Abaikan Bitcoin, Ini Tiga Saham Pilihan Perusahaan Investasi Milik Warren Buffett

Berikut tiga kepemilikan saham yang dimiliki perusahaan Berkshire Hathaway milik Warren Buffett.

oleh Agustina MelaniLiputan6.com diperbarui 12 Des 2021, 17:28 WIB
Diterbitkan 12 Des 2021, 17:28 WIB
Ini 10 Daftar Orang Terkaya Dunia Tahun 2017 Versi Forbes
Peringkat kedua diikuti oleh pemilik Berkshire Hathaway, Warren Buffett. Kekayaan pria 86 tahun ini mencapai US$ 75,6 miliar atau sekitar Rp 1.005 triliun. (NYC)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai investor ulung, Warren Buffett suka membeli aset berkualitas tinggi dengan harga murah. Ada satu aset yang tidak akan masuk ke portofolionya dalam waktu dekat yaitu bitcoin.

Bitcoin sebagai aset kripto di dunia, nilainya turun lebih dari 20 persen selama sebulan terakhir USD 48.850 atau Rp 704,1 juta (asumsi kurs Rp 14.414 per dolar AS). Harga bitcoin yang melemah ini menajdi kesempatan bagi investor yang masih ragu maupun penasaran.

Banyak ikon investasi antara lain Cathie Wood dan Kevin O’Leary menjadi penggemar bitcoin. Namun, Warren Buffett tidak termasuk golongan itu.

"Saya tidak punya bicoin, tidak memiliki aset kripto apapun dan tidak akan pernah mempunyainya. Ketika Anda membeli kripto, Anda tidak memiliki apapun sehingga tidak akan menuai hasil apapun,” ujar Buffett, dilansir dari laman Yahoo Finance, Minggu (12/12/2021).

Dengan kata lain, Buffett lebih menyukai aset investasi dengan penggunaan material yang jelas. Berikut tiga kepemilikan saham yang dimiliki perusahaan Berkshire Hathaway:

1. Apple (AAPL)

Sejauh ini Apple mendominasi kepemilikan Buffet berdasarkan kapitalisasi pasar. Apple menyumbang lebih dari  40 persen dalam portofolio Berkshire Hathaway. Pemilihan Apple karena saham perusahaan teknologi AS terus mengalami pertumbuhan. Selama lima tahun terakihir, saham melonjak lebih dari 480 persen.

Awal 2021, manajemen mengungkapkan unit perangkat keras terpasang aktif perusahaan melampaui 1,65 miliar perangkat termasuk 1 miliar iPhone. Perusahaan tidak sekadar memproduksi gawai pintar dan komputer saja tetapi telah membangun ekosistem.

Walaupun pesaing menawarkan produk dengan harga lebih murah, konsumen setia memilih produk dan layanan Apple yang lebih kompatibel. Apabila inflasi terus membengkak, Apple dapat membebankan biaya yang lebih tinggi kepada konsumen tanpa khawatir terjadi penurunan volume penjualan.

Bisnis berkembang dengan kecepatan signifikan dan patut mendapat acungan jempol. Pada September, pendapatan meningkat 29 persen dari tahun ke tahun (YoY) menjadi USD 83,4 miliar atau setara Rp 1.202,1 triliun. Kenaikan secara stabil dalam beberapa tahun sehingga saham Apple diperdagangkan seharga USD 165 (atau Rp 2,37 juta) per saham.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2. Bank of America (BAC)

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Sebagai saham terbesar kedua dalam keranjang investasi Berkshire, Bank of America melayani Buffet dengan cukup apik.

Tahun ini saham BAC meningkat 49 persen, angka ini tidak tidak buruk untuk perusahaan di luar sektor teknologi. Perusahaan tidak menghasilkan keuntungan melalui cara yang sama dengan Apple. Namun, BAC memegang peran penting dalam sistem keuangan AS sehingga mempunyai nilai yang melekat pada saham.

Bank of America menwarkan beragam produk dan layanan perbankan, manajemen ase dan keuangan serta manajeen risiko lainnya kepada nasabah. Bank juga menyediakan bisnia pasar kecil, menengah hingga untuk perusahaan besar.

Berdeda dengan mayoritas bisnis yang khawatir dan takut terhadap kenaikan suku bunga The Fed, sektor perbankan justru menyukai kebijakan tersebut. Di situasi ini, tidak mengejutkan apabila bank dapat mengembalikan banyak uang kepada pemegang saham.

Pada kuartal III, BAC membeli kembali (buyback) saham perusahaannya sebanyak USD 9,9 miliar saham bisa. Pada Juni, perusahaan meningkatkan dividen sebesar 21 persen dari 17 persen per saham. Dengan harga saham sekarang, tingkat dividen tahunan sebanyak 1,9 persen.

3. American Express (AXP)

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Pada 2021, saham American Express meroket 36 persen meski dalam sebulan terakhir menyusut sekitar 10 persen. Berkshire Hathaway memegang 151,6 juta saham AXP yang bernilai USD 24,5 miliar (Rp 353,1 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.414 per dolar AS). Lantas menobatkan raksasa kartu kredit sebagai pemegang kepemilikan terbanyak ketiga.

Sama halnya dengan BAC, American Express menyediakan beragam layanan penting. Walaupun pengunaan bitcoin sebagai mata uang masih terbatas, Amex memberikan produk dan layanan pembayaran dari berbagai konsumen, bisnis kecil dan besar.

Bisnis inipun dinilai cukup tahan inflasi. AXP menghasilkan sebagain besar uangnya melalui biaya diskon. Pedagang yang dikenakan presentase dari setiap transaksi kartu Amex. Ketika harga barang dan jasa meningkat, perusahaan dapat mengantongi potongan tagihan yang lebih besar.

Pada kuartal III, pendapatan perusahaan melonjak 25 persen dari tahun ke tahun (YoY) sebesar USD 10,9 miliar (atau Rp 157,1 triliun).

Berkshire sebenarnya bisa memilih perusahaan pesaing seperti Visa dan Mastercard. Tetapi Buffet memutuskna untuk bertaru pada American Express dengan alasan kedua rival itu harganya jauh lebih kecil.

Penghasilan Lain di Luar Saham

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas
Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

"Bitcoin tidak menghasilkan apa-apa, investor hanya berharap orang berikutnya (investor baru) akan membayar lebih atas aset mereka yang tidak berharga (bitcoin),” pikir Buffett, dilansir dari laman Yahoo Finance.

Sementara, apabila suatu aset mampu menawarkan nilai dengan material yang berkelanjutan, investor tidak akan terlalu stres memikir tentang kemampuan mereka untuk melepasnya. Itulah yang dilakukan Berkshire Hathaway.

Mayoritas kepemilikan perusahaan adalah perusahaan yang membayar dividen secara teratur. Hal ini menjadi sumber pendapatn pasif yang baik untuk perusahaan Buffett. Namun, tidak membatasi diri mengeksploitasi pada pasar saham.

Dewasa ini, investor ritel mempunyai akses ke berbagai alternatif investasi. Banyak emiten yang menawarkan keuntungan tunai berjumlah fantastis.

Berdasarkan logika sederhana, peluang semacam ini logisnya tersedia bagi para miliarder seperti Buffett. Sekarang bermunculan platform investasi, satu aplikasi mampu membangun portofoli pendapatan tetap yang tersebar di beberapa kelas aset.

 

Reporter: Ayesha Puri

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya