Tari Seudati, Tarian Tradisional yang Digunakan sebagai Media Penyebaran Islam di Aceh

Tari seudati mulai dikembangkan sejak Islam masuk ke Aceh. Tarian ini dimanfaatkan sebagai media dakwah untuk mengembangkan ajaran agama Islam.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 06 Jun 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2024, 16:00 WIB
Tari Seudati
Foto: Rino Abonita/ Liputan6.com

Liputan6.com, Aceh - Tari seudati merupakan salah satu tari tradisional Aceh yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB). Tarian ini menjadi kesenian asli sekaligus identitas masyarakat Aceh.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, nama tarian ini berasal dari kata syahadat. Arti nama tersebut adalah saksi, bersaksi, atau pengakuan terhadap tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah. Beberapa orang mengatakan bahwa nama seudati berasal dari kata seurasi yang berarti kompak.

Tari seudati mulai dikembangkan sejak Islam masuk ke Aceh. Tarian ini dimanfaatkan sebagai media dakwah untuk mengembangkan ajaran agama Islam.

Tari seudati berkembang di Aceh bagian pesisir dan dibawakan dengan bermacam kisah. Kisah dalan tarian ini membuat masyarakat mencoba memecahkan suatu persoalan bersama-sama.

Awalnya, tarian ini dikenal sebagai tarian pesisir yang disebut ratoh atau ratoih yang artinya menceritakan. Saat itu, tari seudati diperagakan untuk mengawali permainan, sebagai kesenian suka ria saat musim panen tiba, atau hiburan pada malam bulan purnama. Dalam ratoh diceritakan berbagai kisah, baik kisah sedih, gembira, nasihat, hingga kisah-kisah yang membangkitkan semangat juang.

Terkait fungsinya sebagai media untuk menyebarkan agama Islam, para ulama yang umumnya berasal dari Arab menggunakan istilah-istilah berbahasa Arab dalam tari seudati. Beberapa istilah terdebut, di antaranya syeikh yang berarti pemimpin, saman yang berarti delapan, dan syair yang berarti nyanyian.

Tarian ini juga termasuk kategori tribal war dance atau tari perang. Syairnya mampu membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk bangkit dan melawan penjajahan.

Hal itu pula yang menyebabkan tarian ini sempat dilarang pada zaman penjajahan Belanda. Namun, sekarang tari seudati sudah bebas dipentaskan dan telah menjadi kesenian nasional.

Tari seudati terdiri dari beberapa babak atau sesi, yaitu saleum aneuk, saleum syeh, likok, saman, kisah, pansi, janie atau gambus pembuka, serta gambus penutup. Syair-syairnya berisi pesan-pesan agama Islam, pesan adat hadih maja, pembakar semangat, dan kisah-kisah sejarah Aceh.

Tari seudati umumnya ditarikan oleh delapan laki-laki sebagai penari utama, terdiri dari saw syeh, satu orang pembantu syeh, dua orang pembantu disebelah kiri disebut apeetwie, satu orang pembantu di belakang yang disebut peet bak, dan tiga orang pembantu biasa. Selain itu, ada pula dua orang penyanyi sebagai pengiring tari yang disebut aneuk syahi.

Uniknya, tari seudati tidak menggunakan alat musik dan hanya menggunakan beberapa gerakan, seperti tepukan tangan ke dada dan pinggul, hentakan kaki ke tanah, serta jentikan jari. Gerakan tersebut mengikuti irama dan tempo lagu yang dinyanyikan.

(Resla)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya