Panglima Yudo Margono: TNI Tidak Akan Lindungi yang Salah, Kami Tidak Intervensi Kasus Basarnas

Panglima Tentara Nasional Indonesia Laksamana TNI Yudo Margono menegaskan tidak akan melindungi anggotanya yang bersalah, termasuk di kasus dua anggota TNI jadi tersangka atas dugaan suap pengadaan barang di Basarnas.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 02 Agu 2023, 07:25 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2023, 07:16 WIB
Rapat Pimpinan TNI Tahun 2023 Digelar di Museum Satria Mandala
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menyampaikan sambutan pada Rapat Pimpinan TNI Tahun 2023 di Museum Satria Mandala, Jakarta, Kamis (9/2/2023). Dalam rapat tersebut Panglima TNI menyampaikan program prioritas TNI tahun 2023 serta memberikan penghargaan kepada para prajurit berprestasi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Situbondo - Panglima Tentara Nasional Indonesia Laksamana TNI Yudo Margono menegaskan tidak akan melindungi anggotanya yang bersalah, termasuk di kasus dua anggota TNI jadi tersangka atas dugaan suap pengadaan barang di Basarnas.

"TNI tidak akan melindungi yang salah. Yang bersangkutan ditetapkan tersangka dan sejak kemarin saya sudah tanda tangan untuk dilakukan penahanan dan itu sudah dilaksanakan," ucapnya, di Pusat Latihan Pertempuran Marinir 5 Baluran Situbondo Jatim, Selasa 1 Agustus 2023.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsdya Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC) sebagai tersangka dengan tiga orang lainnya atas kasus dugaan suap pengadaan barang di Basarnas.

"Saya selalu tunduk pada undang-undang. Mungkin banyak beredar di luar kami intervensi dengan kasus tersebut. Kami tidak mengintervensi itu," ujar Yudo Margono.

"Tentunya kita menegakkan hukum dengan santun. Sudah ada undang-undang yang mengatur itu, ya kita tentunya harus patuh dan tunduk terhadap undang-undang itu," katanya menambahkan.

Seperti yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, lanjut dia, TNI tunduk pada Peradilan Militer sesuai Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997.

"Kalaupun Undang Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI Untuk Umum, jadi menunggu apabila selama undang-undang ini belum diatur, sehingga menggunakan Peradilan Militer," katanya.

Panglima TNI menambahkan, masyarakat bisa mengikuti jalannya penyidikan (kasus dugaan suap di Basarnas).

"TNI tetap tunduk pada hukum dan saya tidak akan melindungi. Apabila salah harus mendapat sanksi, dan kalau berprestasi pasti kami beri penghargaan," ujarnya.

Puspom Jamin Kasus Tidak Akan Dihentikan

Kepala Basarnas RI Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi saat diwawancara di sela-sela kunjungan kerja di Kantor Basarnas Kendari, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (19/3/2022) (ANTARA/Harianto)
Kepala Basarnas RI Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi saat diwawancara di sela-sela kunjungan kerja di Kantor Basarnas Kendari, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (19/3/2022) (ANTARA/Harianto)

Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menegaskan, kasus dugaan korupsi pengadaan alat di Badan SAR Nasional (Basarnas) yang melibatkan Kepala Basarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Koorsmin Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka tidak akan dihentikan seperti perkara lain yang menyangkut perwira militer, seperti Kasus Helikopter AW 101.

"Tidak (akan dihentikan), bisa diikuti nanti (perkembangan kasusnya)," tegas Agung di Mabes TNI Jakarta, Senin (31/7/2023).

Sebab berkacara dari terbongkarnya dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW 101, saat itu dilakukan Kepala Staf TNI AU Marsekal Hadi Tjahjanto. 

Dengan kerja cepat, pada 24 Februari 2017, hasil investigasi oleh TNI AU dikirim ke Jenderal Gatot Nurmantyo.

Gatot lalu bekerja sama dengan Kepolisian, BPK, PPATK, dan KPK untuk menelusuri lebih lanjut dugaan korupsi tersebut. 

Saat penyelidikan dilakukan Pusat Polisi Militer (POM) TNI, hasilnya benar ada kerugian negara dari pembelian helikopter senilai Rp224 miliar dari nilai proyek Rp738 miliar.

POM TNI lalu menetapkan empat perwira sebagai tersangkanya. Mereka adalah Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) TNI AU, Kolonel Kal FTS SE; Marsma TNI FA selaku pejabat pembuat komitmen (PPK); Letkol. Adm TNI WW selaku pemegang kas; Pembantu Letnan Dua (Pelda) SS yang menyalurkan dana pada pihak tertentu.

Namun pada akhirnya, Puspom TNI menghentikan proses penyidikan kasus dugaan korupsi helikopter Agusta Wesland-101. Menurut Puspom TNI dihentikannya kasus ini karena dinilai belum cukup bukti untuk diteruskan ke meja hijau.

KPK - TNI Bahas Bersama

R Agung Handoko dan Johanis Tanak
Penetapan tersangka dalam kasus dugaan suap di Basarnas yang menjerat Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi menyalahi ketentuan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengamini kekhawatiran senada. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango memastikan, Ketua KPK Firli Bahuri dalam waktu dekat akan bertemu Panglima TNI Laksamana Yudo Margono untuk membahas hal tersebut. 

Tujuannya agar kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan ini di Basarnas ini tidak akan mangkrak seperti kasus pengadaan helikopter AW-101 oleh TNI AU yang juga diusut Puspom TNI.

"Itu yang akan kita bicarakan dengan panglima (kekhawatiran kasus dihentikan seperti Heli AW-101," ujar Nawawi Pomolango dalam keterangan diterima, Jumat 28 Juli 2023.

Nawawi mengatakan, rencananya pekan depan pimpinan KPK akan menemui Panglima TNI. Pertemuan dengan Panglima TNI menunggu Ketua KPK Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri kembali dari luar kota.

"Kita jadwalkan kalau, hari Senin barang kali atau hari Selasa. Kalau pimpinan sudah lengkap semua, kebetulan ketua lagi perjalanan dinas ke Manado," jelas Nawawi.

Infografis Menanti Gebrakan Awal Panglima TNI Laksamana Yudo Margono. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Menanti Gebrakan Awal Panglima TNI Laksamana Yudo Margono. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya