Rupiah Ambruk tapi IHSG Naik, Kok Bisa?

Indonesia memiliki pertahanan terakhir saat rupiah dan IHSG sama-sama tersungkur, yakni Bank Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 02 Mar 2018, 17:46 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2018, 17:46 WIB
IHSG Menguat 11 Poin di Awal Tahun 2018
Layar indeks harga saham gabungan menunjukkan data di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Perdagangan bursa saham 2018 dibuka pada level 6.366 poin, angka tersebut naik 11 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah sempat menyentuh level Rp 13.800 per dolar Amerika Serikat (AS) pada posisi kemarin (1/3/2018). Namun, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru mengalami penguatan, meski naik terbatas.

Pada perdagangan Kamis lalu, IHSG naik 5,58 poin atau 0,08 persen ke posisi 6.602. Realisasi ini melawan gerak kurs rupiah yang tersungkur.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menegaskan bahwa pelemahan rupiah saat ini belum pada level mengkhawatirkan. Alasannya karena IHSG tidak terperosok dalam menyusul tekanan mata uang Garuda.

"Sebenarnya kurs baru mulai mengkhawatirkan kalau rupiah melemah, IHSG melemah. Artinya apa? Orang jual saham, jual obligasi pemerintah, orang itu maksudnya yang punya duit di sini," kata Darmin di kantornya, Jakarta, Jumat (2/3/2018).

Faktanya, dia menjelaskan, saat investor asing ramai-ramai menjual saham maupun surat utang pemerintah, investor domestik malah melakukan aksi beli. Sehingga IHSG tidak terlalu tertekan parah.

"Ini menariknya, yang terjadi bukan itu (rupiah melemah, IHSG melemah). Artinya mungkin ada yang sudah jual, yang beli juga ada dari dalam. Sehingga dampaknya, tidak membuat pelemahan yang berkelanjutan," paparnya.

 

Pertahanan Terakhir

Rupiah Menguat 12 Poin atas Dolar
Teller menunjukan mata uang dolar AS di penukaran mata uang, Jakarta, Kamis (13/4). Nilai tukar rupiah terpantau menguat 0,09% atau 12 poin ke Rp13.263 per dolar AS di pasar spot. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Darmin mengaku, Indonesia memiliki pertahanan terakhir saat rupiah dan IHSG sama-sama tersungkur, yakni Bank Indonesia.

"Kalau terjadi pelemahan rupiah dan IHSG, dan itu indikasi pemilik asing. BI boleh membeli obligasi pemerintah, tapi belum untuk saham swasta," jelasnya.

"Tapi dulu di 2012 ada dual intervention. Begitu banyak yang jual, asing terutama mendorong IHSG turun, BI bisa beli (surat utang). Biasanya ini ampuh, kenapa? karena asing ini kan tidak lama (keluar), kalau nanti baik ya balik lagi. Kalau BI beli, dia (asing) mulai khawatir, karena kalau dibeli kan tidak bisa jual lagi," dia menambahkan.

Artinya, Darmin bilang, BI berperan penting untuk melakukan kebijakan atau intervensi saat fenomena tersebut terjadi.

"Kita masih punya BI. Penjualan asing terhadap surat berharga kita belum banyak. Kecuali kalau IHSG mulai turun terus, nah ini BI harus mulai mengambil langkah kencang," pungkas Darmin.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya