Resensi Film Sleep Call: Tragedi Pinjol dengan Laura Basuki Sebagai Visual Kesepian dan Trauma Masa Lalu

Sleep Call memotret fenomena para pekerja perusahaan pinjol ilegal. Ada nurani yang berayun-ayun lalu terpental akibat tuntutan atas nama profesionalisme.

oleh Wayan Diananto diperbarui 07 Sep 2023, 22:36 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2023, 22:00 WIB
Sleep Call
Sleep Call memotret fenomena para pekerja perusahaan pinjol ilegal. Ada nurani yang berayun-ayun lalu terpental akibat tuntutan atas nama profesionalisme. (Foto: Dok. IDN Pictures)

Liputan6.com, Jakarta Sleep Call karya sineas Fajar Nugros, yang kita kenal lewat box office Cinta Brontosaurus, Yowis Ben, dan Inang sedang gelisah. Ia mendapati dampak kemajuan teknologi bisa bikin manusia kehilangan hati nurani kalau tak mau dibilang “gila sendiri.”

Saat tuntutan hidup meninggi dan kondisi finansial mengimpit, pinjol menyamar jadi juruselamat dengan segala “kemudahan.” Meminjam uang semudah mencuit di Twitter. Jemari tinggal menari-nari di layar sentuh lalu dalam hitungan menit rekening jadi gendut.

Film Sleep Call memotret fenomena ini lewat sudut pandang para pekerja perusahaan pinjol ilegal. Ada nurani yang berayun-ayun lalu terpental akibat tuntutan atas nama profesionalisme. Pemilik nurani itu adalah Dina. Adalah Nur. Adalah Bella. Dan masih banyak lagi.

Laura Basuki dipilih sebagai ujung tombak. Dengan genius, ia mempresentasikan bencana mematikan bernama kesepian. Di tangan Fajar Nugros, Laura Basuki mencapai level berikutnya. Inilah resensi film Sleep Call.

 

Dina dan Sepi yang Mematikan

Laura Basuki sebagai Dina dalam film Sleep Call. (Foto: Dok. IDN Pictures)
Laura Basuki sebagai Dina dalam film Sleep Call. (Foto: Dok. IDN Pictures)

Dina (Laura Basuki) tinggal sendiri di rumah susun dengan lingkungan acakadul. Sehari-hari, ia bekerja di perusahaan pinjol ilegal milik Tommy (Bront Palarae) dan diawasi Bayu (Kristo Immanuel).

Hari-harinya makin pahit karena ibunya (Jenny Zhang) dirawat di rumah sakit. Psikisnya terguncang akibat kekerasan dalam rumah tangga. Kerja di perusahaan pinjol dengan gaji pas-pasan membuat Dina terlilit utang.

Untuk mengusir sepi dan stres yang tak kunjung turun levelnya, Dina menjalin pertemanan dengan Rama (Bio One) di jagat maya. Sebelum tidur, keduanya menjalani “ritual” sleep call.

Saat sleep call, Dina sejenak lupa pada kenyataan yang pahit. Karenanya, ia menolak Bayu yang diam-diam menyimpan cinta. Hingga akhirnya, Dina sadar, ada kenyataan yang jauh lebih pahit dan mengerikan mengintainya.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Sleep Call dan Cermin Sosial

Kristo Immanuel sebagai Bayu dalam film Sleep Call. (Foto: Dok. IDN Pictures)
Kristo Immanuel sebagai Bayu dalam film Sleep Call. (Foto: Dok. IDN Pictures)

Menenuhi salah satu kodrat film sebagai cermin sosial, Sleep Call mereflesikan wajah masyarakat di era teknologi komunikasi lengkap dengan plus minusnya. Penuh teka-teki, tapi tak lantas menjadikan film ini berat.

Sleep Call dibangun dengan fondasi naskah berbasis riset, dekat dengan merah hitam kehidupan audiens. Sedekat jarak telunjuk dan ibu jari saat mengunduh aplikasi pinjol dengan kemudahan menggiurkan.

 

Magnet Terbesar Bernama Laura

Bio One sebagai Rama dalam film Sleep Call. (Foto: Dok. IDN Pictures)
Bio One sebagai Rama dalam film Sleep Call. (Foto: Dok. IDN Pictures)

Magnet terbesar Sleep Call terletak pada performa Laura Basuki sebagai visual, subjek sekaligus korban keadaan, masa lalu, dan masa sekarang. Ia memimpin audiens mengikuti pembabakan drama dengan klimaks mencekam.

Bio One tampil kalem, karismatik, dengan aura wajah yang teduh. Sepintas, ia tipikal cowok yang enak dijadikan tempat curhat. Dia mendengar (tanpa memberi solusi saja) sudah bikin hati ayem dan sedikit meleyot karena baper diperhatiin.

 

Sleep Call Adalah Pengingat

Bront Palarae sebagai Tommy dalam film Sleep Call. (Foto: Dok. IDN Pictures)
Bront Palarae sebagai Tommy dalam film Sleep Call. (Foto: Dok. IDN Pictures)

Sleep Call adalah pengingat bahwa kesepian dan trauma masa lalu adalah dua hal yang sebaiknya tidak “dinikahkan.” Apapun alasannnya. Daya tarik lain, keputusan Fajar Nugros tak mengemas Sleep Call menjadi 100 persen kelam.

Meski kita tahu, sejak awal, film ini mengembang dengan pilar drama, thriller, dan suspence. Ia mengingatkan saya pada ujaran seorang sahabat, “Kalau lo sudah enggak kuat lagi, ketawain aja masalah lo sendiri.”

 

Menertawakan Masalah Hidup

Salah satu adegan film Sleep Call. (Foto: Dok. IDN Pictures)
Salah satu adegan film Sleep Call. (Foto: Dok. IDN Pictures)

Dan ya, di Sleep Call, Anda bisa tertawa. Menertawakan pilihan yang salah (kalau tak mau dibilang bodoh). Menertawakan beban hidup. Menertawakan pinjol dan bunganya yang ya Allah banget.

Menertawakan keyakinan bahwa membujuk orang lain ngutang lalu di hari berikutnya mengancam menyebar data pribadi ke ruang publik dianggap mata pencarian halal sekaligus berkah.

Menertawakan ironi karena ponsel pintar berevolusi, menjelma toko serbaada dengan derajat kekompletan melampaui toserba itu sendiri. Sleep Call adalah kombinasi tawa, ketar-ketir, lalu kita mikir

Auto Mak Deg!

Salah satu adegan film Sleep Call. (Foto: Dok. IDN Pictures)
Salah satu adegan film Sleep Call. (Foto: Dok. IDN Pictures)

Dulu, saat menonton Inang, pada menit-menit awal, saya berpikir Wulan (Naysilla Mirdad) adalah cewek susah kebanyakan. Lalu, saya deg-degan dan kepikiran nasib Wulan gara-gara menyaksikan adegan tikus masuk perangkap.

Dalam Sleep Call, saya juga mengira bahwa Dina hanyalah cewek susah pada umumnya. Hingga sebuah adegan bergulir beberapa kali dan membuat saya waswas pada Dina dan sekitarnya. Auto mak deg!

 

 

Pemain: Laura Basuki, Bio One, Della Dartyan, Bront Palarae, Kristo Immanuel, Jenny Zhang

Produser: Susanti Dewi

Sutradara: Fajar Nugros

Penulis: Husein M. Atmojo, Fajar Nugros

Produksi: IDN Pictures

Durasi: 1 jam, 40 menit

 

 

infografis perfilman indonesia
Jumlah produksi film Indonesia, berapa banyak? (Liputan6.com/Trie yas)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya