Ingin Kuasai Link Net, Dua Perusahaan Ini Diminta Bersinergi

Dua operator yang kabarkan ikut menawar divestasi 33,82 persen saham Link Net dari First Media adalah PT Indosat Tbk dan PT XL Axiata.

oleh Nurmayanti diperbarui 22 Jun 2015, 13:01 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2015, 13:01 WIB
Akuisisi
Ilustrasi - perjanjian bisnis (cloudpro)

Liputan6.com, Jakarta - Dua operator yang dikabarkan ikut memanaskan persaingan mendapatkan sebagian saham PT Link Net Tbk (LINK) yang akan dilepas PT First Media Tbk (KBLV) disarankan bersinergi menggarap layanan triple play dengan memanfaatkan kekuatan jaringan serat optik yang dimilikinya.

Dua operator yang kabarkan ikut menawar divestasi 33,82 persen saham Link Net dari First Media adalah PT Indosat Tbk (ISAT) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL). Selain keduanya, pesaing lain adalah Grup MNC melalui PT Global Mediacom Tbk (BMTR).

“Kalau dilihat kondisi keuangan dari kedua operator itu, lebih baik mereka bersinergi saja. Bisa dari sisi jaringan atau membuat perusahaan patungan untuk menggarap layanan telepon, internet, dan TV (Triple play). Ini akan lebih efektif dari sisi keuangan dan bisa kompetitif menghadapi Telkom yang menguasai pasar Triple Play,” papar Kepala Riset Woori Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada di Jakarta, Senin (22/6/2015).

Dia mengatakan, saat ini kondisi keuangan XL dan Indosat tengah dibebani jumlah utang yang besar. Jika memaksan diri ikut dalam persaingan mendapatkan sebagian saham Link Net, pilihannya berutang atau menerbitkan saham baru.
 
“Opsi pendanaan tak bagus bagi keduanya. Lebih baik sinergikan jaringan optik yang dimiliki. Tetapi ini semua tergantung kepada pemegang saham masing-masing,” katanya.

Dalam catatan, XL dan Indosat memiliki aset serat optik sekitar 60 ribu kilometer (km), jauh lebih banyak dari Link Net yang sekitar 20 ribu km. Kedua operator ini sebenarnya sudah bekerjasama dalam pembangunan serat optik untuk jaringan optik.

Sayangnya, semua masih untuk keperluan transmisi mobile, belum  dijual untuk broadband retail ke konsumen.

Terkait dengan kabar yang menyatakan banderol sebagian saham Link Net menembus angka US$ 500 juta, menurut Reza, lumayan tinggi jika melihat infrastruktur yang dimiliki.

Link Net memiliki sekitar 1,5 juta home passed dan sekitar 377 ribu pelanggan televisi berbayar. Bandingkan dengan Telkom memiliki sekitar 7 juta home passed, sementara pemimpin layanan televisi Berbayar, Indovision, memiliki 2,5 juta berbayar.

“Saat ini Link Net posisinya adalah anak usaha First Media. Harus dicermati juga beban dari Link Net yang ditanggung First Media. Nanti, kalau sudah dilepas tentu tak ditanggung lagi oleh induk usaha,” papar dia.  

Dalam laporan keuangan,  First Media tercatat membukukan kerugian sebesar Rp 461,733 miliar sepanjang kuartal I 2015 berbanding terbalik dengan periode sama 2014 dimana masih mencicipi keuntungan Rp 55,5 miliar.

Perseroan menanggung kenaikan beban layanan menjadi Rp 300,74 miliar di kuartal I 2015 dari Rp 149,23 miliar di kuartal I 2014.

Sedangkan Link Net di periode kuartal I 2015 mendapatkan keuntungan  sebesar Rp 145,2 miliar atau  naik 4,9 persen dibandingkan periode sama 2014 sebesar Rp 138,4 miliar.

First Media sendiri telah melepas 7,45 persen saham atau 226,68 juta saham dalam Link Net di harga Rp 6.000 per saham pada Oktober 2014.

First Media menerima Rp 1,3 trilun dari aksi private placement tersebut. Pembeli saham itu yakni Credit Suisse (Singapore) Limited, Goldman Sachs International, dan CIMB Bank Berhad, Cabang Labuan Offshore yang akan melegonya ke investor institusional.(Nrm/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya