Liputan6.com, Kupang - Petugas gabungan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT menggagalkan upaya penyelundupan dan penjualan anak komodo. Satu anak komodo itu rencananya akan dijual ke Denpasar Bali melalui Pelabuhan ASDP Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat. Polisi sendiri sudah menetapkan empat tersangka dalam kasus penjualan satwa liar yang dilindungi itu.
Kepala Balai Taman Nasional Komodo, Hendrikus Rani Siga mengatakan, populasi komodo di Taman Nasional Komodo saat ini berjumlah 3.156 ekor.
Sementara data populasi komodo di Taman Nasional Komodo tahun 2022 yang didapatkan dari BBKSDA NTT menyebutkan, secara alami mengalami fluktuasi sesuai dengan ketersediaan populasi satwa mangsa di alam.
Advertisement
Secara umum populasi Komodo meningkat dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2022 diperoleh data bahwa populasi Komodo menurun kurang lebih 100 ekor.
"Populasinya sempat turun di tahun 2022," ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (8/11/2023).
Hal ini disebabkan karena kondisi populasi satwa mangsa yang menurun sebagai akibat tingginya populasi Komodo pada tahun sebelumnya.
Ia menambahkan, penurunan populasi ini tidak signifikan karena populasi komodo masih dalam rentang stabil, atau berada dalam kisaran 3.000-4.000 ekor.
Kronologi Penyelundupan Komodo
Sebelumnya, Polres Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) menetapkan empat tersangka kasus penyeludupan satwa dilindungi yakni seekor anak Komodo dari Kampung Kerora, Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo.
"Pelaku utama berinisial H dari Bali, lalu I yang mengomunikasikan ke pelaku utama, serta M dan A yang merupakan orang Manggarai Barat untuk menangkap dan menjerat Komodo," kata Wakapolres Manggarai Barat Kompol Budi Guna Putra, beberapa waktu lalu.
Informasi penyeludupan anak Komodo diperoleh dari petugas Karantina Pertanian yang mendapati seekor anak Komodo dengan mulut diikat menggunakan lakban dan kaki terikat berada di dalam sebuah tas hitam yang dititipkan oleh pelaku utama H pada sebuah truk bermuatan pisang di Pelabuhan ASDP Labuan Bajo.
Aparat kepolisian pun langsung melakukan pengejaran kepada H yang hendak melakukan penerbangan hari itu juga.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, anak Komodo itu telah ditangkap oleh M dan A yang merupakan warga asli kampung tersebut pada tanggal 16 Oktober 2023 lalu dibawa ke Labuan Bajo menggunakan kapal kayu ketinting. Anak Komodo tersebut hendak dibawa ke Bali lewat jalur laut.
H sendiri telah lima kali melakukan hal serupa, yakni dua kali pada bulan Juni 2023, dua kali pada bulan September 2023, dan satu kali kejadian pada tanggal 16 Oktober 2023 lalu.
"Ditangkap lima, lalu tiga berhasil dijual ke Bali dan Jawa, duanya mati. Yang terjual tiga," ucapnya.
Ia menjelaskan anak Komodo ditangkap menggunakan jerat dari tali nilon dan kayu.
Tersangka M dan A yang menangkap anak Komodo di Pulau Rinca diiming-iming upah sebesar Rp2 juta per ekor.
Selanjutnya I sebagai perantara atau yang mengkomunikasikan informasi penangkapan anak Komodo kepada H diimingi uang sebesar Rp500 ribu.
"Dari hasil penyelundupan pada bulan Juni 2023, pelaku menjual anak komodo dengan kisaran harga Rp20 juta sampai Rp28 juta," ungkap Budi.
Kini pihak kepolisian tengah melakukan pendalaman kasus tersebut.
Budi menegaskan adanya tindakan hukum yang diberikan kepada semua pihak yang terlibat dalam jaringan penyelundupan satwa yang dilindungi ini.
Selanjutnya pasal yang dipersangkakan yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem Pasal 21 ayat 2 huruf A dengan ancaman hukuman lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.
"Untuk penadah, terus kami dalami dan penyelidikan. Kalau terbukti kami tindak tegas," katanya tegas.
Koordinator Resort Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT di Labuan Bajo, Udin, menambahkan satwa yang ditemukan tersebut merupakan anak Komodo jantan berusia lebih kurang satu tahun.
Berdasarkan pemeriksaan dari otoritas medis Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Manggarai Barat, anak Komodo tersebut didiagnosa mengalami hipoksia atau kondisi kekurangan oksigen sehingga menyebabkan kematian.
"BBKSDA NTT akan terus melakukan pengawasan peredaran tumbuhan satwa liar (TSL) di tempat keluar masuk TSL," ucap Udin.
Advertisement