Jubir: Zonasi Nasional Secara Resmi Hanya Dilakukan Satgas COVID-19

Penentuan zona nasional berdasarkan 15 indikator yang terkait dengan epidemiologi, surveillance masyarakat, dan pelayanan kesehatan.

oleh Agustina Melani diperbarui 06 Agu 2020, 22:54 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2020, 22:54 WIB
Wiku Adisasmito
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Nasional Wiku Adisasmito menjelaskan per 12 Juli 2020 zona merah hanya tersebar di 55 kabupaten/kota saat konferensi pers di Media Center Gugus Tugas Nasional, Graha BNPB, Jakarta, Selasa (14/7/2020). (Dok Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional)

Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito menuturkan, penentuan zonasi nasional secara resmi hanya dilakukan oleh Satgas COVID-19.

Hal itu berdasarkan 15 indikator yang terkait dengan epidemiologi, surveillance masyarakat, dan pelayanan kesehatan.

"Zonasi nasional secara resmi hanya dilakukan oleh Satgas COVID-19 dan bisa diakses www.covid-19.go.id. Dengan suatu sistem bersatu lawan covid (BLC)," ujar dia, Kamis (6/8/2020).

Wiku menambahkan, dalam sistem tersebut  terlihat seluruh nasional, semua seluruh kabupaten/kota terintegrasi menjadi satu data riil terdapat dari pengumpulan data yang dilakukan Kementerian Kesehatan, diintegrasikan jadi satu dalam COVID-19," ujar dia, Kamis, (6/8/2020).

Ia menuturkan, akses tersebut menjadi acuan bersama karena ada 15 indikator berdasarkan epidemiologi, surveillance masyarakat dan pelayanan kesehatan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Penentuan Zona Risiko

Dewi Nur Aisyah
Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah mengajak masyarakat untuk memahami data COVID-19 lewat definisi laju insidensi saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (22/7/2020). (Dok Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional)

Sebelumnya, Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah memaparkan mengenai penentuan zona risiko. Penentuan zona risiko ini menggunakan 15 indikator yang dibangun dari tiga pilar utama yaitu epidemiologi, surveillance kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan.

Dewi menuturkan, dalam indikator epidemiologi lebih banyak ditekankan untuk menentukan zona risiko yang terdiri dari jumlah penambahan dan penurunan kasus baik positif, sembuh, kasus suspek, kematian, laju insidensi, angka kematian per 100 ribu penduduk, dan jumlah pemeriksaan spesimen.

"Indikator epidemiologi banyak ditekankan di sana, jumlah kasus penambahan, apakah sudah ada penurunan. Target kita 50 persen dari puncak. Kemudian juga suspek, apakah sudah turun dari puncak, kemudian melihat angka kematian. Angka kematian dari suspek dan positif," ujar dia, saat diskusi BNPB ditulis Selasa, 4 Agustus 2020.

"Angka kesembuhan kita lihat, angka insidensi, dan angka kematian per 100 ribu penduduk juga kita lihat, jumlah pemeriksaan spesimen per minggu ada kenaikan, angka positif rate di sana," ia  menambahkan.

Dewi mengingatkan adalah agar masyarakat dapat menjaga daya tahan tubuh agar tetap sehat dan fit. Ia mengatakan, mengalahkan virus corona baru (Sars-CoV-2) ini dengan daya tahan tubuh yang kuat.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya