Ada Salat Tarawih 'Full Speed' di Ponpes Indramayu, Begini Tanggapan Muhammadiyah

Bayangkan, tarawih 23 rakaat bisa diselesaikan hanya dalam waktu 12 menit saja.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 18 Mar 2024, 10:37 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2024, 10:37 WIB
Ilustrasi Sholat Tarawih (Istimewa)
Ilustrasi Sholat Tarawih (Istimewa)

 

Liputan6.com, Jakarta - Ramadan menjadi bulan yang spesial bagi umat muslim. Selain ada ibadah puasa yang hukumnya wajib dilaksanakan, ada juga ibadah tambahan yang sifatnya sunnah. Salah satunya adalah salat tarawih usai salat wajib Isya dilaksanakan. Namun di beberapa tempat di Indonesia, di sebuah ponpes di Indramayu misalnya, ada yang menggelar salat tarawih berjemaah 'full speed', artinya salat digelar dengan cepat, hanya 7 menit saja, bahkan ada yang 23 rakaat bisa diselesaikan hanya dalam waktu 12 menit saja. Lalu bagaimana hukumya salat tarawih kilat

Menurut Wakil Ketua Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Agus Tri Sundani, seperti dikutip dari laman Muhammadiyah, Senin (18/3/2024) mengatakan, salat tarawih ngebut berpeluang lebih besar untuk tidak sah. Agus menyebut, lebih baik masyarakat memilih salat tarawih yang dilaksanakan secara standar, tidak terburu-buru, dan tumakninah.

"Kalau (alfatihahnya) dikerjakan dengan satu nafas dalam sekian rakaat itu ya jelas dalam aturan syariat tidak memenuhi syarat. Bisa dalam tanda kutip seperti main-main saja. Walaupun dia punya keyakinan. Apa yang dibaca kalau bacaannya seperti itu kan?" katanya.

Agus juga menyebut jika salah satu syarat sah salat adalah ikhlas dan tumakninah. Pengertian tumakninah dalam salat adalah tenang yang merupakan sebuah syarat untuk mencapai kekhusyuan dalam salat.

Sesuai dengan Pesan Rasulullah Saw, ”Kalau kamu berdiri ketika salat, maka berdirilah dengan tumakninah. Kalau kamu ruku, rukulah dengan tumakninah. Kemudian berbuatlah demikian dalam salatmu”. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Khurairah).

lebih jauh Agus mengatakan, salat Tarawih termasuk dalam salat malam (salatul lail/qiyamul lail). Standar yang dicontohkan Rasulullah Saw adalah 11 atau 13 rakaat. Muhammadiyah sendiri cenderung pada jumlah ini, kendati di samping itu ada kaum muslimin yang melaksanakan sebanyak 23 rakaat.

"Para ulama seperti para imam mahzab menyebut bahwa salat lail itu mastna-mastna (dua rakaat-dua rakaat), tapi ada yang menerjemahkannya ‘semampu dia’ karena ijtihad ulama, dia tidak bisa salat seperti salatnya Rasulullah Saw yang begitu bagus, bacaannya banyak. Maka ada pendapat, diringkas bacaannya tapi dibanyakkan rakaatnya. Tentu harus dilakukan secara tumakninah sebagaimana rukun-rukun salat yang ada," kata Agus.

 

Dapat Lelahnya Saja

Untuk menggapai pahala tarawih yang ideal di bulan Ramadan, kata Agus, lebih baik masyarakat mencari masjid yang tumakninah dalam melaksanakan salatnya. Apalagi Ramadan merupakan bulan untuk memaneh pahala.

"Imbauannya hendaknya mencari, tarawih itu kan bisa dikerjakan secara berjamaah dan memang dianjurkan untuk dikerjakan secara berjemaah. Tapi juga bisa dilakukan di rumah. Kalau memang tidak bisa menemukan jemaah yang bisa membuat kita lebih khusyuk dalam salat, ya lebih baik kita salat di rumah. Kalau memang tidak menemukan. Tapi kan sekarang kan sudah banyak (masjid bagus). Yang melakukan cepat itu hanya satu dua saja," katanya.

Jangan sampai, kata Agus, kita tergolong orang-orang yang hanya mendapatkan lelahnya saja dalam tarawih.

Seperti tertulis dalam hadis: "…berapa banyak orang yang mengerjakan qiyamul lail hanya mendapatkan bergadang dan rasa lelah saja dalam bangunnya."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya