Liputan6.com, Jakarta - Indonesia, dengan keberagaman budaya dan suku bangsa, memiliki warisan seni yang begitu kaya dan beragam. Kesenian Indonesia bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga mencerminkan keindahan dan kekayaan nilai-nilai budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Kesenian tradisional seperti tari, musik, teater, dan tradisi lisan adalah salah satu kekayaan budaya Indonesia yang utama. Setiap daerah memiliki bentuk kesenian tradisional yang unik dengan otentisitas tersendiri.
Panggung Maestro IV menghadirkan pagelaran seni pertunjukan tradisi nusantara persembahan Yayasan Bali Purnati bekerja sama dengan Direktorat Perfilman, Musik dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
Advertisement
Ajang ini didukung PT Pertamina (Persero), PT Bank Syariah Indonesia Tbk, Dinas Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Bombana, PT Bluebird Group, Perkumpulan "Cahayo Hati Limpapeh", Yayasan Taut Seni & Bumi Purnati Indonesia.
Agenda ini juga sebagai bentuk apresiasi bagi para maestro yang telah mendedikasikan hidupnya untuk menjaga dan merawat kesenian tradisional Indonesia, serta menjadi garda terdepan dalam upaya pelestarian warisan seni dan budaya bangsa.
Kehadiran dan ketulusan maestro merupakan karya bakti yang tidak ternilai demi generasi mendatang agar tidak kehilangan karakter dan jati diri dalam putaran zaman dan arus modernisasi.
Sebagai sebuah kegiatan berkelanjutan, pada pergelaran kali ini akan menampilkan para maestro dari dua daerah yaitu: Sulawesi Tenggara dan Sumatera Barat.
Panggung Maestro
Anggota Dewan Artistik Panggung Maestro, Endo Suanda menyampaikan panggung Maestro adalah sebuah pernyataan (bukan pengukuhan) penghormatan kepada para seniman yang telah mengalirkan energi seni-budaya yang didapat dari para pendahulunya. Energi adalah daya hidup, semacam sukma, bukan benda mati.
"Tapi sukma hanya ada jika raga terjaga. Pernyataan ini adalah niat, semacam janji, untuk kita menjadi pewaris aktif dengan memelihara dan memupuk energi itu, hingga akan lahir buah dan biji yang membekali pertumbuhan budaya seterusnya," ujarnya.
Panggung Maestro pertama kali diselenggarakan pada Juli 2023 dan akan hadir keempat kalinya pada Mei 2024 ini di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Panggung Maestro kali ini menghadirkan maestro kesenian dari dua daerah yaitu Sulawesi Tenggara dan Sumatera Barat yang menampilkan Tari Lumense, Tari Lariangi, Randai, Ulu Ambek, Musik Katumbak, dan Tari Piring.
Anggota Dewan Artistik Panggung Maestro, Sulistyo Tirtokusumo mengatakan suatu hal yang sangat membahagiakan sekaligus mengharukan, ketika kita mendapat kesempatan dipertemukan dengan para penari yang berusia di atas 70 tahun bahkan ada yang sudah melebihi 90 tahun, namun masih berkarya.
"Lama rentang waktu yang dijalani di bidangnya bukan main-main. Konsep wiraga, wirama, serta wirasa sudah jauh dilampauinya, dan yang mampu ada dan selalu ada adalah "kasunyatan" yg senantiasa bersemayam di dalam tubuhnya, dan itulah sejatinya sang Maestro," jelasnya.
Seluruh persiapan pementasan ini tak lepas dari gotong royong tim Panggung Maestro dan para pemangku kepentingan di daerah Sulawesi Tenggara yaitu di Kabaena Timur & Kaledupa dan Sumatera Barat di Pariaman.
Advertisement