Liputan6.com, Yogyakarta - Mohammad Husni Thamrin (MH Thamrin) adalah sosok pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu tokoh pergerakan nasional Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Mengutip dari Ensiklopedia Sejarah Indonesia, MH Thamrin lahir di Sawah Besar, pada 16 Februari 1894. Lahir sebagai kalangan anak wedana (pejabat pembantu bupati di pemerintahan kolonial Hindia Belanda), Thamrin bersekolah di sebuah sekolah di Mangga Besar bersama orang-orang Cina.
Dua tahun kemudian, ia dipindahkan ke Bijbelschool (Sekolah Injil) di Pintu Besi. Setelah tamat sekolah, ia melanjutkan pendidikan ke Koning Willem III (setingkat HBS). Namun pada tingkat ini, Thamrin tak menyelesaikan pendidikannya.
Advertisement
Baca Juga
Ayahnya berusaha memasukkan Thamrin untuk magang (calon pegawai) di kantor Kepatihan yang kemudian pindah ke kantor Karesidenan. Namun. Thamrin tidak betah berada di dua tempat tersebut.
Thamrin kemudian pindah ke perusahaan perkapalan milik Belanda, Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) pada 1914-1924. Ia menduduki jabatan di kesektariatan.
Selanjutnya, MH Thanrin berpindah haluan menjadi aktivis sosial-politik. Semua itu bermula dari perkenalannya dengan seorang bangsa Belanda, Van der Zee. Ia adalah tokoh politik yang menganut paham sosialis sekaligus anggota Gemeenteraad Kota Batavia yang didirikan pada 1905.
Sejak bertemu dengan Van der Zee, Thamrin semakin tertarik pada masalah kemasyarakatan. Thamrin pun berjuang untuk memperbaiki nasib penduduk dan perbaikan kotanya saat berada di Dewan Kota.
Pada 29 Oktober 1919, MH Thamrin secara resmi diangkat sebagai anggota Gemeenteraad untuk pertama kalinya. Saat itu, usianya masih 25 tahun dan sedang bekerja di PKM.
Pada 1 Januari 1923, organisasi Kaum Betawi didirikan dengan tujuan untuk memajukan perdagangan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat. Setelah memasuki organisasi tersebut, MH Thamrin pun diangkat menjadi ketua. Kaum Betawi di bawah pimpinan MH Thamrin mengalami perkembangan signifikan.
Kemudian pada 1927, dibuka lowongan untuk posisi Volksraad. Pemerintah sempat menawarkan posisi tersebut kepada H.O.S Cokroaminoto dan dr Sutomo, tetapi ditolak.
Setelah mendapat penawaran, Thamrin pun bersedia menduduki kursi keanggotaan Volksraad. Pada 27 Januari 1930, dalam Volksraad yang diketuai oleh MH Thamrin, dibentuk Fraksi Nasional. Fraksi Nasional terkenal dengan kecaman-kecaman pedasnya terhadap tindakan Pemerintah Kolonial yang menangkap para pemimpin Partai Nasional Indonesia (PNI).
Pikiran dan tindakan politis MH Thamrin pun mendorong Kaum Betawi untuk masuk dalam Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang dibentuk pada 1927 di Bandung. Dalam PPPKI, MH Thamrin terpilih menjadi bendahara.
Selanjutnya pada 1932, Thamrin terpilih sebagai ketua PPPKI dalam kongres di Surabaya. Sementara posisi wakil ketua ditempati Otto Iskandardinata, rekannya dalam Volksraad.
Pada 1935, terbentuk Partai Indonesia Raya (Parindra) yang merupakan fusi Budi Utomo (BU) dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Thamrin pun bergabung dengan partai yang diketuai dr. Sutomo itu.
Â
Parindra
Thamrin terpilih sebagai ketua Departemen Politik di Parindra. Pada 30 Mei 1938, Thamrin diangkat menjadi Wakil Ketua PB Parindra setelah kematian dr. Sutomo.
Untuk mempopulerkan partai tersebut, ia melakukan propaganda ke beberapa daerah di Sumatera. Saat itu, kondisi PPPKI yang semakin lemah melahirkan gabungan baru bernama Gabungan Politik Indonesia (GAPI) pada 1939. Partai-partai dan organisasi bergabung di dalamnya, termasuk Parindra yang diwakili Thamrin.
Pada 1939, Thamrin mengajukan mosi dalam Volksraad agar pemerintah menggunakan kata Indonesia dan Indonesier sebagai pengganti kata Nederlands Indie, Nederlands Indis, dan Inlander. Pemakaian usulan tersebut juga berlaku untuk penulisan dalam undang-undang dan peraturan-peraturan Pemerintah Hindia Belanda.
Namun, usulan itu ditolak. Kekecewaan Thamrin bertambah saat pemerintah membubarkan rapat umum Parindra di Cirebon pada Februari 1940.
Thamrin kemudian menggugat peristiwa tersebut dalam sidang Volksraad pada Maret 1940. Sayangnya, pemerintah justru menganggap Thamrin semakin berbahaya.
Pada 6 Januari 1941, Thamrin dikenakan tahanan rumah. Thamrin yang sedang sakit dilarang dijenguk. Hanya dokter pribadinya dr Kayadu, istri, anak angkat, dan pembantunya Entong saja yang boleh datang.
Dalam keadaan sakit dengan status tahanan rumah itu, Thamrin masih andil dalam perjuangan nasional dengan mengirim pesan kepada kawan-kawannya secara sembunyi-sembunyi. Namun, MH Thamrin meninggal dunia pada 11 Januari 1941.
Jenazah MH Thamrin dimakamkan di Pekuburan Karet, Jakarta. Pemerintah RI kemudian menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada MH Thamrin berdasarkan SK Presiden No.175 tahun 1960 tertanggal 28 Juli 1960.
Penulis: Resla
Advertisement
