Liputan6.com, Yogyakarta - Sebuah metode pertanian inovatif dari Cina menghadirkan pendekatan baru dalam budidaya padi yang mengubah cara pandang tradisional tentang pengolahan lahan pertanian. Teknologi pertanian yang disebut simbiosis padi kepiting ini memperlihatkan potensi dalam meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan sistem pertanian.
Mengutip dari berbagai sumber, metode ini melibatkan penggunaan kepiting-kepiting berukuran kecil. Ukurannya hampir sama besarnya dengan butiran beras dan dilepaskan ke area persawahan.
Kepiting-kepiting berukuran kecil ini berperan sebagai agen pengelolaan ekosistem sawah yang multifungsi. Peran kepiting dalam ekosistem sawah jauh lebih kompleks dibandingkan sekedar makhluk hidup tambahan.
Advertisement
Baca Juga
Mereka bertindak sebagai pembersih alami area persawahan, mengonsumsi serangga hama, memakan rumput liar, dan membersihkan berbagai kotoran yang ada di area pertanaman. Sistem pertanian ini memiliki dampak berkelanjutan terhadap kualitas tanah.
Kepiting-kepiting tersebut secara alamiah memberikan nutrisi organik ke dalam tanah melalui aktivitas biologisnya. Proses ini mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida kimia yang berpotensi merusak lingkungan.
Keunggulan metode ini terletak pada kemampuannya meningkatkan kualitas hasil panen. Dalam waktu beberapa bulan saja, petani dapat melihat peningkatan substansi pada kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan.
Produktivitas lahan pertanian meningkat tanpa memerlukan intervensi kimiawi yang berlebihan. Aspek ekonomi dari metode pertanian ini juga patut dicermati.
Kepiting-kepiting kecil tidak sekadar menjadi agen ekologis, melainkan juga menjadi sumber pendapatan tambahan bagi petani. Mereka dapat dipelihara dan dikembangbiakkan sebagai komoditas sampingan.
Potensi replikasi metode pertanian ini di wilayah lain, termasuk Indonesia, sangat terbuka. Negara-negara dengan sistem pertanian padi yang serupa dapat mengadopsi pendekatan ini untuk meningkatkan sustainabilitas pertanian.
Penulis: Ade Yofi Faidzun