Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito menyatakan, peta zonasi risiko daerah hanya mengacu dari hasil yang dikeluarkan Satgas COVID-19. Hal itu berdasarkan indikator kesehatan masyarakat yang diakses di COVID19.go.id bagian peta risiko.
"Mohon Pemda, masyarakat, teman-teman media untuk zona risiko daerah hanya di portal resmi pemerintah, data daerah terupdate harus sinkron dengan Kementerian Kesehatan," ujar Wiku, dalam konferensi pers, Selasa (4/8/2020).
"Jika hasil dalam pelaporan perbedaan data, maka mohon disampaikan dan dikoordinasikan antara Pemda dan pemerintah pusat. Mohon agar masyarakat secara luas mengontrol kualitas data dan pelaporan karena sistem pelaporan ini kita dorong untuk transparan. Publik ikut menyaksikan dan menjadikan bahan untuk kendalikan diri dalam hadapi COVID-19," ia menambahkan.
Advertisement
Baca Juga
Wiku menuturkan, peta zonasi berdasarkan Rt atau angka reproduktif efektif tidak bisa dipakai saat ini di Indonesia. Hal ini karena ketidak sempurnaan data dipakai saat ini. Rt ini merupakan tingkat penularan COVID-19 di suatu wilayah setelah sejumlah intervensi diberikan.
"Rt baru bisa digunakan apabila hasil lab dilaporkan idealnya satu kali 24 jam, jika dilaporkan lebih dari satu kali 24 jam masih ada keterlambatan laporan maka penggunaan Rt tidak dapat diandalkan. Faktor lainnya karena pencatatan data dan timbulnya gejala onside untuk bahasa medisnya yang tak terlaporkan, metode perhitungan berbeda-beda akibatkan Rt belum bisa diandalkan atau digunakan," ujar dia.
Ia menuturkan, jika Rt di bawah satu apa bila bisa digunakan dan zona hijau bukan berarti aman. Ini hanya salah satu indikator dari 15 yang indikator digunakan.
Wiku mengatakan, masih 14 indikator gambaran kasus dan pengetesan lebih akurat dan gunakan data riil. "Pemda dan masyarakat harus tetap waspada dan tetap patuh pada protokol kesehatan,” ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Penentuan Zona Risiko
Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah memaparkan mengenai penentuan zona risiko. Penentuan zona risiko ini menggunakan 15 indikator yang dibangun dari tiga pilar utama yaitu epidemiologi, surveillance kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan.
Dewi menuturkan, dalam indikator epidemiologi lebih banyak ditekankan untuk menentukan zona risiko yang terdiri dari jumlah penambahan dan penurunan kasus baik positif, sembuh, kasus suspek, kematian, laju insidensi, angka kematian per 100 ribu penduduk, dan jumlah pemeriksaan spesimen.
"Indikator epidemiologi banyak ditekankan di sana, jumlah kasus penambahan, apakah sudah ada penurunan. Target kita 50 persen dari puncak. Kemudian juga suspek, apakah sudah turun dari puncak, kemudian melihat angka kematian. Angka kematian dari suspek dan positif," ujar dia, saat diskusi BNPB ditulis Selasa, 4 Agustus 2020.
"Angka kesembuhan kita lihat, angka insidensi, dan angka kematian per 100 ribu penduduk juga kita lihat, jumlah pemeriksaan spesimen per minggu ada kenaikan, angka positif rate di sana," ia menambahkan.
Dewi mengingatkan adalah agar masyarakat dapat menjaga daya tahan tubuh agar tetap sehat dan fit. Ia mengatakan, mengalahkan virus corona baru (Sars-CoV-2) ini dengan daya tahan tubuh yang kuat.
Advertisement