Perbedaan Menentukan Lebaran Idul Fitri karena Belum Adanya Kalender Islam Global
Berdasarkan perhitungan Pusat Astronomi Internasional yang berpusat di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Lebaran Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriah akan jatuh pada Jumat, 21 April 2023. Seperti dikutip dari laman Emirates, hilal Syawal kemungkinan sudah terlihat pada Kamis, 20 April yang bertepatan dengan 29 Ramadhan, namun di beberapa negara di Asia dan Australia kemungkinan sulit melihat hilal di tanggal tersebut.
"Negara-negara Islam diperkirakan akan melihat bulan sabit Syawal pada hari Kamis, 20 April. Dalam keadaan seperti itu, sebagian besar negara Islam mungkin mengumumkan Jumat, 21 April sebagai hari pertama Idul Fitri," tulis unggahan Pusat Astronomi Internasional.
Sementara itu, di Indonesia, sesuai dengan keputusan Pusat Astronomi Internasional, 1 Syawal jatuh pada tanggal 21 April juga sudah ditetapkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kemungkinan akan terjadi perbedaan merayakan Hari Lebaran Idul Fitri di tanah air karena pemerintah Indonesia berpedoman pada kriteria Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).
Besar kemungkinan jumlah hari Ramadhan berdasarkan kriteria MABIMS ini ada 30 hari, sehingga pemerintah akan menetapkan 1 Syawal 1444 H jatuh pada Sabtu, 22 April 2023.
Seperti dikutip dari laman Muhammadiyah.or.id, Jumat (14/4/2023), masih terjadinya perbedaan menentukan Lebaran Idul Fitri karena belum adanya kalender Islam global. Menurut Syamsul Anwar, dalam mewujudkan Kalender Islam Global, dibutuhkan prinsip, syarat, dan kriteria (parameter).
Prinsip-prinsip kalender global Hijriah meliputi keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia, penggunaan hisab, kesatuan matlak, globalisasi visibilitas hilal, dan penerimaan Garis Tanggal Internasional. Keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia artinya satu hari satu tanggal di seluruh dunia.
"Syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan Kalender Islam Global adalah syarat imkanu rukyat di suatu tempat di muka bumi dan syarat singkronisasi kawasan ujung barat dan ujung timur bumi," katanya.
Terhadap kawasan ujung barat, kalender harus dapat menjaganya agar tidak dipaksa menunda masuk bulan baru dengan alasan menanti kawasan ujung timur padahal hilal sudah terpampang di ufuknya. Sebaliknya kalender tidak pula boleh memaksa kawasan ujung timur bumi memasuki bulan baru pada hal kawasan itu belum mengalami konjungsi.
Selain prinsip dan syarat, diperlukan juga kriteria. Pada Kongres Istanbul Turki 2016, salah satu kriteria Kalender Islam Global yang paling ditekankan adalah seluruh kawasan dunia dipandang sebagai satu kesatuan di mana bulan baru dimulai pada hari yang sama di seluruh kawasan dunia tersebut.
Kalender Islam Global
Saat ini pemerintah Indonesia berpedoman pada kriteria Menteri Agama Brunei Indonesia Malaysia dan Singapura (MABIMS) dalam menetukan hari-hari penting umat Islam. Sebelumnya kriteria penentuan awal bulan yang dipakai pemerintah Indonesia adalah ketinggian 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam. MABIMS bersepakat untuk mengubah kriteria tersebut menjadi ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
Hal itu didasarkan pada rekor elongasi bulan terdekat sebagaimana yang dilaporkan dalam makalah Mohammad Shawkat Odeh, juga sebagai titik temu bagi pengguna metode rukyat seperti NU dan pengguna metode hisab seperti Muhammadiyah.
Seperti dikutip dari laman Muhammadiyah, kriteria MABIMS ini tidak dapat digunakan dalam konteks global karena ada kesepakatan batasan wilayah keberlakuan. Sebuah Kalender Global tidak mungkin memegangi konsep ikhtilaf al-mathaliʻ (keragaman matlak) sebagaimana yang dipegangi kriteria MABIMS.
Kalender dengan kriteria MABIMS masih memperlihatkan sifal zonal, yaitu zona Asia Tenggara. Akibatnya tidak dapat menyatukan jatuhnya tanggal pada tahun-tahun tertentu. Akan selalu terbuka perbedaan awal bulan, terutama bulan-bulan penting seperti Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah.
Dalam konsepsi Kalender Islam Global, bumi sebagai satu matlak, sehingga apabila suatu kawasan dipermukaan bumi telah terjadi imkanu rukyat, maka itu berlaku juga untuk semua, kawasan di dunia ini tanpa terkecuali.
Konsepsi kesatuan matlak ini secara tidak langsung mengandaikan orang timur wajib mengikuti rukyatnya orang barat untuk melaksanakan puasa Ramadhan, Syawal, Zulhijjah dan ibadah lainnya. Hal ini didasarkan kepada pendapat fikih bahwa rukyat yang terjadi di suatu tempat berlaku untuk seluruh penduduk bumi. Sayangnya, umat Islam belum memiliki kalender Islam Global sebagai sarana tata waktu penentu hari-hari penting umat Islam.
Advertisement
Advertisement

Berita Terbaru
Kompleks Kemenko IKN Ditargetkan Tuntas Juni 2025, Siap Tampung 9.465 Pegawai
Cara Memasak Porsi Besar agar Tidak Keracunan Massal Seperti di Klaten
Fenomena Langka Wajah Bulan Tersenyum Akan Muncul pada 25 April 2025
Cerita Bendera Vatikan Berkibar Setengah Tiang di Istana Uskup Maumere
3 Fakta Terowongan Silaturahmi Istiqlal-Katedral, Tempat Ikonik yang Pernah Dikunjungi Paus Fransiskus
Wasiat Paus Fransiskus: Sebuah Makam Sederhana Tanpa Gelar
Didukung PAN Maju Pilpres 2029, Prabowo: Nantilah Itu, Kita Kerja Dulu untuk Rakyat
Gemilang di Klub Lain, Manchester United Rela Bayar 2 Kali Lipat untuk Pulangkan Mantan
Tradisi Buang Bayi di Jawa yang Semakin Jarang Ditemukan
Metal Dragon Chinese Zodiac: A Comprehensive Guide to the Year of Power and Ambition
Prabowo Yakin Indonesia Tetap Jadi Tujuan Investasi Menjanjikan bagi Investor
Target Rampung Pekan Ini, Pemkot Semarang Kebut Perbaikan Jalan Tanjakan Trangkil Gunungpati