Mulai Berkembang, Sampah Menjadi Tiket Wisata

Sampah yang layak jual dan bisa didaur ulang juga diperlakukan sebagai tiket masuk wisata tubing sungai Pusur.

oleh Felek Wahyu diperbarui 17 Nov 2023, 15:15 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2023, 15:15 WIB
Daur ulang
Dompet rit double hasil daur ulang sampah dengan harga tak sampai Rp 20 ribu, sukses memikat pasar. Foto: liputan6.com/felek wahyu 

Liputan6.com, Klaten - Sampah jadi salah satu permasalahan yang dialami Kabupaten Klaten. Mengatasi hal ini masyarakat yang bermukim di bantaran Sungai Pusur, Kecamatan Polanharjo, permasalahan sampah tersebut diselesaikan secara mandiri oleh sejumlah warga.

Dengan memanfaatkan aliran sungai Pusur, masyarakat desa setempat mengubah sungai itu menjadi wahana river tubing Watu Kapu. Nah serunya, pengunjung bisa membayar dengan sampah.

Salah satu pengelola Watu Kapu, Syaifu Nurul Aminudin, mengatakan pemanfaatan Sungai Pusur sebagai tempat wisata sudah berjalan sejak beberapa tahun yang lalu. Modal awal yang dikeluarkan sekitar Rp 20 juta. Dari dana tersebut, warga turun ke sungai membersihkan tumpukan sampah.

"Modal awal untuk membeli peralatan susur sungai seperti ban dalam mobil. Sementara sisanya untuk menata kawasan tepi sungai agar lebih bersih,” katanya. 

Namun seiring berjalannya waktu, masyarakat desa setempat mulai berinisiasi untuk memanfaatkan sampah sebagai tambahan penghasilan sekaligus menjaga kebersihan. Bersama Lembaga Studi dan Tata Mandiri (Lestari) melalui program bank sampahnya, mereka mulai mengumpulkan sampah untuk dikelola menjadi layak jual. 

<p>Menikmati tubing di jalur sungai Pusur. Foto: liputan6.com/Felek wahyu </p>

Para pengunjung akhirnya bisa membayar tiket dengan membawa sampah layak jual seperti plastik, buku, kardus, besi, alumunium, botol kaca, dan botol plastik sebagai pengganti biaya masuk river tubing. Sampah yang dibawa akan ditimbang dan dipilah agar sesuai dengan harga jual di pasaran. Setiap sampah memiliki harga yang berbeda. 

“Untuk river tubing sungai Pusur biayanya Rp 50 ribu per orang. Apabila sampah yang dibawa seharga Rp 10 ribu atau mencapai Rp 20 ribu, jadi pengunjung cukup membayar sisanya saja. Kalau dari sampah seharga Rp 10 ribu, jadi cukup bayar Rp 40 ribu,” kata Syaiful.

Sementara itu, Direktur Bank Sampah Jati Diri, Nina Hermawati menjelaskan program sampah sebagai pengganti biaya masuk merupakan salah satu upaya kampanye peduli lingkungan.

“Program tersebut juga sekaligus untuk mengedukasi masyarakat agar terbiasa dengan memilah sampah yang layak jual dan tidak,” katanya.

Model Daur Ulang

Daur ulang
Tempat pensil yang diolah dari sampah. Sangat diminati dan cocok untuk gaya hidup ramah lingkungan. Foto: liputan6.com/felek wahyu 

Danone Indonesia, melalui AQUA Klaten juga memiliki beberapa binaan bank sampah. Bank sampah di sekitar pabrik Danone Aqua, ternyata berkontribusi terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar

Sriyono, ketua bank sampah Rukun Santoso yang tinggal di pinggiran Sungai Pusur di Karanglo, Polanharjo, Klaten, menyebutkan pihaknya fokus pada pengolahan sampah untuk kerajinan tangan atau unit kreasi. Prosesnya masyarakat menjual sampah yang sudah dipilah kepada Bank Sampah yang kemudian akan mengolahnya menjadi sebuah kreasi. 

“Selain membuat lingkungan bersih dan sehat, kami memberdayakan ibu-ibu lansia gunting-gunting sampah hasil olahan untuk isian tas laptop, tas gendong, tas ransel, dan berbagai macam dompet,” katanya.

Hasil-hasil kreasi dari sampah-sampah olahan itu sudah diekspor hingga Belanda, Prancis, Swedia, dan India.

“Dari Kedutaan Inggris juga pernah membeli langsung ke sini,” katanya. 

Setiap tahun omset bank sampah meningkat sekitar 30-40 persen. Hal itu menunjukkan masyarakat sekitar program mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi.

Sebagai dukungan Aqua Klaten memberikan satu buah sepeda motor roda tiga, dua mesin jahit, satu tempat pemilahan sampah, dan satu joglo tempat melatih membuat kerajinan dari sampah para tamu yang datang.

“Kami juga menerima pelatihan untuk sekolah-sekolah, ibu-ibu PKK, anak PAUD hingga mahasiswa yang ingin belajar ke tempat kami,” katanya. 

Sementara itu Iswadi, ketua bank sampah Margo Saras mengatakan program bank sampah ini mampu memberikan dampak positif kepada masyarakat Polanharjo. Program ini mampu mengubah pola pikir dan pola hidup masyarakat menjadi lebih bersih dan peduli pada pengolahan limbah dan sampah. 

“Bank sampah Margo Saras juga menjadi program percontohan bagi bank sampah dari desa lain karena manajemen dan pengelolaan sampah di sini lebih lengkap, sehingga banyak warga dari desa lain bergabung menjadi nasabah di bank sampah Margo Saras,” katanya.

Komitmen Danone Aqua Group dalam menjalankan bisnisnya selalu berpegang pada prinsip komitmen ganda, dimana kesuksesan bisnis harus sejalan dengan inovasi sosial. Pabrik Aqua Klaten sendiri telah memberikan dampak langsung bagi masyarakat sekitar industri, baik dari sisi ekonomi, pelestarian lingkungan, dan juga kesempatan pekerjaan bagi lebih dari 800 penduduk lokal.

Hal ini juga ditunjukkan dengan tahun ini Klaten kembali memenangkan Adipura 2022, dimana Aqua Danone ikut berkontribusi pada salah satu faktor penilaian yaitu pengelolaan sampah di dua titik pantau yang menjadi wilayah binaan Danone Aqua.

Program pelestarian lingkungan lainnya yang dilakukan oleh CSR Danone Aqua di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah adalah Water Sanitation and Hygiene (WASH). Program ini dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Surakarta di Daerah Aliran Sungai (DAS) Pusur yang bertujuan untuk melestarikan air tanah, sehingga kebutuhan masyarakat akan air tetap terpenuhi meskipun berada di sekitar perusahaan.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya