Usai Peringatan 1.000 Hari KH Hasyim Muzadi, Putra Ketiga Menyusul

Putra ketiga KH Hasyim Muzadi, Gus Hilman Wajdi, tutup usia pada Rabu dini hari, 18 Desember 2019 karena kecelakaan di Jalan Tol Pandaan-Malang.

oleh Dian KurniawanAgustina Melani diperbarui 18 Des 2019, 13:05 WIB
Diterbitkan 18 Des 2019, 13:05 WIB
Hasyim Muzadi
KH Hasyim Muzadi mendatangi Gedung KPK (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kabar duka menyelimuti keluarga besar almarhum KH Hasyim Muzadi. Putra ketiga KH Hasyim Muzadi, Gus Hilman Wajdi (43), tutup usia pada Rabu dini hari, 18 Desember 2019 karena kecelakaan di Jalan Tol Pandaan-Malang.

Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur Komisaris Besar (Kombes) Polisi (Pol) Frans Barung Mangera membenarkan kecelakaan tersebut.

Kecelakaan itu terjadi antara mobil Toyota Innova yang dikendarai Hilman dengan truk Nisan yang terjadi sekitar pukul 03.00 WIB di Tol Pandaan-Malang KM 63/A pada Rabu dini hari, 18 Desember 2019.

“Iya benar (korban kecelakaan),” ujar Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera.

Mengutip nu.or.id, KH Hilman Wajdi dikenal sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Kota Malang. Hilman lahir pada 25 Maret 1976 dan putra ketiga dari KH Hasyim Muzadi. Ia meninggalkan istri, Naila Izzah, dan empat anak yaitu Alfa Alma Tsuroya, M Zidan Abid Fanani, Alby Achmad Syach dan Alana.

Gus Hilman mengelola dua Pondok Pesantren Al-Hikam di Malang, Jawa Timur dan Depok, Jawa Barat. Pondok Pesantren Al-Hikam di Malang dilengkapi dengan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI. Sedangkan Al-Hikam Kota Depok, memiliki lembaga Kulliyatul Quran, demikian dilansir Antara.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Peringatan 1.000 Hari Hasyim Muzadi

Hasyim Muzadi
KH Hasyim Muzadi (tengah) mendatangi Gedung KPK (Liputan6.com/Helmi AfandiI)

Kabar duka tersebut pun tak lama dari peringatan 1.000 hari wafatnya KH Hasyim Muzadi pada 15 Desember 2019. Dilansir dari nu.or.id, pihak keluarga mengadakan acara peringatan seribu hari. Peringatan tersebut dilakukan di tiga titik antara lain di Pesantren Al-Hikam Depok, Pesantren Al-Hikam Malang, dan Mimika, Papua.

Di Mimika, Papua, peringatan dilakukan di dua lokasi antara lain Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Hasyim Muzadi SP3 dan Pondok Pesantren Darussalam Mimika Km 14.

Peringatan seribu hari wafatnya KH Hasyim Muzadi dilaksanakan pada 15 Desember 2019 yang dimulai pukul 08.00 pagi di Pesantren Ulumul Qur’an Hasyim Muzadi dengan tampilan selawat para santri. Acara dilanjutkan pembacaan Yasin dan tahlil bersama Ustaz Fajar, alumni Al-Hikam Depok.

Sedangkan mengenang sosok KH Hasyim Muzadi dibawakan oleh santri angkatan ke-3, Gus Mursyid.

“KH Hasyim Muzadi ini bukan hanya pemimpin kelas daerah, tetapi kelas dunia. Beliau memulai dari pengurus anak rating NU di level dusun hingga menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama selama dua periode,” ujar dia.

Mengutip kanal News Liputan6.com, Ahmad Hasyim lahir di Bangilan, Tuban, Jawa Timur pada 8 Agustus 1944. Ia anak dari Muzadi dan Rumyati. Ayahnya seorang pedagang tembakau dan Rumyati seorang penjual roti dan kue kering.

