Liputan6.com, Aceh - Tindakan menghalangi tugas jurnalis dengan intimidasi kembali terjadi. Kali ini menimpa dua wartawan di Aceh, diduga dilakukan oleh anggota kepolisian yang mengawal Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang sedang berkunjung ke Aceh, Kamis malam (9/11/2023).
Ironis, kejadian ini berlangsung di kedai kopi yang selama ini dijadikan sebagai sekber jurnalis di Banda Aceh. Apa yang dialami oleh kedua jurnalis menambah deretan panjang pengangkangan UU Pers di Indonesia.
Sebelumnya, wartawan KompasTV dan Kompas.com, Raja Umar tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan usai mendapat info keberadaan Ketua KPK Firli Bahuri di sekber jurnalis Jalan STA Mahmudsyah, sekitar pukul 21.49 WIB. Malam itu juga dia bergegas ke lokasi dengan niat meliput.
Advertisement
Raja Umar telah menimbang-nimbang bahwa nanti dirinya akan menanyakan perihal agenda kunjungan Firli Bahuri ke Aceh sekaligus dugaan mangkirnya purnawirawan kepolisian itu dari panggilan Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Sebagaimana diketahui, Firli Bahuri tercatat absen dalam pemeriksaan kedua yang telah dijadwalkan Polda Metro Jaya, Selasa 7 November 2023. Hingga kini, yang bersangkutan baru diperiksa sebanyak satu kali yakni di Bareskrim Polri pada Selasa 24 Oktober 2023.
Firli Bahuri sendiri datang ke Aceh bertepatan dengan roadshow bus antikorupsi dan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023. Di sekber pada malam itu, Firli Bahuri dijamu oleh sejumlah pemilik media yang tergabung di dalam Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) untuk minum kopi juga makan durian.
Di lokasi, Raja Umar dengan atribut kewartawanannya menghampiri meja Firli Bahuri cs lalu meminta waktu kepada ketua KPK periode 2019-2023 itu untuk diwawancarai. Namun, permintaan tersebut tidak diamini oleh Firli Bahuri dengan alasan dirinya sedang makan durian.
"...lagi makan duren,” Raja Umar meniru ucapan Firli Bahuri kepadanya, seperti tertera di dalam keterangan tertulis diterima Liputan6.com, Jumat malam (10/10/2023).
Mendapat jawaban tersebut, Raja Umar tidak kehabisan akal, lantas ia pun memohon agar Firli Bahuri berkenan diwawancarai setelah selesai makan durian. Untuk itu, Raja Umar pun menunggu dengan cara duduk di meja yang terpaut dari meja Firli Bahuri cs.
Apa tumon, sesaat kemudian seorang pria berpakaian kasual tiba-tiba menghampiri Raja Umar lalu meminta agar wartawan itu menghapus file foto yang dia ambil barusan. Raja Umar memang sempat mengambil beberapa foto dengan kamera handphone sewaktu meninggalkan meja Firli Bahuri cs.
Selain itu, sebelum beranjak dari meja Firli Bahuri cs, Raja Umar juga sempat diperingatkan agar dirinya tidak memotret atau merekam gambar apa pun. Raja Umar membalas peringatan tersebut dengan mengatakan bahwa dirinya adalah wartawan yang sedang bertugas sembari mundur perlahan, menjauh dari meja Firli Bahuri cs.
Lelaki yang baru saja menghampiri Raja Umar diyakini merupakan personel kepolisian. Menurut Raja Umar, hal itu diungkap langsung oleh yang bersangkutan sewaktu lelaki tersebut mendesak Raja Umar agar menghapus file foto dari galeri handphone-nya.
"Saya polisi, berhak meminta saya hapus foto itu," kata Raja Umar.
Raja Umar yang mulai mencium alamat yang kurang baik ini pun segera menyalakan rekaman untuk berjaga-jaga. Saat itu, Raja Umar tetap berkeras menolak, dan menanyakan apa alasan dirinya harus menghapus foto-foto tersebut.
Lelaki tersebut sempat berkali-kali mengulangi kalimat bahwa dirinya meminta tolong agar foto-foto tersebut dihapus dengan intonasi nada bicara yang semakin dipertegas. Di sini, Raja Umar kembali menegaskan bahwa dirinya adalah wartawan.
Ketika lelaki tersebut mengatakan bahwa dirinya tahu kalau Raja Umar seorang wartawan, Raja Umar lantas bertanya mengapa masih tetap ngotot meminta agar dirinya menghapus foto-foto tersebut.
"Tapi saya punya kewenangan...," kata lelaki tersebut seperti, seperti terdengar di dalam rekaman suara yang diterima Liputan6.com, Jumat malam.
Usaha Raja Umar untuk merekam suara ketika pengawal Firli Bahuri menghampiri dirinya sempat ketahuan. Beruntung Raja Umar sigap mengirimkan file audio tersebut ke teman-temannya.
Perlakuan serupa ikut dialami oleh Lala Nurmala, jurnalis Puja TV Aceh. Lelaki yang barusan menghampiri Raja Umar kini menyambanginya kemudian mendesak perempuan itu agar segera menghapus rekaman video yang diambilnya barusan.
