Robert Rene Alberts adalah pelatih sepak bola asal Belanda yang kini merumput bersama Persib Bandung. Lahir di Amsterdam, 57 tahun silam, Robert sejatinya merupakan eks pemain sepak bola yang pernah berkarier di Kanada, Perancis, Belanda, hingga Swedia.Â
Meski kerap berpindah-pindah klub serta negara, Robert nyatanya tak memiliki karier yang mulus seperti yang terbayangkan. Ia jarang sekali mendapatkan kesempatan bermain dan lebih sering menjadi penghangat bangku cadangan di semua klub yang pernah ia bela. Bahkan dirinya hanya mencatatkan kurang dari 100 penampilan dalam laga resmi semasa masih aktif bermain, maklum dirinya lebih sering mendapatkan jatah bermain kala ada latihan tanding atau pertandingan persahabatan, sehingga pertandingannya tak tercatat secara resmi.Â
Walaupun selalu menjadi pilihan kedua, Robert tampaknya tak pernah menyesali itu dalam hidupnya. Sebab, semasa masih aktif bermain, Robert banyak mempelajari ilmu lain selain mengolah si kulit bundar, seperti berbisnis dan menjadi seorang pelatih sepak bola.Â
Robert memutuskan menekuni bisnis di bidang yang satu linear dengan kesukaannya. Ia memulainya dengan mendesain ulang sepatu sepak bola yang digunakan pada masa itu. Ia mengubah beberapa tata letak untuk memaksimalkan kemampuan sepatu bola ketika digunakan di lapangan.
Usaha yang dimulai ketika dirinya memperkuat Hittarps Ik itu ternyata berhasil mendapatkan respon positif dari beberapa pemain sepak bola yang berkarier di Swedia. Banyak kolega serta teman-teman satu profesinya memberikan apresiasi lebih atas produk yang dibuat.Â
Tak berhenti sampai disitu, bisnis yang dilakoni Robert mulai merambah ke peralatan sepak bola lain seperti, sarung tangan, pakaian sepak bola, hingga memproduksi bola untuk kebutuhan bermain. Ia bahkan bisa mendirikan kantor di Helsingborg, Swedia serta memiliki 20 karyawan.
Bisnis Bangkrut
Setelah bertahun-tahun menekuni bisnisnya, produk Robert mulai diakui dunia. Ia akhirnya mendapat kesempatan untuk menyuplai beberapa pakaian untuk ajang besar internasional, salah satunya Piala Dunia 1990. Ia menyuplai pakaian latihan untuk Timnas Brasil serta Timnas Italia yang kebetulan berpartisipasi dalam ajang tersebut.
Beberapa tahun berselang, bisnisnya mulai mengalami penurunan, daya minat pembeli yang berkurang serta banyaknya persaingan dari perusahaan lain menjadi faktor utama penurunan waktu itu. Setelah mencoba bertahan, bisnis kebutuhan olahraga yang dirintis Robert selama beberapa tahun harus berakhir tragis.Â
Perang Timur Tengah antara Kuwait-Iran pada 2005 menyebabkan sponsor perusahaan Robert menghentikan pendanaannya. Para sponsor berdalih tak memiliki cadangan uang untuk membiayai perusahaan Robert dan akhirnya perusahaan dinyatakan pailit dan bangkrut.
Menjadi Pelatih
Selain berbisnis, pada tahun 80-an Robert juga mulai berkecimpung di dunia kepelatihan. Ia memulai karier profesionalnya sesaat memutuskan gantung sepatu pada 1983. Ia berkesempatan mengarsiteki klub terakhirnya semasa aktif bermain, Hittarps IK pada 1984. Pasca tiga musim menahkodai klub lawasnya, Robert hengkang ke Astoprs IK pada 1988. Di sana ia mendapat kontrak yang serupa dengan Hittarps IK, yaitu tiga musim.
Meski pada akhirnya Robert tak berhasil mempersembahkan satu pun trofi di Swedia, kariernya sebagai pelatih sudah terdengar hingga Asia. Kedah FA menjadi klub pertama yang menggunakan jasanya dan dikontrak selama empat musim.Â
Walaupun tergolong pelatih anyar, strategi Robert tampaknya sangat moncer digunakan di Asia. Dirinya bahkan berhasil mempersembahkan gelar juara kasta kedua Liga Malaysia (Malaysia Premier League) dan Malaysia Cup pada 1993.Â
Berkarier di Indonesia
Pada 2009 Robert memutuskan untuk memulai karier barunya di Indonesia. Ia mengarsiteki Arema Indonesia yang saat itu diperkuat pemain berlabel Timnas Singapura, yakni Noh Alam Shah dan Muhammad Ridhuan.Â
Kesan pertama yang dirasakan Robert kala melatih klub asal Indonesia adalah keterbatasan hak. Robert merasa mendapat intimidasi dari petinggi klub terhadap pemain yang diturunkan. Ia selalu mendapat nama titipan untuk dimasukkan ke dalam skuat, ia bahkan diancam bakal dipecat bila tak memenuhi keinginan tersebut.
Meski begitu, Robert tak ambil pusing, ia memilih fokus untuk melatih semua pemain agar memiliki kemampuan serupa dan meraih hasil maksimal di setiap laga. Kemudian, pada penghujung musim, ternyata raihan yang didapat Arema Indonesia diluar dugaan. Singo Edan mampu memuncaki klasemen dan berhasil menyabet gelar juara Liga Indonesia pada musim itu. Atas raihan tersebut, Robert juga tercatat sebagai pelatih asing pertama yang berhasil menjuarai Liga Indonesia di musim perdananya.
Walaupun meraih gelar juara, Robert tampaknya masih belum kerasan dengan Liga Indonesia. Banyak hal yang tak sesuai dugaannya dan membingungkan caranya melatih sebuah tim. Ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke Malaysia untuk memperkuat Sarawak FA.
Harapan Bobotoh
Pasca menukangi Sarawak FA, Robert sejatinya sudah kembali ke Liga Indonesia pada 2016. Waktu itu dirinya melatih PSM Makassar, klub yang ia nilai memiliki manajemen solid dan tak ikut campur tangan terhadap urusan tim.
Selama empat musim melatih Juku Eja, Robert mampu membawa PSM Makassar selalu bersaing di papan atas. Meski begitu, dirinya tak berhasil mempersembahkan gelar juara. Pencapaian terbaiknya ialah membawa PSM Makassar menduduki posisi ketiga pada musim 2018 dan posisi runner-up semusim setelahnya.
Kini, Robert menjajal menahkodai klub ketiganya di Indonesia, yakni Persib Bandung. Robert menjadi harapan besar para bobotoh (pendukung Persib Bandung) untuk bisa menghadirkan kembali trofi Liga Indonesia di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), yang terakhir diraih Maung Bandung pada musim 2014.
Lanjutan liga 1 2021/22 yang sebelumnya sempat tertunda akibat adanya pandemi Covid-19 menjadi ajang pembuktian bagi Robert untuk menuai prestasi. Bobotoh bakal menunggu hasil positif yang diraih Persib Bandung setelah sebelumnya gagal meraih gelar juara di laga final Menpora Cup 2021 kontra Persija Jakarta.
Â