Unair Dampingi Korban Kasus Fetish Kain Lapor Polisi

Unair akan mendampingi korban primer yakni korban yang telah bertemu dan telah dibungkus kain jarik oleh pelaku fetish berinisial G.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Agu 2020, 20:00 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2020, 20:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Dosen Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suko Widodo. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menyatakan pihaknya sudah menyelesaikan masalah etik terkait kasus dugaan pelecehan seksual fetish kain jarik berkedok riset yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) berinisial G. Sedangkan masalah kriminal menjadi wewenang kepolisian.

Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair, Suko Widodo menuturkan, pihaknya akan mendampingi korban primer yakni korban yang telah bertemu dan telah dibungkus kain jarik oleh pelaku fetish berinisial G untuk pelaporan ke pihak kepolisian.

"Kalau masalah etik, kami sudah selesaikan, tapi kalau masalah kriminalnya menjadi wewenang kepolisian. Dari help center, kami mendampingi korban primer sudah ada yang akan melapor ke polisi pastinya," ujar dia, seperti dikutip dari Antara, Rabu (5/8/2020).

Sedangkan untuk korban sekunder, yakni korban yang hanya melakukan percakapan via media sosial dengan korban, Unair juga akan memberi pendampingan psikologis bagi mereka.

"Korban sekunder itu yang sempat dihubungi dan melakukan percakapan dengan pelaku melalui media sosial. Unair terus memberikan pendampingan kepada para korban yang mengalami trauma," tutur dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Terduga Pelaku Fetish Dinyatakan DO dari Unair

Kampus Unair
Kantor Pusat Manajemen Universitas Airlangga di Kampus C Unair, Jalan Ir Soekarno, Mulyorejo, Surabaya, Jatim. (www.unair.ac.id)

Unair juga telah mengambil keputusan dengan mengeluarkan atau melakukan drop out (DO) terhadap pelaku fetish berinisial G.

Keputusan mengeluarkan mahasiswa berinisial G diambil setelah Rektor Unair Prof Mohammad Nasih menghubungi orang yang bersangkutan di Kalimantan melalui daring.

"Merujuk pada azas komisi etik, keputusan baru bisa diambil saat bisa mendengar pengakuan dari yang bersangkutan dan atau wali. Karena oran tua sudah bisa dihubungi, maka pak rektor memutuskan yang bersangkutan di-DO atau dikeluarkan," kata Suko.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya