Tiga Dorongan Jangka Panjang untuk Komoditas

Chief Investment Officer DBS Bank, Hou Wey Fook menuturkan, terdapat tiga dorongan jangka panjang untuk komoditas.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 07 Jul 2022, 19:55 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2022, 19:55 WIB
Ilustrasi Bank DBS (Foto: DBS)
Ilustrasi Bank DBS (Foto: DBS)

Liputan6.com, Jakarta - Krisis ganda yang ditimbulkan oleh COVID-19 dan krisis Rusia-Ukraina membuat harga komoditas menjadi sorotan dan mengakibatkan harga meroket dalam dua tahun terakhir. Di luar gejolak harga jangka pendek, Bank DBS yakin ada dorongan jangka panjang untuk komoditas.

Chief Investment Officer DBS Bank, Hou Wey Fook menuturkan, terdapat tiga dorongan jangka panjang untuk komoditas, yakni fragmentasi global akan terus meningkatkan risiko harga, kelanjutan relevansi bahan bakar fosil dalam jangka menengah, serta transisi energi jangka panjang sarat logam.

Pertama, ketegangan geopolitik dan gangguan dari sisi penawaran berkontribusi pada peningkatan proteksi perdagangan. 

"Sebagai contoh, dengan negara-negara membatasi ekspor makanan, energi, bahan pokok lain dengan alasan menjaga “swasembada”, ada peluang untuk ketidakpastian pasokan dan kenaikan harga,”  kata Hou dalam keterangan resminya, ditulis Kamis (7/7/2022).

Kedua, bahan bakar fosil terus menyumbang sebagian besar konsumsi energi global meskipun ada beberapa kemajuan dalam transisi energi, karena energi terbarukan belum memberikan alternatif layak. 

"Ketidaksesuaian antara permintaan bahan bakar fosil yang terus berlanjut dalam jangka menengah dan tekanan politik yang menuntut agar investasi di sektor ini segera dihentikan mendukung kenaikan harga energi,” ujar Hou.

Ketiga, sejumlah besar logam sangat penting untuk pembangunan infrastruktur rendah karbon, seperti, bijih besi untuk ladang angin, tembaga untuk panel surya, dan lithium untuk penyimpanan baterai.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Perlindungan Inflasi dan Diversifikasi

Ilustrasi DBS (Dok: PT Bank DBS Indonesia)
Ilustrasi DBS (Dok: PT Bank DBS Indonesia)

Dengan ada ledakan permintaan, ditambah dengan peraturan yang bersifat membatasi, serta kekurangan kronis dalam hal investasi di produksi logam karena kekhawatiran akan ESG, diperkirakan akan menimbulkan ketidakpastian pasokan dan permintaan di area ini.

Selain itu, mengingat pendorong permintaan jangka panjang kuat dan tantangan sisi penawaran yang terus-menerus dihadapi komoditas secara keseluruhan, Bank DBS yakin paparan terhadap beragam komoditas akan menawarkan manfaat, seperti perlindungan inflasi dan diversifikasi.

Ia menuturkan, dari sisi perlindungan inflasi, sebagai komponen utama inflasi, komoditas membantu mempertahankan portofolio terhadap dampak kenaikan harga dan secara historis berkinerja baik selama periode inflasi tinggi.

Sedangkan dari diversifikasi, untuk kepekaan pasar komoditas terhadap kinerja non keuangan memungkinkan komoditas memberikan manfaat diversifikasi ke portofolio aset keuangan. Kinerja historis menunjukkan nilai komoditas dalam memberikan perlindungan terhadap penurunan ekuitas.

DBS Tekankan Pentingnya Diversifikasi Portofolio di Tengah Sentimen Inflasi

Bank DBS (Foto: DBS)
Bank DBS (Foto: DBS)

Sebelumnya, memasuki kuartal III 2022, Bank DBS menilai sejumlah tantangan utama dihadapi pasar di Asia. Tantangan itu antara lain inflasi yang tak kunjung reda, sikap hawkish bank sentral Amerika Serikat, meningkatnya risiko resesi dan penurunan peringkat keuntungan.

Hal itu disampaikan Chief Investment Officer Bank DBS, Hou Wey Fook dalam CIO Insights 3Q2022: Rising Above Inflation oleh Bank DBS.

"Dengan berlangsungnya krisis Rusia-Ukraina dan situasi COVID-19 di Tiongkok yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, DBS meyakini faktor-faktor itu sudah dimasukkan ke dalam penghitungan biaya oleh pasar di berbagai belahan dunia, termasuk Asia," ujar dia dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 7 Juli 2022.

Dengan melihat kondisi itu, Hou Wey Fook mengatakan, pihaknya terus mempertahankan pandangan overweight untuk alternatif yang terdiri atas ekuitas swasta, utang swasta,dana lindung nilai dan emas untuk manfaaf diversifikasinya.

"Kami juga menekankan pentingnya alternatif termasuk emas dan aset swasta untuk diversifikasi risiko portofolio," kata dia.

-Emas sebagai batas nilai stagflasi: target harga emas USD 2.200 pada akhir tahun

"Prospek kami untuk emas didukung oleh pergerakan dolar AS dan imbal hasil obligasi," ujar dia.

Target harga emas oleh DBS didukung oleh pandangan antara lain dolar AS telah diperdagangkan melewati puncaknya pada 2022 dan konflik Rusia-Ukraina dapat berkepanjangan sehingga mendorong permintaan emas sebagai lindung nilai portofolio.

 

 

Pinjaman Swasta

Penerapan Protokol Kesehatan di Bank DBS Indonesia
Sejumlah karyawan saat bekerja mengikuti aturan physical distancing di kantor DBS Tower, Jakarta, Selasa (30/6/2020). Bank DBS Indonesia menerapkan protokol kesehatan, penyesuaian operasional dan penataan ulang struktur penempatan karyawan di area kantor. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

-Pinjaman swasta-strategi pinjaman langsung

"Strategi pinjaman langsung menawarkan hasil relatif menarik, bahkan terhadap kelas pinjaman publik paling beresiko di lingkungan dengan hasil terendah pasca GFC," kata Hou Wey Fook.

Ia menuturkan, imbal hasil ini tidak dihasilkan melalui pengembalian risiko, melainkan dengan kemampuan dari strategi pinjaman langsung untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi di pasar pinjaman melalui fleksibilitasnya, seperti dengan menawarkan persyaratan pinjaman yang dipesan lebih dulu.

Investor yang mengantisipasi kenaikan suku bunga dapat menemukan kelegaan dalam struktur suku bunga mengambang yang melindungi imbal hasil dari lingkungan suku bunga yang meningkat, sementara persyaratan transaksi yang terstruktur baik menawarkan tingkat pemulihan tinggi dalam lingkungan ekonomi tidak pasti yang mungkin melihat peningkatan gagal bayar.

"Di sisi lain, investor harus siap menghadapi sifat tidak likuid investasi pinjaman langsung dibandingkan dengan utang publik. Penting juga untuk memilih manajer dana dengan sumber daya memadai dan rekam jejak keberhasilan," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya