Dampak Negatif Ranperda KTR, Ekonomi Kreatif Terancam

Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR) yang dijadwalkan untuk dibahas melalui sidang paripurna oleh DPRD Kota Pekanbaru menuai polemik.

oleh Tim Regional diperbarui 03 Sep 2024, 18:18 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2024, 18:18 WIB
Salah satu kawasan di Pekanbaru yang menerapkan bebas asap rokok.
Salah satu kawasan di Pekanbaru yang menerapkan bebas asap rokok. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR) yang dijadwalkan untuk dibahas melalui sidang paripurna oleh DPRD Kota Pekanbaru menuai polemik.

Ranperda KTR tersebut dinilai menimbulkan efek domino negatif bagi masyarakat pelaku usaha di Pekanbaru.

Forum Backstager Indonesia-Riau mencatat, ada 62 anggota event organizer atau EO yang akan merasakan dampak langsung dari pengesahan Ranperda KTR, yang melarang total promosi, iklan, dan sponsorship di seluruh ruas jalan.

Ketua Umum Forum Backstager Indonesia-Riau, Ardy Satya mengatakan, rata-rata sebuah event, EO membutuhkan kru mulai dari penata panggung hingga di belakang layar, sebanyak 100 orang.

Sebuah event atau acara biasanya melibatkan sub-sistem pekerjaan yang komplek.

"Saat ini kami mendata ada 62 anggota di Pekanbaru. Berarti ada ribuan tenaga kerja yang terlibat di sektor ekonomi kreatif bisa kehilangan pekerjaan jika pelarangan total iklan, promosi dan sponsorship diberlakukan dalam Perda KTR yang disahkan," kata Ardy, Selasa (3/9/2024).

 

Pelaku Usaha Ekonomi Kreatif

Salah satu kawasan di Pekanbaru yang menerapkan bebas asap rokok.
Salah satu kawasan di Pekanbaru yang menerapkan bebas asap rokok. (Liputan6.com)

Ardy menegaskan, bersama para pelaku usaha sektor ekonomi kreatif tidak pernah menolak lahirnya Ranperda KTR. Pihaknya pun sepakat bahwa ada kawasan-kawasan yang memang wajib bebas asap rokok, seperti di sekolah dan rumah sakit.

Namun, yang menjadi kekhawatiran pihaknya adalah pasal-pasal di dalam Ranperda KTR tersebut, yang melarang total aktivitas atau event serta reklame yang disponsori oleh produk tembakau.

Di dalam salah satu pasal pada naskah Ranperda KTR tersebut, disebutkan bahwa: Setiap orang/badan dilarang untuk mempromosikan, mengiklankan, menjual dan/atau membeli rokok di Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana disebutkan pada pasar; pusat perbelanjaan; tempat wisata atau rekreasi; hotel; restoran; tempat hiburan; halte; terminal angkutan umum; salon; pos pelayanan terpadu; lapangan olahraga; stadion;kolam renang;tempat senam; dan pusat kebugaran.

"Kami bukan anti terhadap peraturan. Tapi harus disadari bahwa peraturan ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Ada orang-orang yang menjadi tulang punggung keluarganya, yang bergantung pada sektor kreatif ini," sebut Ardy.

Apalagi di tengah kondisi pelambatan ekonomi seperti saat ini, jangan sampai peraturan yang ada menjadi beban masyarakat," pungkasnya.

Berdampak Negatif pada Sektor Ekonomi

Salah satu kawasan tanpa rokok di Kota Pekanbaru.
Salah satu kawasan tanpa rokok di Kota Pekanbaru. (Liputan6.com/M Syukur)

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Riau, Wijatmoko Rah Trisno, mengungkapkan kekhawatiran bahwa regulasi ini bisa berdampak negatif pada sektor ekonomi, terutama periklanan, ritel, dan kuliner.

Menurutnya Ranperda KTR ini berpotensi mematikan perekonomian Kota Pekanbaru yang baru mulai bangkit.

"Ranperda KTR ini jelas berdampak pada sektor bisnis dan jasa hingga industri kuliner di Pekanbaru," ujarnya.

Kekhawatiran utama Apindo terletak pada pasal-pasal yang mendorong pelarangan total iklan, promosi, dan sponsorship terkait produk rokok.

Wijatmoko menegaskan, Apindo tegas menolak ketentuan tersebut, karena dinilai tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor ekonomi yang menjadi tulang punggung kota.

"Kami meminta Ranperda KTR ini ditunda pengesahannya guna mendengar lebih banyak masukan dari masyarakat, khususnya dari sektor ekonomi yang terdampak," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya