Liputan6.com, Jakarta Kesuksesan Titiek Puspa sebagai penyanyi legendaris Indonesia tidak terjadi begitu saja. Perjalanan hidup selama 81 tahun ia lalui dengan penuh suka dan duka.
Terlebih, Titiek Puspa sempat merasakan pahitnya hidup dalam masa penjajahan Jepang. Perekonomian Indonesia yang sedang terpuruk membuat Titiek Puspa sulit mendapatkan pekerjaan.
Advertisement
Baca Juga
Mendiang ibunda Titiek Puspa bahkan harus menjual perhiasannya untuk ditukar dengan bahan pangan. Jalan tersebut ditempuh sang ibu demi mencukupi kebutuhan suami dan kedua belas anaknya.
Dengan kesulitan ekonomi kala itu, Titiek Puspa akhirnya memutuskan untuk berjualan makanan. Berikut adalah empat makanan yang pernah dijajakan Titiek Puspa, yang diceritakan dalam buku berjudul Titiek Puspa A Legendary Diva karya Alberthiene Endah.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
1. Kue
Kekejaman Jepang ketika menjajah Indonesia menyebabkan kesengsaraan bagi kehidupan Titiek Puspa saat itu. Kemiskinan bertambah parah dan bahan makanan semakin sulit didapatkan.
Akhirnya, keluarga Titiek Puspa memutuskan untuk berjualan kue. Ibunda Titiek Puspa membuat beberapa jenis kue dengan bahan dasar singkong, seperti getuk, lemet, ongol-ongol, dan sentiling.
Advertisement
2. Wedang
Ketika hijrah ke Kutoarjo, Jawa Tengah, Titiek Puspa dan keluarganya menetap di kediaman sanak saudaranya. Tak ingin terkesan merepotkan, Titiek Puspa menuruti permintaan sang ibu untuk berjualan wedang di stasiun kereta di Kutoarjo.
Hasil penjualan wedang hanya cukup untuk kebutuhan makan keluarga dalam dua hari. Jika tak ada lagi makanan yang bisa disantap, Titiek Puspa akan memungut sisa-sisa makanan yang tergeletak di jalan.
3. Rempeyek
Tak lama tinggal di Kutoarjo, keluarga Titiek Puspa kemudian pindah ke Ambarawa. Di sana, Titiek Puspa kembali menjajakan makanan untuk keberlangsungan hidup keluarganya.
Kali ini, rempeyek menjadi makanan yang dijajakan oleh Titiek Puspa. Di pagi buta, pelantun "Apanya Dong" ini telah keluar rumah dengan membawa tampah berisi rempeyek yang diletakkan di atas kepalanya.
Advertisement
4. Es Mambo
Memasuki tahun 1965, suasana politik di Indonesia mulai menegang. Akibatnya, Titiek Puspa kehilangan banyak tawaran untuk bernyanyi. Bahan pokok untuk memasak juga mulai sulit untuk ditemukan.
Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, Titiek Puspa akhirnya memilih berjualan es mambo. Namun, hasil dari usaha tersebut hanya cukup untuk makan sehari-hari dan menjadi modal untuk berjualan kembali.
(Affiyah Tri Yuni Sari/Mgg)