Liputan6.com, Pontianak - Di balik tradisi mencari tembiluk yang tersembunyi di sungai-sungai Kalimantan, tersimpan narasi kuliner yang melampaui sekadar makana. Bahkan mengungkap hubungan antara masyarakat Dayak dengan lingkungan alamnya.
Tembiluk, cacing kayu yang hidup di dalam batang-batang kayu terendam di sungai-sungai Kalimantan, menjadi salah satu manifestasi keunikan kuliner suku Dayak. Makanan yang ditemukan saat musim kemarau ini memiliki sejarah panjang dalam tradisi berburu dan bertahan hidup masyarakat pedalaman.
Proses mencari tembiluk telah menjadi ritual sosial yang melibatkan seluruh komunitas. Pada musim kemarau, ketika permukaan air sungai surut, para lelaki suku Dayak turun ke aliran sungai untuk menarik kayu-kayu yang telah lama terendam.
Advertisement
Baca Juga
Setiap batang kayu berpotensi menyimpan rumpun tembiluk yang akan menjadi sumber protein bagi keluarga. Mengutip dari berbagai sumber, tembiluk memiliki komposisi yang kompleks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hewan ini tersusun dari 82,50% air, dengan kandungan protein sebesar 8,21%, lemak 3,34%, dan karbohidrat 3,67%. Nilai nutrisi ini menjadikan tembiluk sebagai sumber gizi alternatif dalam sistem pangan tradisional.
Kebiasaan mengonsumsi tembiluk tidak sekadar soal pemenuhan kebutuhan gizi, melainkan juga berkaitan dengan praktik pengobatan tradisional. Masyarakat Dayak secara turun-temurun menggunakan tembiluk sebagai pengobatan malaria, serta dipercaya dapat meningkatkan nafsu makan dan produksi air susu ibu.
Metode konsumsi tembiluk sangat beragam. Sebagian masyarakat mengonsumsinya langsung dalam keadaan mentah setelah dibersihkan, dengan rasa yang mirip kerang-kerangan dengan sentuhan asin dan manis.
Beberapa varian pengolahan mencakup pemberian garam, penyedap, atau disajikan dengan cabai untuk meningkatkan cita rasa. Mengonsumsi cacing tanah atau cacing kayu bukanlah hal yang eksklusif pada masyarakat Dayak.
Beberapa komunitas asli di Australia, Afrika, dan Amerika Latin telah lama mengintegrasikan jenis protein ini dalam pola makan mereka, menggarisbawahi aspek universal dalam strategi bertahan hidup manusia. Meskipun memiliki sejumlah manfaat kesehatan, para ahli gizi tetap memperingatkan pentingnya konsumsi dalam batas wajar. Asupan berlebihan berpotensi menimbulkan risiko kesehatan, terutama terkait kadar kolesterol.
Penulis: Ade Yofi Faidzun