Liputan6.com, Semarang - Pakar hukum dan politisi Golkar Prof Dr Henry Indraguna menilai aksi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang berujung ricuh mencerminkan pemaksaan kehendak.
Menurutnya, kekerasan saat berunjukrasa tidak boleh lagi dipertunjukkan ke hadapan publik. Sebab, model aksi dengan kekerasan tidak menarik simpati maupun empati masyarakat.
Baca Juga
"Kericuhan itu membuat masyarakat apatis terhadap aksi mereka. Bahkan, masyarakat malah balik mencemoohnya," kata Prof Henry.Â
Advertisement
Menurutnya, kritik tersebut tanpa pertimbangan objektif dan dekonstruktif. Para pengunjukrasa dianggap menilai kinerja Presiden Jokowi dengan sepotong-sepotong.
"Harusnya satu kesatuan komprehensif. Dengan begitu akan melahirkan penilaian kritis, objektif, konstruktif, dan solutif," kata Prof Henry.
Ditambahkan, kinerja Presiden Jokowi sejatinya diakui internasional. Pengakuan itu dibuktikan dengan raihan beberapa penghargaan.
"Jokowi memimpin Indonesia dan memberikan dampak kepada Indonesia sebagai negara yang disegani dengan bargaining yang tinggi di negara kawasan maupun global," katanya.
Dalam aksinya, BEM SI dinilai terbawa arus permainan politik tingkat tinggi. Hal itu terlihat dalam beberapa isu yang diangkat.Â
Pertama, menuntut Jokowi untuk tidak cawe-cawe di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Indonesia 2024, setelah tuduhan cawe-cawe Kepala Negara tidak terbukti di Pilpres 2024.Â
Kedua, menolak segala macam bentuk upaya pembungkaman kebebasan pers. Ketiga, menolak kembalinya Dwi Fungsi TNI Polri. Keempat, menolak pelemahan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berpotensi mengganggu independensi kekuasaan kehakiman.
"Semua isu itu sedang dimainkan untuk menyerang Presiden Jokowi lewat keluarganya," katanya.