir laman Prokompim Hubungan Masyarakat Kota Magelang, penanaman pohon tabebuya dimulai sejak tahun 2010 sejak masa kepemimpinan Wali Kota Sigit Widyonindito. 

Pada saat itu, tabebuya ditanam sebagai pohon perindang di kawasan Jalan Pahlawan, Jalan Piere Tendean, kawasan Jurangombo, dan Jalan Sudirman.

Saat 2010, Wali Kota mencanangkan Program Magelang Kota Sejuta Bunga. Sebelumnya, program ini sebatas menanam pohon bintaro (Cerbera manghas) dan pohon Sepatu Dea (Spathodea campanulata) untuk pohon perindang. 

Penanaman tabebuya dinilai ideal ketimbang pohon lainnya, pasalnya pohon bintaro cukup berbahaya lantaran memiliki kandungan racun, sedangkan pohon sepatu kerap merusak trotoar hingga jalan karena akarnya yang cepat membesar.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Asli dari Brasil

2. Asli dari Brasil

Kendati sering disandingkan dengan pohon sakura, nyatanya tabebuya berasal dari Brasil. Tanaman dengan nama latin Handroanthus chrysotrichus itu sering kali dianggap sebagai tanaman sakura lantaran memiliki bunga yang sekilas hampir mirip.

Namun, kedua tanaman ini amat berbeda bahkan tidak berkerabat. Tabebuya berasal dari Brasil, hidup di habitat tropi dan subtropis. Tabebuya berasal dari familia Bignoniaceae dan genus Handroanthus, sementara sakura berasal dari familia rosaceae, dan genus prunus.

3. Di Kota Magelang Bisa Mekar Sampai 3 Kali

Tabebuya idealnya hanya mekar setiap dua kali dalam setahun. Biasanya mekar sekitar bulan Maret dan Oktober. Pada kurun waktu itu pula merupakan waktu yang tepat untuk berkunjung ke Kota Magelang untuk melihat bunganya bermekaran.

Namun, tahun 2023 jadi pengecualian. Bunga tabebuya di Kota Magelang mekar untuk ketiga kalinya. Bulan Oktober-November akan jadi puncak bunga tabebuya di sana bermekaran.

Kepala Bidang Pengkajian Dampak dan Penataan Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Magelang Joni Budi Hermanto mengutarakan, tabebuya mekar tiga kali di Kota Magelang adalah fenomena alam yang luar biasa.

Kata Joni, bunga tabebuya di Kota Magelang sempat mekar pada kurun waktu Juni-Juli dan Agustus-September 2023 lalu.

"Biasanya mekar setahun sekali. Di bulan Juli-Agustus. Tapi, kemarin maju. Di Juni, sudah berbunga. Saya kira karena cuaca panas yang luar biasa sehingga pohon itu berbunga lagi," kata Joni tempo hari.

 


Hasil Swadaya

4. Tabebuya di Desa Payaman, Secang Hasil Swadaya Masyarakat

Masyarakat Dusun Dusun Ngletoh, Desa Payaman, Secang, Kabupaten Magelang ikut meramaikan tanamanan tabebuya yang banyak ditanam di Kota Magelang.

Mereka terdorong untuk menanam pohon tersebut karena dinilai memiliki nilai estetik yang tinggi selain untuk membuat jalanan di kawasan desa itu lebih rindang.

Seorang warga warga RT 13/RW 6 Dusun Ngletoh Nur Kholis menuturkan, warga sepakat menanam tabebuya karena keresahan yang sama, jalan menuju desa gersang.

"Kalau jalan kaki, terasa panas. Atas inisiatif warga, kami mengadakan musyawarah. Bagaimana kalua sepanjang jalan ini ditanami pepohonan," ujar Kholis tempo hari.

Berangkat dari keresahan itu, warga sepakat untuk menanam secara swadaya tanpa bantuan Pemda atau Pemdes dengan nominal berapapun. Untuk pertama kali, pohon itu pun ditanam pada 2016.

 

Penulis: Taufiq Syarifudin

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya