Liputan6.com, Jakarta - Selama ini film drama Amerika yang mmengambil setting awal abad ke-20, biasanya tak lepas dari tema politik dan peperangan. Namun berbeda dengan Genius. Film ini berfokus pada hubungan akrab antara penulis novel dan editornya, Thomas Wolfe (Jude Law) dan Maxwell Perkins (Colin Firth).
Berbagai adegan yang dipamerkan dalam film Genius membuat kita mengenal seluk beluk dunia percetakan buku pada era tersebut. Ditambah lagi, film ini diambil dari kisah nyata ketika Wolfe sedang berada di puncak kesuksesan berkat usaha Maxwell Perkins.
Advertisement
Baca Juga
Selama berkarier, Maxwell Perkins menjadi editor buku-buku Ernest Hemingway (Dominic West) dan F. Scott Fitzgerald (Guy Pearce). Nama keduanya tentu sudah tidak asing lagi bagi para penikmat novel laris kelas dunia.
Kisah persahabatan antara Wolfe dan Maxwell juga tidak digambarkan secara berbelit-belit. Mereka mampu mendapatkan chemistry yang pas ketika tema novel yang ditulis Wolfe dianggap sesuai dengan kebutuhan penerbit.
Hubungan emosional keduanya juga cukup seru ketika Maxwell menganggap banyak kata yang boros di dalam tulisan Wolfe. Sementara Wolfe tak setuju isi novelnya dibabat Maxwell. Namun, pertentangan tersebut justru membuat keduanya semakin lengket.
Seiring berjalannya waktu, Wolfe dan Maxwell yang sudah sama-sama berkeluarga, menikmati kesuksesan mereka berkat buku-buku baru yang diterbitkan. Sayangnya, ada beberapa hal yang harus dikorbankan setelah mereka berhasil menguasai dunia literatur. Salah satunya adalah istri dan anak-anak.
Bahkan, tabiat Wolfe yang terlalu semaunya setelah sukses, membuat Maxwell terpaksa harus memperingatkannya dengan cara keras. Alhasil, drama film Genius terlihat semakin menarik untuk dinikmati.
Meskipun, di dalamnya terdapat banyak adegan peralihan tahun dan momen penting yang digambarkan begitu cepat. Sehingga, ada kesan kalau film ini kurang detail dalam menggambarkan proses kesuksesan Thomas Wolfe secara keseluruhan. Kesuksesan Wolfe juga tak dibarengi dengan kemunculan para kritikus yang memuji novel-novelnya, melainkan hanya melalui ucapan yang disampaikan Maxwell.
Film ini juga terlalu berfokus pada hubungan persahabatan antara Wolfe dan Maxwell yang alurnya berjalan cepat dan terkesan instan, sehingga pada akhirnya membuat elemen ini terasa agak hambar.Â
Namun, tetap saja Genius termasuk sebagai film yang sangat sayang untuk dilewatkan. Ada banyak adegan menarik dan mengharukan yang patut untuk disaksikan dalam Genius. Akhir film, serta drama rumah tangga di dalamnya bisa menjadi pembelajaran tersendiri bagi kita. Genius sudah bisa disaksikan di bioskop-bioskop Indonesia, Cinemaxx dan CGV Blitz.