Cerita Inspiratif Rahmawati Menyulap ‘Gudang Buku’ Jadi Perpustakaan Keren di Aceh

Dari 33 provinsi di Indonesia pada 2023, tingkat kegemaran membaca masyarakat Aceh ada di peringkat 16, dengan skor 66,64. Bukan capaian yang bagus tentunya.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 05 Jul 2024, 09:59 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2024, 09:59 WIB
Pustakawan Berprestasi
Pustakawan MAN 4 Aceh Besar Rahmawati. (Liputan6.com/ Dok Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Data terbaru Perpusnas (2023) menyebutkan, DI Yogyakarta menjadi provinsi di Indonesia yang penduduknya paling gemar membaca, skornya mencapai 73,27. Dari skor tersebut terungkap, penduduk DI Yogyakarta membaca buku sekitar 5-6 kali dalam sepekan, dengan durasi membaca rata-rata 2 jam 9 menit per hari, dan jumlah buku yang dibaca rata-rata 5-6 buku per tiga bulan. 

Sementara tingkat kegemaran membaca paling rendah di Indonesia adalah Provinsi Papua, dengan skor 60,58. Lalu di mana Provinsi Aceh? Dari 33 provinsi di Indonesia pada 2023, tingkat kegemaran membaca masyarakat Aceh ada di peringkat 16, dengan skor 66,64. Skor tersebut menunjukan tingkat kegemaran membaca masyarakat Aceh ada dalam kategori sedang.

Pustakawan Aceh Rahmawati menampik jika minat baca masyarakat, khususnya siswa usia sekolah dan madrasah, di Aceh dibilang rendah. Dalam pandangan Rahmawati bukan minta bacanya yang rendah tapi daya bacanya.

"Coba misalnya kita lihat kalau membaca WA, mereka senang, cuma saat baca buku mereka kurang. Daya baca itu yang mereka baca itu berkualitas ga? Bukan hanya baca chat," kata Rahmawati yang merupakan jebolan Ilmu Perpustakaan IAIN Ar-Raniry Banda Aceh itu.

Sebagai pustakawan di MAN 4 Aceh Besar, Rahmawati menyadari gempuran kemajuan teknologi informasi yang begitu cepat bukan jadi penghalang untuk meningkatkan minat baca siswa. Justru setiap orang bisa memanfaatkan, media sosial misalnya, untuk menyebarkan informasi yang bermanfaat. Jadi kemajuan teknologi bukan hal yang membuat minat baca berkurang, justru kemajuan teknologi tanpa dibarengi dengan Tingkat membaca yang tinggi, manusia akan terbawa arus negatif dari kemajuan tersebut, atau bisa jadi tergerus.

"Ali bin Abi Thalib mengatakan, didiklah anakmu sesuai masanya," ungkapnya. 

Dari ungkapan itu, Rahmawati yakin kemajuan teknologi bisa dimanfaatkan seutuhnya untuk membangun masyarakat literat lewat beragam inovasi. Seperti yang telah dilakukannya, dengan memberikan pelayanan perpustakaan yang modern dan inovatif kepada para siswa di MAN 4 Aceh Besar.

"Sebelum saya bekerja di MAN 4 ini perpustakaannya itu tidak layak disebut perpustakaan. Malah bisa dikatakan gudang bukulah ya, tumpukan-tumpukan buku, maka dari itu minat bacanya jadi kurang, saya lihat dari statistik bukunya. Saya mulai bekerja di MAN 4 itu 2020. Setelah saya survey, itu perpustakaanya seperti gudang. Bagaimana siswa mau datang, sedangkan perpusnya saja seperti gudang," kata Rahmawati menceritakan.

Dari keresahan itu, Rahmawati mencoba memulai inovasinya dengan memberikan pelanan perpustakaan yang modern tapi tidak berlebihan, sederhana tapi ada inovasi di dalamnya. Yang terpenting baginya adalah, bagaimana mereka yang tadinya tidak pernah ke perpustakaan, jadi kepingin ke perpustakaan.

"Itu kan hal sederhana, tapi mengena," katanya.

Beragam Inovasi Dilakukan

Cara pertama yang dilakukannya kemudian adalah dengan menyusun pengelolaan perpustakaan sesuai dengan standar dan mengotomasikannya. Kemudian menarik bahan bacaan-bahan bacaan yang sudah tidak relevan lagi, termasuk yang sudah rusak dan using, sehingga koleksinya berkurang drastis. Dari koleksi yang berkurang itu, Rahmawati kemudian membuat proposal ke Dinas Perpustakaan dan Kearsipan untuk meminta buku bahan bacaan baru.

"Alhamdulillah kami dapat 1.000 judul. Setelah itu saya juga membuat sumbangan alumni. Setiap siswa yang lulus itu menyumbangkan, sebelumya belum ada yang seperti ini," katanya.

Perpustakaan MAN 4 Aceh Besar yang tadinya seperti gudang buku bekas, kini berubah menjadi tempat yang nyaman.  Perjuangan Rahmawati tak berhenti sampai di sini, dirinya kemudian meningkatkan layanan perpustakaan, dari yang sebelumnya pelayanan manual, kini sudah menggunakan otomasi perpustakaan, dan pengembangan layanan digital.

"Saya kan tidak bisa sendirian, harus melakukan koordinasi dengan kepala madrasah, agar disediakan wifi di perpus, komputer, dan akhirnya dikasih Alhamdulillah. Itu sudah beres 2021," ungkapnya.

Rahmawati kemudian melakukan penelitian kecil-kecilan berangkat dari pertanyaan mengapa minat baca siswanya rendah? "Rupanya kami madrasah, enggak ada waktu untuk mengunjungi perpus. Kunjung perpus itu hanya 15 menit, siswa lebih memilih kantin dong. Setelah itu saya berinovasi lagi, membuat kantin di perpus," katanya sambil tertawa.

Walaupun tidak lengkap hanya jajanan biasa dan air mineral, dirinya yakin inovasi ini sedikit banyak bisa mempengaruhi siswa untuk datang ke perpustakaan, meski sebenarnya di perpustakaan ada larangan makan dan minum, tapi demi daya tarik siswa, Rahmawati melakukannya. 

"Setelah itu saya juga menambah jam kunjung perpustakaan, ini setelah pulang sekolah saya buka lagi. Saya namakan klinik perpustakaan. Kenapa klinik? Karena klinik itu kan identik dengan kesehatan. Siapa yang butuh sehat dia berkunjung ke klinik," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Klinik Perpustakaan

Klinik perpustakaan besutan Rahmawati dibuka seminggu dua kali. Tapi sebelum membuka itu dirinya juga sudah melakukan sosialsisai kepada orangtua, karena klinik perpustakaan dibuka di luar jam belajar. Dari situ dirinya membuka klub membaca dan bahkan berhasil menelurkan karya berupa antologi tulisan.

"Saya rasa saya berhasil membuat inovasi, dua itu lumayan meningkatkan minat baca siswa dan minat kunjung siswa ke perpustakaan," katanya.

Atas jerih payahnya itu, perpustakaan Rahmawati berhasil mendapat juara 3 tingkat provinsi saat diikutsertakan dalam lomba perpustakaan. Tak hanya itu, Rahmawati sendiri bahkan mendapat anugerah juara 3 dalam ajang Pustakawan Berprestasi Nanional 2024 yang diselenggarakan Perpusnas.

"Alhamdulillah saya bangga menjadi pustawakan kalau saya dulu bercita-cita menjadi dokter dan tidak jadi, dengan jadi pustakawan saya bisa mengantarkan siswa-siswa saya menjadi dokter," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya