Liputan6.com, Jakarta - PT Mandiri Sekuritas prediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat mencapai 7.800 pada akhir 2022. Head of Equity Analyst Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer menyebutkan, pertumbuhan IHSG tersebut didukung oleh pertumbuhan Earning per Share (EPS atau laba bersih dibagi jumlah saham beredar sebuah perusahaan) yang di atas 20 persen.
Dia juga menambahkan, pemulihan pandemi COVID-19 yang semakin baik menuju endemi, serta commodity boom yang diharapkan dapat berujung kepada peningkatan konsumsi, sehingga memicu terjadinya capex cycle dan labor rehiring pada semester II 2022.
Baca Juga
"Hal yang juga penting adalah faktor ketahanan ekonomi Indonesia terhadap external risks; seperti neraca perdagangan kuat, external debt to GDP sehat, kondisi likuiditas domestik yang baik, dan juga tingkat inflasi yang masih terjaga meskipun dalam pergerakan yang naik,” kata Adrian melalui keterangan resminya, Jumat (24/6/2022)
Advertisement
Tak hanya itu, Adrian juga sebut laba operasional perusahaan tumbuh sebesar 40 persen year-on-year pada kuartal I 2022. Kinerja yang sudah sangat baik ini mengindikasikan kinerja pada kuartal II 2022 akan lebih baik, terutama mempertimbangkan data selama Ramadan.
"Volatilitas global diproyeksikan masih terus berlangsung, namun dengan valuasi saham yang tidak terlalu mahal, pertumbuhan EPS yang tinggi, kondisi likuiditas domestik yang kuat didukung oleh neraca perdagangan yang positif, serta real yield yang masih positif dan tinggi relative ke negara-negara lain, membuat Indonesia lebih resilient menghadapi risiko eksternal,” ujar dia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Investasi Obligasi
Sementara itu, Head of Fixed Income Analyst Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto mengungkapkan, di tengah ketidakpastian perekonomian dunia, pasar obligasi Indonesia juga mengalami kenaikan yield atau imbal hasil akibat foreign fund outflow.
"Namun, dukungan investor domestik untuk obligasi pemerintah yang tinggi membuat pasar obligasi Indonesia cukup resilient, di mana kenaikan yield obligasi pemerintah Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan negara-negara Emerging Market lainnya,” kata Handy.
Sedangkan, dukungan investor domestik kepada obligasi pemerintah akan terus solid karena faktor likuiditas rupiah yang masih melimpah. Secara umum, terjadi pertumbuhan pada kredit perbankan sebesar ±9 persen, tetapi Dana Pihak Ketiga (DPK) berupa tabungan, giro, dan deposito juga mengalami kenaikan yang lebih tinggi yakni ±10 persen.
“Hal ini menyebabkan tren loan-to-deposit ratio perbankan terus menurun, yang berarti sistem perbankan Indonesia memiliki likuiditas yang memadai. Dampaknya suku bunga deposito terus mengalami penurunan, sehingga selisih antara bunga deposito dan yield SUN semakin melebar. Kondisi ini membuat dukungan investor domestik terhadap obligasi pemerintah Indonesia akan terus berlanjut,” ujar Handy.
Advertisement
Pentingnya Diversifikasi Portofolio Investasi
Kemudian, tren likuiditas pada perbankan akan terus memadai, mengingat Bank Indonesia masih akan melakukan burden sharing SKB3, dengan memberikan membeli obligasi pemerintah di pasar perdana sejumlah Rp 220 triliun.
Selain itu, pemerintah masih menjalankan ekspansi fiskal dimana defisit APBD masih di atas 4 persen dari PDB serta terjadi surplus pada neraca perdagangan Indonesia, akan turut menjaga likuiditas ke depannya.
Handy juga menegaskan, di tengah ketidakpastian global yang masih terjadi akibat pandemi, geopolitik perang Rusia dan Ukraina, disrupsi rantai pasokan, kenaikan inflasi yang diikuti dengan kenaikan suku bunga global, diversifikasi portofolio investasi menjadi sangat penting.
"Obligasi menjadi instrumen yang menarik karena memberikan cash flow kupon yang pasti, dengan tingkat imbal hasil yang masih menarik dan nilai pokok investasinya akan kembali lagi pada saat jatuh tempo," ujar dia.