Pada usia 12 tahun, bisnis sang ayah sempat sukses mulai turun. Ekonomi keluarga Hasyim Muzadi pun dibantu bisnis sang ibu yang berjualan roti dan kue kering. Hasyim muda juga ikut membantu ekonomi keluarga.

Hasyim muda juga berkeliling kampung untuk membeli telur ayam sebagai bahan roti dari rumah warga. Hasyim membantu usai mondok di Pesantren Gontor. Setelah nyatri di Gontor dan Senori, Lasem, Jawa Tengah. Hasyim muda berkelana ke Malang, Jawa Timur. Ia pun menjalani aktivitas sebagai aktivis. Ia punya talenta berorganisasi di Nadhalatul Ulama (NU).

Hasyim aktif di semua level organisasi NU, PMII, Ansor dan menjadi ketua NU tingkat ranting, cabang hingga menjadi anggota DPRD Malang. Karier Hasyim di NU terus meroket hingga menjabat sebagai Ketua Umum PBNU periode 1999-2009.

Pada pemilihan presiden 2004, Hasyim Muzadi menjadi Calon Wakil Presiden mendampingi Capres Megawati Soekarnoputri Presiden RI kelima (2001-2004) Megawati Soekarnoputri.

Akan tetapi, langkahnya ini gagal menuai kemenangan. Usai itu, dalam Muktamar NU ke-31 di Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah. Hasyim kembali terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar NU setelah berhasil mengungguli secara mutlak para pesaingnya termasuk KH Abdurrahman Wahid.

Sesuai ketentuan internal NU, seorang hanya boleh menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU dua periode berturut-turu sehingga dalam Muktamar NU ke-32 di Makassar, April 2010, Hasyim Muzadi digantikan Dr.KH.Said Aqil Siradj MA. Sementara Hasyim Muzadi terpilih menjabat Wakil Rais Aam PBNU (2010-2015) bersama Dr. KH.A. Musthofa Bisri mendampingi Ketua Rais Aam Dr.KH M.A Sahal Mahfudh.

Selain itu, berbeda dengan pemimpin NU sebelumnya yang masih berorientasi pada penguatan jam’iyah dan persoalan nasional. NU zaman Kiai Hasyim membuka diri berkontribusi pada persoalan dunia internasional, seperti penanggulangan terorisme, resolusi konflik, isu lingkungan dan perdamaian.

Sebagai ulama, sosok Hasyim dikenal nasionalis dan pluralis. Apa saja yang dianggap perlu bagi agama, Indonesia dan NU, Hasyim ikhlas melakukannya, demikian mengutip Merdeka.com.

Kiai Hasyim memperluasnya jaringan internasional dengan membuka pengurus cabang istimewa (PCI) NU di sejumlah negara antara lain Australia, Inggris, Jepang, Amerika Serikat, Prancis, Jerman dan beberapa negara Timur Tengah.

Setelah PCI berdiri, Kiai Hasyim bersama Menteri Luar Negeri kala itu, Nur Hassan Wirajuda mendirikan International Conference of Islamic Scholars (ICIS) pada Februari 2004. Itu dilakukan untuk menguatkan pemikiran moderat Islam dengan slogan ‘Islam Rahmatan Lil Alamin’.

Ada tiga alasan mendorong Kiai Hasyim mendirikan ICIS. Pertama, momentum perubahan hubungan politik dan suhu ketegangan antara Islam dengan Barat setelah tragedi serangan terorisme 11 September 2001 atau 9/11 di Amerika Serikat.

Kedua, kampanye Amerika Serikat melawan terorisme yang secara langsung berimbas pada posisi hubungan antara Barat dengan dunia Islam. Ketiga, keberadaan ICIS juga dimanfaatkan untuk memperkenalkan nilai-nilai Pancasila ke dunia.

Kini, ICIS sudah menjadi lembaga internasional yang terdaftar di Organisasi Konferensi Islam (OKI), Liga Muslim Dunia, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya