Daya Beli Masyarakat Melemah, Apa Penyebabnya?

Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita menguraikan beberapa penyebab daya beli masyarakat yang diperkirakan melemah.

oleh Arief Rahman H Diperbarui 19 Mar 2025, 20:00 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2025, 20:00 WIB
Daya Beli Masyarakat Melemah, Apa Penyebabnya?
Daya beli masyarakat disebut-sebut sedang melemah pada beberapa bulan awal 2025 ini. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat tersebut. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Daya beli masyarakat disebut-sebut sedang melemah pada beberapa bulan awal 2025 ini. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat tersebut.

Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita menguraikan beberapa penyebab daya beli yang diperkirakan melemah. Di antaranya, ada pengurangan lapangan kerja yang membuat masyarakat tak bisa mendapat akses pendapatan formal.

"Jadi faktor yang paling kuat ya saya pikir ini ya. Pertama penyempitan lapangan kerja, jadi angkatan kerja baru itu sulit di lapangan pekerjaan," kata Ronny kepada Liputan6.com, Rabu (19/3/2025).

Kemudian, banyak tenaga kerja yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Data Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mencatat ada puluhan ribu buruh yang terkena PHK. 

Bisa dibilang, pendapatannya pun ikut terhenti. Alhasil, dana yang seharusnya dialokasikan untuk belanja cenderung disimpan.

"Yang kedua banyaknya angkatan kerja yang sudah bekerja justru di PHK, di layoff. Itu yang menyebabkan secara nominal dan secara agregat permintaan menurun," ujar dia.

Berikutnya, Ronny melihat sebagian kelompok masyarakat memilih untuk bekerja di sektor informal. Pada sektor ini, banyak tidak adanya kepastian pendapatan, termasuk Tunjangan Hari Raya (THR) yang kerap menjadi stimulus daya beli masyarakat dan ekonomi.

"Semakin bertambah orang yang bekerja di sektor informal yang tidak punya jaminan untuk hari tua, yang punya jaminan THR, yang tak punya jaminan lain-lain," ungkapnya.

"Sehingga mereka lebih cenderung mengurangi pengeluaran dan meningkatkan safety pendapatan mereka untuk hal-hal yang mendasar saja," dia menambahkan.

Promosi 1

Daya Beli Masyarakat Menengah Turun, Bagaimana Konsumsi Masyarakat saat Ramadan 2025?

FOTO: Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Sebelumnya, buka puasa bersama (bukber) selama bulan Ramadan dinilai tidak terlalu berpengaruh pada pengeluaran masyarakat. Lantaran, aspek pengeluaran tidak terlalu berubah dan cenderung tidak berlebihan.

Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita mengatakan, konsumsi masyarakat cenderung meningkat selama bulan Ramadan.

"Biasanya memang momen bulan puasa Lebaran itu mirip dengan momen Natal dan Tahun Baru jadi memang akan ada peningkatan konsumsi secara bulanan ya awal ramadan, bulan puasa dan Lebaran," kata Ronny kepada Liputan6.com, Selasa (25/2/2025)

Salah satu faktornya disumbang dari kenaikan harga pangan yang biasanya terjadi pada bulan Ramadan. Ronny menilai, konsumsi itu seringnya menyasar sektor makanan dan minuman.

Jika dilihat dari sisi pengeluaran masyarakat, hanya terjadi peralihan pos pengeluaran. Dari semula untuk makan siang, bergeser untuk belanja makanan saat berbuka puasa.

"Karena ini sifatnya tradisi dan yang dikonsumsi juga sifatnya makanan, kalau buka puasa itu kaya makan pokok aja kan ada siang tidak makan, jadi itu tidak terlalu berpengaruh pada saku dan pendapatan masyarakat," terangnya.

Dia menyadari, daya beli masyarakat kelas menengah masih tertekan. Namun, pada momen ramadan nanti, diprediksi dampak ke ekonominya masih terjaga dan bisa berkontribusi positif.

"Meskipun daya beli masyarakar kita kelas menengah terbilang turun, kalau untuk konsumsi bulan ramadan yang bersifat kultural religius itu masih akan berjalan dan masih akan membantu perekonomian," urainya.

Cuan Buat Usaha Dadakan

Ronny turut melihat dari sisi lain, yakni peluang pendapatan masyarakat. Dia mengatakan, banyaknya porsi belanja makanan dan minuman dari masyarakat akan menguntungkan pebisnis kuliner, baik usaha mikro maupun usaha menengah.

Selain itu, usaha dadakan skala rumahan juga bisa menjadi pilihan masyarakat. Terutama jika dilakukan untuk mencari keuntungan tambahan.

"Cukup membantu lah terutama untuk UMKM untuk yang bersifat kuliner ya makanan minuman usaha mikro dan termasuk juga usaha rumah tangga dadakan yang cuma melakukan usaha di saat bulan puasa saja. Jualan untuk berbuka puasa itu juga akan sangat berpengaruh terhadap pertama konsumsi rumah tangga, yang kedua terhadap produksi rumah tangga," tuturnya.

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya