Liputan6.com, Jakarta - Pada tahun ini Kolese Kanisius mencanangkan motto baru yakni "A home where discerning leaders are formed!' sebagai sebuah horizon nilai yang mendasari seluruh aspek pendidikan dan pembinaan di kolese ini.
Motto tersebut menjadi acuan juga bagi seluruh kegiatan kesiswaan, termasuk ekskursi dialog antar iman (interfaith dialogue) yang akan dijalankan oleh kelas XII pada semester ganjil ini.
Seorang pemimpin sejati hanya dapat memiliki kemampuan diskresl Ketika ia terbuka sepenuhnya pada pengalaman dan perjumpaan. Terlebih lagi periumpaan dengan mereka yang memiliki pandangan, cara hidup serta kepercayaan yang berbeda akan mengasah tiap Kanisian untuk membuka ruang dialog.
Advertisement
Kekayaan pengalaman semacam inilah yang nantinya akan membantu mereka untuk membuat pilihan dengan lebih tajam dan tepat.
Pasca pandemi COVID-19 yang melanda dunia beberapa tahun ini masyarakat Indonesia sedang dalam proses membangun Kembali berbagai bidang kehidupan, salah satunya adalah tentang komunikasi antar umat beragama.
Kolese Kanisius sebagai sebuah lembaga formasl kaummuda yang berada di jantung ibu kota negara menganggap perlu membekali para Kanisian dengan nilai-nilai toleransi dan penghargaan akan keberagaman. Secara khusus, para Kanisian kelas XII sebentar lagi akan menuntaskan masa pendidikan mereka di Kolese ini dan akan masuk ke lingkungan baru yang lebih beragam dan majemuk sehingga amat penting menanamkan rasa hormat akan prinsip hidup dan keyakinan yang beragam.
Dalam sambutanya Thomas Gunawan Wibowo, Direktur Kolese Kanisius, menyampaikan bahwa Acara ekskursi ini merupakan acara tahunan di Kolese Kanisius. Acara semacam ini diintensikan untuk beberapa hal, yaitu membekali siswa kelas XII dengan pemahaman dan pencerahan terkait tema-tema keberagaman.
Mereka adalah calon pemimpin yang haarus menjadi pribadi yang terbuka terhadap entitas bangsa Indonesia yang terkait dengan agama dan budaya. Pada akhirnya mereka harus bisa merangkul pengalaman perbedaan itu untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Tema tahun ini mengajak dan mendorong para Kanisian untuk mengolah perbedaan.
Gunawan menambahkan tahun ini Kolese Kanisius mengambil spektrum keberagaman dari agama Hindu dan Buddha, berbeda dengan tahun sebelumnya yaitu spektrum agama Islam dengan live-in di pondok pesantren. Semuanya ini disiapkan bagi para Kanisian yang sebentar lagi akan mengalami fase kehidupan yang berbeda di dunia perguruan tinggi yang lebih luas dan kompleks dibanding SMA.
Selain itu, Kanisian kelas XII pada tahun ini juga mengalami tahun politik yang intens diwarnai dengan eksplotasi unsur keagamaan demi kepentingan kelompok atau individu. Sebagai seorang Kanisian diharapkan, mampu berdiskresi dengan seluruh sumber daya dan wawasan keberagaman, salah satunya yang akan didapat dari kegiatan ekskursi ini.
Sementara itu, Pater Paulus Hastra Kurdani, SJ, selaku Moderator Kolese Kanisius, mengatakan bahwa Ekskursi dialog antar iman pada tahun ajaran 2023-2024 ini mengambil tema: "KITA MUDA, KITA BEDA, KITA BERSAUDARA." Tema tersebut ingin menekankan beberapa poin berikut:
- Sebagai subyek dicantumkan kata "kita" yang bermakna bahwa semua pribadi (tanpa terkecuali) diajak untuk menyadari identitasnya dan terlibat bersama-sama.
