Liputan6.com, Jakarta Badan Pengungsi Palestina PBB (UNRWA) menyatakan, sekitar 4.600 ibu hamil dan 380 bayi baru lahir yang mengungsi di Jalur Gaza membutuhkan perhatian medis segera.
“Bagi banyak bayi yang baru lahir, tempat pengungsian UNRWA di Gaza adalah rumah pertama mereka,” tulis UNRWA, dikutip di akun X, Kamis 9 November 2023.
Baca Juga
UNRWA mengaku telah berusaha memberikan perawatan pasca kelahiran, tapi kondisi di pengungsian tidak layak untuk bayi baru lahir.
Advertisement
Berdasarkan Dana Penduduk PBB (UNFPA), 50.000 ibu hamil di Jalur Gaza dan lebih dari 180 di antaranya melahirkan setiap hari, kata UNRWA.
Sedikitnya 10.812 warga Palestina, termasuk 4.412 anak dan 2.918 perempuan, tewas akibat serangan udara dan darat yang dilancarkan Israel di Jalur Gaza sejak Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober.
Sementara itu, hampir 1.600 orang Israel tewas dalam konflik tersebut.
Serangan Israel terhadap Gaza masih terus berlangsung hingga saat ini. Daerah dekat Indonesian Hospital (Rumah Sakit Indonesia) di Jalur Gaza terkena serangan.
Berdasarkan laporan Al Jazeera, Kamis (9/11/2023), sejumlah ledakan terlihat di daerah dekat rumah sakit Indonesia di Gaza. Sejumlah warga tampak berlarian ketika ledakan beruntun terjadi.
Belum diketahui korban luka dan korban jiwa dari serangan tersebut. Ini bukan pertama kalinya Israel melakukan serangan di area fasilitas umum. Sebelumnya, Israel dituduh menyerang rumah sakit Al-Ahli, sekolah yang jadi tempat penampungan, serta ambulans.
Pada serangan rumah sakit yang menewaskan ratusan orang, Israel membantah sebagai pelakunya dan menuduh ledakan terjadi karena senjata militan di Gaza. Namun, mereka mengakui serangan ke ambulans yang mereka sebut digunakan oleh kelompok Hamas.
Terkini, Al Jazeera melaporkan bahwa Israel sudah setuju gencatan senjata, namun hanya empat jam sehari. Gencatan senjata itu dimaksudkan agar rakyat Gaza bisa melarikan diri ke sisi selatan Jalur Gaza, sebab perang berkecamuk di sisi utara.
Israel Setuju Jeda Serangan 4 Jam
Gedung Putih mengumumkan bahwa Israel telah setuju jeda (pause) perang di Jalur Gaza. Akan tetapi, jeda itu hanya berlaku empat jam sehari.
Dilaporkan VOA, Kamis (9/11/2023), Israel akan memulai jeda pada Kamis waktu setempat. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby berkata jeda itu akan digunakan agar warga Gaza menyelamatkan diri ke daerah selatan.
"Kami telah diberitahu oleh pihak Israel bahwa tidak ada operasi militer di area-area ini selama durasi jeda," ucap Kirby.
Ia berkata ide jeda ini muncul lewat diskusi antara Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Terkait gencatan senjata (ceasefire), Al Jazeera menyebut ada juga diskusi antara AS, Qatar, dan Hamas terkait penukaran tawanan. Media lokal Israel berkata ada diskusi terkait pembebasan tahanan Palestina agar orang-orang yang diculik Hamas bisa bebas.
Informasi itu berasal dari sejumlah pejabat Israel yang namanya enggan disebut. Israel berkata siap membebaskan para tahanan agar sebagian besar tawanan Hamas bisa bebas. Diskusi pembebasan ini juga terkait dengan wacana gencatan senjata.
Advertisement
WHO Peringatkan Risiko Penyakit
Sebelumya dilaporkan WHO memperingatkan mengenai risiko penyakit yang berpotensi merajalela di Gaza, di tengah serangan Israel yang terus berlanjut di wilayah kantong tersebut.
"Ketika kematian dan cedera di Gaza terus meningkat akibat meningkatnya permusuhan, kepadatan penduduk yang berlebihan dan terganggunya sistem kesehatan, air, dan sanitasi menimbulkan bahaya tambahan: penyebaran penyakit menular yang cepat," tulis Organisasi Kesehatan Dunia di platform X seperti dikuti Anadolu Agency, Kamis (9/11).
Saat ini, warga Palestina di Gaza sangat berpotensi mengalami masalah pencernaan termasuk diare, lantaran minimnya kebersihan dan mengonsumsi air yang terkontaminasi.
"Situasi ini sangat memprihatinkan bagi hampir 1,5 juta pengungsi di Gaza, terutama mereka yang tinggal di tempat penampungan yang sangat padat dengan akses yang buruk terhadap fasilitas kebersihan dan air bersih, sehingga meningkatkan risiko penularan penyakit menular," kata WHO.
Badan tersebut mencatat lebih dari 33.000 kasus diare, lebih dari 54.800 kasus infeksi saluran pernapasan atas, dan ribuan kasus penyakit lainnya sejak pertengahan Oktober.
"Terganggunya kegiatan vaksinasi rutin, serta kurangnya obat-obatan untuk mengobati penyakit menular, semakin meningkatkan risiko percepatan penyebaran penyakit," sambung WHO.