Malam itu Lala Nurmala lebih dahulu sampai di sekber jurnalis daripada Raja Umar. Lala Nurmala sejak awal merasa kebingungan karena dirinya diperingatkan agar tidak memotret dan merekam video.
Lala Nurmala sebelumnya sempat merekam dalam bentuk video dengan kamera handphone sewaktu Raja Umar menghampiri meja Firli Bahuri cs, termasuk pula saat Raja Umar dihampiri oleh lelaki yang mengawal Firli Bahuri. File rekaman tersebutlah yang kelak diminta untuk dihapus.
Lelaki yang sebelumnya mengaku sebagai polisi kepada Raja Umar itu mendesak Lala Nurmala agar membuka galeri handphone-nya dan meminta agar menghapus file video tadi bahkan dari fitur 'tempat sampah' yang tertera di dalam handphone-nya. Lala Nurmala awalnya mencoba berkeras, tetapi akhirnya dia menyerah.
Tiga organisasi profesi wartawan di Aceh, yakni AJI Banda Aceh, PWI Aceh, dan IJTI Aceh, mengecam perlakuan yang dialami oleh jurnalis KompasTV dan Kompas.com, Raja Umar dan Lala Nurmala dari Puja TV Aceh.
Simak Video Pilihan Ini:
Dikecam Tiga Organisasi Pers
Dalam konferensi pers di markas AJI Banda Aceh, Jumat sore (10/11/2023), dinyatakan bahwa tindakan pemaksaan menghapus foto dan video yang dialami oleh Raja Umar dan Lala Nurmala dapat dikategorikan sebagai upaya menghalangi tugas jurnalis dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
Diatur dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers pada pasal 18 ayat 1, tindakan penghalangan tugas-tugas jurnalistik dapat dikenai sanksi pidana, yakni penjara paling lama dua tahun, atau denda paling banyak Rp 500 juta.
"Mengutuk keras kejadian atau perilaku anggota polisi pengawal Firli Bahuri yang telah melakukan intimidasi terhadap Raja Umar, Wartawan Kompas TV dan Jurnalis Puja TV Aceh, Lala Nurmala," Ketua AJI Banda Aceh, Juli Amin, membacakan pernyataan sikap atas nama ketiga organisasi profesi jurnalis.
Menimbang kasus penghalangan tugas jurnalistik disertai intimidasi yang diduga dilakukan oleh polisi ini, ketiga organisasi pers meminta Mabes Polri untuk memberi pemahaman kepada seluruh jajarannya agar menghormati kerja-kerja jurnalistik. Selain itu, oknum kepolisian pengawal Firli Bahuri yang menjadi pelaku didesak agar diberi sanksi atau hukuman.
"Diminta kepada semua jurnalis untuk tidak gentar dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan bekerja sesuai Kode Etik Jurnalistik," tegas Juli Amin.
Apakah masalah ini akan dibawa ke ranah hukum atau tidak, Juli Amin mengatakan bahwa mereka menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada masing-masing media yang menaungi kedua jurnalis.
"IJTI, AJI, dan PWI siap mengawal dan menghormati apapun kebijakan yang diambil oleh redaksi Kompas TV dan Puja TV," pungkas Juli Amin.
Kasus intimidasi yang diduga dilakukan oleh oknum kepolisian yang bertugas mengawal Firli Bahuri selama di Aceh ikut disorot oleh Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA).
Koordinator lembaga antirasuah itu, Alfian, mengatakan bahwa sikap Firli Bahuri yang tergambarkan lewat aksi defensif petugas yang mengawalnya seakan memberi kesan bahwa kedatangan Firli Bahuri ke Aceh hanya untuk menghindari panggilan atas dirinya.
"Kedatangan ketua KPK ke Aceh kali ini menjadi perhatian publik secara serius, karena status ketua dalam penyelidikan oleh Polda Metro Jaya dan Dewan Pengawas KPK dalam kasus indikasi pemerasan dan penerimaan fasilitas yang dinilai sebagai bentuk gratifikasi atau terjadinya konflik kepentingan dalam penanganan perkara oleh KPK," ujar Alfian, dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Jumat malam.
Catatan MaTA, nama Firli Bahuri terpatri sebagai pemegang rekor dalam sejarah KPK selaku orang dengan jabatan ketua dalam lembaga antikorupsi tersebut yang paling sering dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK karena dugaan pelanggaran kode etik.
"Mulai dugaan membocorkan dokumen hasil penyelidikan di Kementerian ESDM, sewa helikopter mewah, bertemu pihak terkait perkara sampai pada memberhentikan Brigjen. Pol. Endar Priantoro atas dugaan menolak menaikkan status Formula E ke tahap penyidikan karena belum menemukan niat jahat atau mens rea dan terakhir yang saat ini sedang menguras perhatian publik, dugaan ketua KPK menjadi saksi atas pemerasan terhadap tersangka SYL dan gratifikasi rumah sewa oleh seorang pengusaha," jelas Alfian.
Advertisement