- Kata muda ingln menggaris bawahi karakter inisiator, penggerak, penuh kreativitas dan imajinasi, serta memiliki keterbukaan untuk mengenal hal-hal baru dan untuk mengekspresikan dirinya secara autentik. "Muda" tidak hanya dan tidak selalu terkait dengan rentang usia. Dalam artian ini, “muda” lebih merupakan sikap atau cara hidup sehingga siapa saja dapat masuk kategori ini sejauh menunjukkan beberapa aspek di atas.
- "Beda" mengindikasikan keunikan yang dimiliki oleh setiap pribadi. Dalam Ekskursi ini perbedaan itu nampak dalam penghayatan hidup kerohanian yang beragam. Perbedaan merupakan keniscayaan dalam hidup bersama, dan hidup beragama merupakan salah satu representasi yang membuat kita berbeda dari yang lain. lstilah "beda" di sini hendak menekankan bahwa tidak perlu takut menyuarakan bahwa kita berbeda dari yang lain, bahwa aku memeluk agama tertentu, bahwa aku berasal dari suku tertentu. lstilah "beda" tidak untuk membatasi dan membuat kita terputus (eksklusif) dari yang lain, melainkan untuk menyadarkan bahwa perbedaan adalah bagian dari realitas hidup manusia.
- Kata "bersaudara" terkait erat dengan istilah "beda" pada frase sebelumnya. Perbedaan yang ada bukan merupakan halangan untuk membangun persaudaraan, untuk membangun harmoni. Layaknya sebuah kelompok orkestra yang memainkan sebuah melodi yang harmonis meskipun masing-masing pemainnya membunyikan alat musik yang berbeda-beda, para Kanisian pun diajak untuk menangkap keberagaman ini sebagai peluang dan kesempatan untuk membangun dialog dan persaudaraan. Kita dapat hidup bersama dengan damai meskipun kita berbeda.
Acara Ekskursi dilaksanakan selama dua hari, yakni 9 dan 10 November 2023. Hari pertama diisi dengan Talkshow dengan mengundang 3 narasumber yaitu Yan Mitha Djaksana (Perhimpunan Pemuda Hindu (Peradah) Indonesia, Rezza A.A. Watimena Ph.D (Penekun Zen, akademisi dan pendiri rumah filsafat) dan Romo Piyavadi (Majelis Umat Budha Theravada Indonesia (Majubuthi).
Dari ketiga paparan pembicara dan sesitanya jawab dapat disimpulkan bahwa resep untuk persatuan dalam keberagaman adalah kesadaran. Dalam eksistensi kita sebagai mahluk hidup adalah kita semua sama. Pada sesi yang kedua, ditampilan kesenian yang merupakan ekspresi manusiawi dari pokok ajaran masing-masing agama.
Kungfu Shaolin yang dipentaskan oleh Yayasan Shaolin Indonesia, Tari keagamaan Hindu (Lembaga Kesenian Bali Sarswati), Hadroh (SMAN 20 Jakarta), Taichi (Perguruan Kungfu dan Taichi Energi Alam Semesta).
Pada hari kedua para Kanisian diajak untuk berkunjung ke sejumlah rumah ibadah (Gereja Katedral Jakarta, Masjid K.H. Hasyim As’yari, Pura Agung Wira Satya Bhuana, Pura Aditya Jaya, Vihara Hemadhiro Mettavati, Vihara Buddha Dharma Gotama, Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, Vihara Ekayama Arama, Vihara Palyul Nyingma Indonesia) dan sekolah (SMA Al-Izhar, SMA Atisa Dipamkara, SMA Insan Cendekia Madani, SMA Lazuardi GCS, SMA Tri Ratna).
Siswa dengan latar belakang Nasrani akan mengunjungi Rumah ibadah Masjid, Pura, Vihara dan sekolah sekolah dengan latar belakan Muslim atau Budha, sementara itu untuk para siswa yang beragama non Kristiani akan mengunjungi Gereja Katedral Jakarta untuk belajar mengenal ajaran, tradisi, kebiasaan, tata cara, dan dan berdialog terkait isu toleransi di Indonesia. Harapannya dengan mengalami perjumpaan secara langsung mereka akan semakin termotivasi menjadi para penggerak dialog dan perdamaian saat ini dan dimasa yang akan datang.