Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) masih mencatat rugi sepanjang 2021. Bahkan rugi Garuda Indonesia membengkak dan pendapatan turun pada 2021.
Mengutip laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Rabu (13/7/2022), PT Garuda Indonesia Tbk mencatat rugi kepada pemilik entitas induk USD 4,15 miliar atau setara Rp 62,33 triliun (asumsi kurs Rp 14.986 per dolar AS) pada 2021. Rugi itu melonjak 70,25 persen dari periode sama tahun sebelumnya USD 2,44 miliar atau setara Rp 36,63 triliun.
Baca Juga
Rugi itu juga seiring pendapatan turun menjadi USD 1,33 miliar pada 2021 atau setara Rp 20,03 triliun. Pendapatan itu merosot 10,4 persen dari periode sama tahun sebelumnya USD 1,49 miliar atau setara Rp 22,36 triliun.
Advertisement
Pendapatan dari penerbangan berjadwal turun menjadi USD 1,04 miliar pada 2021 dari periode 2020 sebesar USD 1,20 miliar. Penerbangan tidak berjadwal naik menjadi USD 88,05 juta pada 2021 dari 2020 sebesar USD 77,24 juta. Sementara itu, pendapatan lainnya susut menjadi USD 207,47 juta pada 2021. Dari periode 2020 sebesar USD 214,41 juta.
PT Garuda Indonesia Tbk menekan beban usaha sebesar 21,03 persen menjadi USD 2,60 miliar pada 2021 dari periode sama tahun sebelumnya USD 3,30 miliar.
Perseroan mencatat kenaikan rugi usaha sebesar 79,84 persen menjadi USD 3,96 miliar pada 2021 dari periode 2020 sebesar USD 2,20 miliar. Rugi per saham dasar atau dilusi menjadi 0,16068 pada 2021 jika dibandingkan 2020 sebesar 0,09437.
Di sisi lain, perseroan mencatat total ekuitas negatif USD 6,11 miliar pada 2021 dari 2020 sebesar USD 1,94 miliar. Total liabilitas naik 4,47 persen menjadi USD 13,30 miliar atau setara Rp 199,35 triliun pada 2021 dari 2020 sebesar USD 12,73 miliar atau setara Rp 190,8 triliun.
Garuda Indonesia kantongi kas dan setara kas USD 54,44 juta atau sekitar Rp 816,48 miliar pada 2021 dari 2020 sebesar USD 200,97 juta atau sekitar Rp 3,01 triliun.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
BEI Paparkan Syarat Pembukaan Suspensi Saham Garuda Indonesia
Sebelumnya, manajemen Bursa Efek Indonesia (BEI) angkat bicara mengenai potensi pembukaan penghentian sementara (suspensi) saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna Setia menuturkan, BEI sedang menelaah terhadap keterbukaan informasi Garuda Indonesia termasuk salinan perjanjian perdamaian final yang akan disampaikan oleh perseroan.
“Terkait pembukaan suspensi GIAA, maka Bursa akan melakukan pembukaan suspensi saham GIAA apabila penyebab dilakukannya suspensi telah dipenuhi seluruhnya oleh Perseroan yaitu: penjelasan terhadap restrukturisasi utang Perseroan, termasuk sukuk,” ujar dia kepada wartawan, ditulis Sabtu (9/7/2022).
Selain itu, Bursa mempertimbangkan Perseroan untuk melaksanakan paparan publik Insidentil.
BEI suspensi efek PT Garuda Indonesia Tbk di seluruh pasar terhitung sejak sesi I perdagangan efek pada 18 Juni 2021.Hal ini berdasarkan pengumuman BEI Peng-SPT-00011/BEI.PP2/06-2021.
Manajemen BEI menyatakan, pertimbangan suspensi efek PT Garuda Indonesia Tbk ini seiring perseroan telah menunda pembayaran jumlah pembagian berkala sukuk yang telah jatuh tempo pada 3 Juni 2021 dan telah diperpanjang pembayarannya dengan menggunakan hak grace period selama 14 hari, sehingga jatuh tempo pada 17 Juni 2021. Hal tersebut mengindikasikan adanya permasalahan pada kelangsungan usaha perseroan.
Advertisement
Garuda Indonesia Geber Rencana Rights Issue dan Private Placement
Sebelumnya, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) berencana melakukan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.
Aksi itu sehubungan dengan penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 7,5 triliun. Dalam aksi tersebut, Garuda Indonesia akan gelar rights issue dalam jumlah sebanyak-banyaknya 225.585.894.911 lembar saham atau sebesar 871,44 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor Perseroan.
Saham baru dalam penambahan modal ini akan dikeluarkan dengan nilai nominal Rp 459 per saham. Perseroan akan meminta restu pemegang saham melalui RUPSLB pada 12 Agustus 2022.
Perseroan memperkirakan, rencana penambahan modal ini akan berpengaruh positif terhadap kondisi keuangan perseroan. Antara lain, memperkuat struktur permodalan serta meningkatkan kemampuan kas untuk memenuhi kebutuhan modal kerja. Pada akhirnya akan memberikan nilai tambah bagi pemegang saham perseroan.
Mengutip keterbukaan informasi bursa, Kamis, 7 Juli 2022, seluruh dana rights issue akan digunakan perseroan untuk pemeliharaan pesawat yang tunduk pada sewa armada pesawat Go-Forward dan perjanjian sewa alternatif, biaya dan pengeluaran yang berkaitan dengan restrukturisasi utang.
Dana Rights Issue
Selain itu, dana hasil aksi ini akan digunakan untuk menjaga kebutuhan kas minimum, mendukung kebutuhan operasional Perseroan dan anak perusahaannya. Seperti biaya sewa pesawat dan mesin, bahan bakar dan lainnya.
Selain rights issue, perseroan juga berencana gelar penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu atau private placement. Aksi ini juga merupakan bagian dari rencana perdamaian dan diharapkan dapat meringankan beban keuangan perseroan dan memperbaiki struktur keuangan perseroan. Sehingga dipandang sebagai pilihan terbaik bagi perseroan dan seluruh pemegang saham.
Meskipun pelaksanaan private placement dilaksanakan tidak dengan berupa setoran modal kas, tetapi tetap memberikan efek peningkatan modal disetor sebagai komponen ekuitas yang berasal dari hasil konversi utang kepada kreditur yang berhak menerima ekuitas menjadi saham yang nilainya akan terkonfirmasi pada saat penyelesaian perhitungan claim settlement.
Sesuai dengan rencana perdamaian, perseroan dan para kreditur yang berhak menerima ekuitas telah menyetujui harga pelaksanaan akan ditetapkan oleh tim privatisasi.
Advertisement