6 Fakta Roeslan Abdulgani, Tokoh Penting Konferensi Asia Afrika

Salah satu tokoh nasional Roeslan Abdulgani kelahiran Surabaya, Jawa Timur, yang mempunyai perjalanan karier begitu panjang.

oleh Liputan Enam diperbarui 06 Agu 2019, 06:00 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2019, 06:00 WIB
Pahlawan
Ilustrasi/copyright unsplash.com/@mbrunacr

Liputan6.com, Jakarta - Roeslan Abdulgani adalah seorang politikus dan negarawan kelahiran Surabaya, Jawa Timur, yang mempunyai perjalanan karier begitu panjang. Karier Roeslan Abdulgani itu di antaranya menjadi Menteri Luar Negeri Indonesia pada 1956-1957.

Dia juga pernah menjadi rektor di IKIP Bandung yang pertama pada periode 1964-1966. Kemudian, ia pernah tercatat sebagai pimpinan ke tiga di Kampus PTPG Bandung. Seperti Liputan6.com lansir dari merdeka.com mengenai Roeslan Abdulgani berikut ini:

1) Roeslan Abdulgani lahir pada 24 November 1914 di Surabaya, Jawa Timur. Pria yang kerap di sapa Cak Roes ini adalah tokoh penting atas terselenggaranya Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955 di Bandung.                                                                

Sejak Cak Roes kecil, sang ayah menanamkan jiwa nasionalisme pada dirinya, sehingga dia memahami arti sebuah keberagaman. Pada masa remaja, Cak Roes sempat memiliki cita-cita menjadi anggota militer, tetapi mimpinya itu tidak tercapai lantaran saat itu sekolah militer hanya dikhususkan bagi anak priyayi.

2) Oleh karena itu, ia lantas mendaftarkan dirinya di sekolah keguruan khusus warga Eropa (Openbare Europese Kweekschool). Namun, sebagai anggota Indonesia Muda, ia harus rela di keluarkan dari sekolah tersebut. 

Ketika Cak Roes muda, ia mulai meniti karier di bidang politik dengan bergabung oleh Natipy, yaitu sebuah kepanduan berhaluan Nasional. Selain itu, ia pula bergabung dengan anggota Jong Islamieten Bond dan Indonesia Muda.

3) Selanjutnya, ia pernah terlibat dalam pertempuran 10 November 1945, pertempuran yang terjadi antara Sekutu dan Arek Suroboyo ini menantang Cak Roes untuk menyingkir dari Surabaya menuju Malang. Kemudian, ia ditunjuk menjadi Sekretaris Jenderal Menteri Penerangan pada 1947-1954.

Setelah Agresi Militer ke-2 , tepatnya setelah kedaulatan pindah dari Yogyakarta ke Jakarta, karir Cak Roes semakin menanjak, sehingga dia menjadi Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri pada 1954-1956.

4) Sederet pengalaman telah ia miliki, setelah menjadi SekJen Departemen Luar Negeri, ia kembali menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957). Pada 1962-1966, Cak Roes  di daulat menjadi Menteri Penerangan, dan menjadi Wakil Perdana Menteri pada 1966-1967.

Cak Roes bahkan di percaya sebagai Duta Besar RI di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1967-1971, serta menjadi Ketua Tim Penasehat Presiden mengenai Pancasila sejak 1978.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Selanjutnya

Kemeriahan Parade KAA di Bandung
Kemeriahan pawai Parade Asia Afrika di Bandung, Sabtu (26/4/2015). Pawai Parade Asia Afrika dimeriahkan dengan menampilkan berbagaimacam pakaian tradisional masing-masing negara. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

5) Ia mempunyai trauma, yaitu pada saat dirinya mendekam di penjara sebanyak tiga kali, hal itu karena ia berusaha untuk meneruskan cita-cita sang ayah. Sebelumnya, ayah Cak Roes merupakan seorang pedagang yang tergabung dalam Partai Sarikat Dagang Islam.

Ketika dalam masa tahanan, Cak Roes mengalami berbagai hal buruk, di antaranya memiliki banyak luka yang membuat cacat di tubuhnya. Hal itu yang membuat kenang-kenangan akan masa perang terus berputar-putar di pikirannya.

6) Selain mempunyai trauma, Cak Roes juga mempunyai euforia yang berlebihan, maksudnya adalah euforia yang ia rasakan saat ingatan-ingatan sukacita bangsa Indonesia  meraih kemerdekaan yang mutlak.

Semasa hidupnya, Cak Roes mempunyai lima orang anak dari pernikahannya dengan Sihwati Nawangwulan. Ia juga memperoleh gelar Jenderal TNI Kehormatan Bintang Empat, dan Bintang Mahaputra. Cak Roes meninggal dunia pada 29 Juni 2005, pada saat usianya menginjak 90 tahun.

Dia salah satu pahlawan asal Surabaya yang memiliki perjalanan karier begitu panjang. 

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya