Kasus Kekerasan Terhadap Anak Masih Tinggi, Ini Kata Kriminolog

Kriminolog menilai usia dan ketidakharmonisan keluarga menjadi salah satu pemicu kekerasan terhadap anak.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Jul 2019, 03:00 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2019, 03:00 WIB
Ilustrasi Kekerasan Pada Anak (iStockphoto)
Ilustrasi Kekerasan Pada Anak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kriminolog menilai usia dan ketidakharmonisan keluarga menjadi salah satu pemicu kekerasan terhadap anak. Sebelumnya data yang dihimpun oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA Jatim) pada 2018 tercatat, Surabaya menjadi kota dengan tingkat kekerasan terhadap anak paling tinggi di Jawa Timur.

Berdasarkan keterangan tertulis LPA Jatim pada 26 Desember 2018 yang dikutip dari Antara, ada 10 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur (Jatim) dengan tingkat kekerasan terhadap anak masih tinggi.

10 kabupaten/kota itu antara lain Surabaya sebanyak 132 kasus, Mojokerto 25 kasus, Jombang 20 kasus, Gresik 20 kasus, Malang 17 kasus. Selain itu, Blitar ada 12 kasus, Sidoarjo ada 12 kasus, Pasuruan ada 11 kasus, Bangkalan 8 kasus, dan Lamongan 8 kasus.

"Memang terjadi penurunan sekitar 10 persen kasus kekerasan terhadap anak di Jatim tahun 2018. Tapi untuk Kota Surabaya masih tinggi," kata Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur Isa Ansori.   

Meski demikian, LPA Jatim mencatat ada penurunan kekerasan terhadap anak keseluruhan di Jawa Timur yaitu pada 2017 yang melapor langsung sebanyak 159 kasus. Namun, turun menjadi 131 kasus pada 2018 atau sekitar 10 persen dari tahun sebelumnya. 

Terkait data tersebut, kriminolog Universitas Indonesia, Vinita Susanti menyebutkan, usia dan ketidakharmonisan keluarga menjadi pemicu terjadinya kekerasan terhadap anak.

"Usia anak, menjadikan ia rentan terhadap kekerasan. Baik  anak-anak yang hidup dalam keluarga utuh dan tinggal bersama dengan orang tuanya, maupun anak-anak yang tinggal di jalanan. Adanya ketidakharmonisan dalam keluarga juga membuat anak rentan menjadi korban kekerasan,” ujar dia saat berbincang dengan Liputan6, Kamis (17/7/2019).

Vinita menuturkan, penurunan angka kekerasan sekitar 10 persen menunjukkan ada perhatian dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

"Bisa saja, terjadi.  Hasil penelitian juga menunjukkan peran keluarga, masyarakat dan pemerintah sangat penting dalam mendidik anak. Bila keluarga, masyarakat dan pemerintah sudah menjalankan perannya dengan baik dan benar, bisa saja kemungkinan terjadinya penurunan angka kekerasan terhadap anak," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Tidak Dilaporkan

Namun, ia juga melihat penurunan angka kekerasan terhadap anak juga terjadi karena tidak dilaporkan kepada pihak berwajib.

"Di lain pihak, penurunan angka kekerasan terhadap anak, bisa juga terjadi karena ada kasus-kasus yang tidak dilaporkan pada yang berwajib (dark number)," ia menambahkan.

Vinita menilai, langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk menekan terjadinya kekerasan terhadap anak dengan menyadarkan orangtua dan sanksi-sanksi yang perlu diberikan kepada pelaku kekerasan terhadap anak.

"Penyadaran pada orang ua, atau orang-orang yang berpotensi melakukan kekerasan terhadap anak. Di mana anak-anak di lindungi oleh negara, dalam bentuk UU Perlindungan Anak. Ada sanksi-sanki yang bisa diberikan pada pelaku kekerasan terhadap anak," ujar dia.

 

(Tito Gildas, Mahasiswa Universitas Indonesia)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya