Liputan6.com, Jakarta Sabtu, 20 Juni kemarin menandai ulang tahun ke-40 film Jaws karya Steven Spielberg. Film itu sering disebut The Father of Summer Blockbuster Movies--Bapaknya Film Blockbuster Musim Panas. Kenapa demikian?
Kalau sekarang ditonton lagi, dari segi teknologi Jaws tentu sudah ketinggalan zaman. Tapi, coba tengok sekali lagi filmnya. Anda tetap merasakan ketegangan dan rasa cemas ketika menontonnya.
Kisah Jaws berlangsung di sebuah lokasi wisata bernama Pulau Amity. Film dibuka dengan adegan yang sulit dilupa.
Advertisement
Siluet seorang wanita pirang seksi berlari menuju pantai sambil melepas bikininya. Dalam keadaan telanjang (meski tak kelihatan di mata penonton), si cewek berenang riang. Sejurus kemudian badannya ditarik hiu—tanpa kita melihat sosok hiunya seperti apa atau bagian tubuh mana yang digigit.
Baca juga: Di Box Office Akhir Pekan, Jurassic World Taklukkan The Avengers
Soal hiu yang tak kelihatan ini adalah salah satu keunikan Jaws. Saat diminta produser Richard Zanuck dan David Brown menyutradarai film yang diangkat dari novel Peter Benchley ini, Spielberg menyanggupi dengan memberi satu syarat: hiu tak muncul hingga satu jam pertama. Filmnya sendiri berdurasi 124 menit.
Hal ini yang membuat Jaws rasanya tak mungkin dimuat di era industri film Hollywood zaman sekarang. "Mereka (produser film) takkan mau menunggu selama itu untuk hiu ganas muncul,” kata Spielberg pada Tom Shone di majalah Intelligent Life tahun 2011 silam. "Mereka pasti ingin langsung memakai hiu dari efek khusus komputer dari pada menghabiskan syuting selama 9 bulan di laut."
Meski hiu muncul hanya sedikit, Jaws justru diangap film soal hiu ganas terbaik yang pernah dibuat.
Baca juga: Kenapa Film Hollywood Lebih Sering Rilis Lebih Dulu di Indonesia?
Saat tiga hari pertama edar di bulan Juni 1975 itu, Jaws meraup USD 7 juta, lalu membengkak jadi USD 14 juta di minggu pertama. Saat memasuki hari ke-59, Universal sudah mengantongi USD 100 juta. Angka itu terasa lambat saat ini, namun di masa itu membuat semua mata terbelalak.
Dikatakan Variety, Sabtu (20/6/2015), hanya setengah betul menyebut Jaws sebagai pelopor film musim panas. Sukses Jaws di tahun 1975 dan Star Wars dua tahun kemudian yang akhirnya membuat Hollywood terobsesi merilis film-film blockbuster saban musim panas.
Baca juga: Film Indonesia Mampu Bersaing dengan Film Blockbuster Hollywood?
Waktu itu tak ada pola baku merilis film-film besar. Film Gone With the Wind rilis di bulan Desember tahun 1939. The Sound of Music dan The Godfather rilis di bulan Maret tahun 1965 dan 1972. Jadi, waktu itu belum ada istilah "summer movie", tapi filmnya memang rilis di musim panas tahun 1975.
Namun, sukes Jaws dan kemudian Star Wars (rilis Mei 1977), membuka mata Hollywood kalau musim panas adalah saat yang tepat untuk merilis film-film besar yang berpotensi meraup banyak penonton.
Sukses Jaws adalah hal yang bikin Universal, Spielberg, serta produser David Brown dan Richard Zanuck bernafas lega. Mereka berkorban dan bertaruh banyak pada Jaws. Dari jadwal syuting yang semula hanya 55 hari molor jadi 159 hari, terutama akibat hiu robot yang kerap rusak dan kesulitan syuting di laut. Bujetnya juga membengkak jadi USD 7 juta.
Hingga selesai masa edar, Jaws meraup USD 260 juta. Jika dihitung dengan tingkat inflasi saat ini, Jaws berada di urutan tujuh film terlaris sepanjang masa dengan nilai uang masa kini USD 1,040 miliar atau setara Rp 13,8 triliun.
Pantas saja semua orang terbelalak dengan fenomena sukses Jaws waktu itu. (Ade/Feb)